Sistem Zonasi PPDB Disiasati Alamat Palsu, Pengamat Tak Salahkan Orang Tua

Nasional

Sistem Zonasi PPDB Disiasati Alamat Palsu, Pengamat Tak Salahkan Orang Tua

Danu Damarjati - detikSumbagsel
Selasa, 18 Jul 2023 13:42 WIB
PPDB SMA/SMK di Bangka Belitung.
Foto: Deni Wahyono/detikcom
Palembang -

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) memang telah usai. Namun, masalah yang ditimbulkan masih terus menjadi perbincangan. Kini muncul desakan agar Permendikbud yang mengatur tentang PPDB direvisi.

Dilansir detikNews, desakan ini muncul setelah maraknya orang tua calon siswa baru yang menyiasati PPDB dengan berbagai cara. Salah satunya memalsukan Kartu Keluarga (KK) agar alamatnya sesuai dengan wilayah zonasi sekolah tujuan.

Pemerhati pendidikan dari Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS) Ki Darmaningtyas mengungkapkan, orang tua tidak bisa disalahkan jika berusaha memakai 'alamat palsu' agar anaknya diterima di sekolah favorit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kesalahan tidak bisa ditimpakan kepada orangtua calon murid yang berusaha dengan berbagai cara agar anaknya dapat diterima di sekolah negeri yang mereka inginkan," ungkap Darmaningtyas, Selasa (18/7/2023).

Menurutnya, letak kesalahan justru ada pada pembuat sistem zonasi. Sistem ini, katanya, dibuat tanpa mempertimbangkan persoalan dari berbagai aspek.

ADVERTISEMENT

"Kesalahannya ada pada pembuat sistem PPDB yang tidak mengenali persoalan geografis, ekonomi, sosial, dan budaya Indonesia," lanjutnya.

Darmaningtyas juga menyoroti tujuan sistem zonasi yakni memeratakan kualitas pendidikan. Nyatanya, sistem zonasi belum berhasil mencapai tujuan tersebut. Yang ada menimbulkan polemik dan tak jarang malah merugikan calon siswa.

"Memeratakan kualitas pendidikan itu tidak dengan sistem zonasi, tapi memeratakan fasilitas, sumber daya manusia guru dan tenaga kependidikan, serta anggaran," kata dia.

Lebih lanjut, Darmaningtyas menyebut bahwa sistem zonasi bermaksud menghilangkan gap antara sekolah biasa saja dan sekolah favorit. Namun pada kenyataannya, ia menilai sekolah favorit terbentuk secara 'alami'.

Sulit untuk menghilangkan sekolah favorit, apalagi dengan mindset di mana pemerintah juga masih mendorong lembaga pendidikan meraih ranking papan atas. Contohnya pada perguruan tinggi negeri (PTN) Indonesia yang dituntut meraih ranking atas di dunia.

"Kalau sekolah favorit itu terbentuk secara natural, mestinya tidak dimatikan oleh pemerintah lewat zonasi. Aneh memang, ketika sekolah tidak bermutu di-bully. Tapi ketika ada sekolah unggulan atau favorit kok dimatikan," paparnya.

Persoalan PPDB, lanjut dia, tidak seharusnya ditangani oleh pemerintah pusat. Sebab menurut dia, pemerintah pusat tidak tahu 'medan'. Karena itu, dia mengusulkan agar persoalan PPDB diserahkan ke pemerintah daerah.

"Penerimaan murid baru itu domain pemda kabupaten/kota (pendidikan dasar) dan provinsi (pendidikan menengah). Sebaiknya serahkan saja ke Pemda, jangan ada intervensi pusat. Intervensi pusat justru bisa bikin kacau seperti sekarang," tegasnya.

Tak hanya itu, Darmaningtyas juga mengusulkan agar Permendikbud yang mengatur tentang PPDB direvisi, di mana PPDB diserahkan ke pemda. Sementara Kemendikbudristek disarankan untuk membuat standardisasi, kurikulum, dan evaluasi saja.

"Permendikbudristek yang mengatur PPDB agar tidak tersentral. Itu domain Pemda, bukan domain Kemdikbudristek," katanya.




(des/des)


Hide Ads