Monumen Korban 40.000 Jiwa pembantaian Raymond Paul Pierre Westerling bersama pasukannya turut dibangun di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Sedikit berbeda dengan beberapa monumen yang ada di Sulawesi Selatan (Sulsel), Monumen Korban 40.000 Jiwa di Polman berada di area makam korban yang dibantai pada 30 Januari 1947 silam.
Pemerintah setempat menamai monumen tersebut dengan Taman Makam Pahlawan Korban 40.000, yang berada di Desa Galung Lombok, Kecamatan Tinambung. Setiap tanggal 11 Desember, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Polman bersama Pemkab Majene menggelar upacara peringatan Korban 40.000 Jiwa di situ.
Areal pemakaman korban 40.000 jiwa berada di sekitar pemukiman warga yang jaraknya sekira 4 kilometer dari Jalan Trans Sulawesi, Kecamatan Tinambung. Di tengah areal pemakaman seluas lebih kurang 1 hektare ini, terdapat sebuah monumen berbentuk persegi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di belakang monumen tersebut, terdapat dinding beton berisi nama-nama pejuang yang dimakamkan di tempat tersebut. Di sisi kiri dan kanan dinding beton tersebut terdapat sedikitnya 100 nisan berwarna putih yang berjejer rapi.
Sementara pada bagian belakang, terlihat sejumlah makan yang tampak tidak terurus. Bahkan beberapa nisan pada makam juga tampak berserakan di tanah karena patah.
Tim detikcom melakukan liputan khusus saat upacara peringatan 77 tahun Hari Korban 40.000 Jiwa yang jatuh pada Senin, 11 Desember 2023. Bupati Polman Andi Ibrahim Masdar menjadi pembina upacara. Dia tampak didampingi Wakil Bupati Majene Aris Munandar beserta unsur Forkopimda Polman dan Majene.
Rangkaian upacara di Polman juga berbeda dengan Peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa yang dilakukan Kota Makassar dan Kota Parepare, Sulsel. Pembina upacara tidak memberikan sambutan ataupun amanat. Yang ada hanya pembacaan sinopsis terkait pembantaian Korban 40.000 Jiwa.
![]() |
Upacara diawali pembacaan sinopsis terkait peristiwa pembantaian yang dilakukan pasukan Belanda pimpinan Kapten Raymond Pierre Paul Westerling. Sejarah singkat peristiwa itu dibacakan oleh Kabid Pemberdayaaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Dinsos Polman Fitriani.
Dalam pemaparannya disebutkan aksi brutal Belanda waktu itu dimulai pada 11 Desember 1946. Tepatnya setelah Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dr HJ Van Mook di Batavia memaklumkan keadaan darurat perang di sebagian besar daerah Sulawesi Selatan yang menjadi kantong-kantong perjuangan rakyat di Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat
"Atas perintah Jenderal S.Poor, panglima KNIL di Jakarta, maka Komandan KNIL di Sulawesi Selatan, Kolonel, HJ de Vries mengeluarkan surat perintah harian pada 11 Desember 1946 kepada seluruh jajaran tentara Belanda di bawah komandonya agar serentak menjalankan operasi pengamanan yang oleh Pemerintah Belanda menamainya Operasi Militer Counter Insurgency atau Penumpasan Pemberontakan," kata Fitriani dalam pemaparannya.
![]() |
Pada tanggal 30 Januari 1947, Under Luitnant Vermeulen yang memimpin operasi di daerah Mandar sampai di Majene bersama 9 orang serdadu Belanda. Selebihnya serdadu KNIL yang direkrut dari berbagai suku.
Fitriani menceritakan, kedatangan pasukan Westerling di bawah pimpinan Vermeulen di tanah Mandar langsung mendatangi penjara KNIL. Kunjungannya saat itu untuk mengidentifikasi sejumlah ekstremis yang ditawan di penjara itu.
"Sampai terjadinya tragedi penyapuan di Galung Lombok pada tanggal 1 Februari 1947, pasukan KNIL Belanda melakukan aksi keji dan tidak berperikemanusiaan dengan cara melakukan eksekusi mati di tempat tanpa melalui sidang pengadilan yang mengakibatkan jatuhnya korban, terdiri dari para pejuang dan rakyat sipil yang mendukung para pejuang," tuturnya.
Setelah pembacaan sinopsis, Andi Ibrahim Masdar bersama para rombongan di areal pemakaman korban 40.000 jiwa Galung Lombok. Andi Ibrahim berkesempatan melakukan tabur bunga di pemakaman.
Sejarah Korban 40.000 Jiwa Akan Dibuatkan Buku
Dalam kesempatannya, Andi Ibrahim mengungkapkan rencana mendalami sejarah dan asal usul korban 40.000 jiwa untuk dibuatkan ke dalam buku. Dia mengatakan buku itu nantinya akan disebar di tiap sekolah.
"Kemungkinan nanti kami akan bicara berdua dengan Bupati Majene agar bagaimana kita membikin buku ini untuk disebar di semua SD dan SMP, agar anak-anak kita tahu betapa orang-orang dulu kita berjuang untuk meraih kemerdekaan ini. Sehingga anak-anak kita memiliki rasa perjuangan rasa memiliki dalam Indonesia jiwanya," kata Andi Ibrahim kepada wartawan, Senin (11/12).
Andi Ibrahim berkeinginan agar buku itu menjadi mata pelajaran yang wajib diajarkan kepada siswa. Dia berharap hal ini bisa membangkitkan semangat patriotisme akan perjuangan pahlawan yang meraih kemerdekaan Indonesia.
"Karena sekarang pendidikan moral pancasila sudah tidak ada di sekolah, dengan membuat buku-buku sejarah-sejarah yang bisa membangkitkan kembali semangat patriotis, sehingga bagaimana moral anak-anak kita itu, dengan membaca buku perjuangan pendahulu kita ini bisa menjadi pemicu dan mendidik jiwanya untuk selalu berbuat baik dan mengisi kemerdekaan dengan memperbaiki kualitas dirinya," sambungnya.
Dia juga menyinggung terkait jumlah korban 40.000 jiwa yang masih menjadi perdebatan. Menurutnya, data korban sesuai dengan data yang dihimpun para peneliti dan tersebar pada sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
"Kalau ini, sejarahnya sebenarnya ada, ada di Benteng Somba Opu, di situ sangat jelas dimana Westerling melakukan pembunuhan secara massal bukan di Mandar saja itu 40.000 ribu tapi se Sulawesi Selatan waktu itu, karena kita masih gabung dengan Sulawesi Selatan. Memang namanya tidak ada, tapi jumlah yang dilaporkan saat itu memang 40.000 jiwa dan ada bukunya," terang Andi Ibrahim.
Andi Ibrahim juga mendorong agar Peringatan Korban 40.000 Jiwa menjadi hari nasional. Dia mengaku berbagai upaya sudah dilakukan agar tujuan itu tercapai.
"Ini kan sebenarnya sudah pernah bekerjasama dengan salah satu Yayasan di Makassar, yang pernah datang, kita sebenarnya sudah punya pendekatan tapi karena COVID waktu itu sehingga tidak dilanjutkan. Insya Allah sebelum saya berakhir, saya akan tugasi staf ahli saya untuk berkoordinasi dengan staf ahli kabupaten majene untuk menelusuri kembali sejarah ini," imbuhnya.
Andi Ibrahim juga berjanji untuk membenahi areal pemakaman korban 40.000 jiwa. Pasalnya kondisinya saat ini sangat memprihatinkan dan tampak kurang terurus.
"Ini kan sebenarnya kemarin kita tidak perbaiki, karena provinsi yang mau membantu, tapi sekarang sudah selesai pak ABM (Ali Baal Masdar) tidak ada juga ini, tapi mungkinlah mulai tahun ini, ada pak Sekda di sini, kalau pak Sekda bisa nyumbang 1 miliar, saya juga nyumbang, selesai semua ini," pungkasnya.
(sar/nvl)