Masjid Tua Lamuru di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) dibangun pada tahun 1896 sebagai tempat beribadah umat Islam di wilayah tersebut. Meski tak lagi digunakan, bangunan bergaya kuno ini masih mempertahankan bentuk aslinya.
Karena dibangun pada tahun 1896, Masjid Tua Lamuru ini memiliki tampilan khas bangunan kuno Indonesia yang sangat sederhana. Beberapa bagian masjid juga menampilkan corak kebudayaan pra-Islam, khususnya Hindu-Budha.
Dilansir dari situs Dinas Kebudayaan Bone Masjid Tua Lamuru, pengaruh Hindu-Budha pada bangunan masjid ini dapat terlihat dari bentuk atapnya yang bertingkat. Pada masa kebudayaan Hindu-Budha, bentuk atap bertingkat ini disebut meru yang dianggap sebagai bangunan suci tempat para dewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggunaan atap bertingkat kerap digunakan pada sebuah masjid di masa awal Islamisasi. Penggunaan atap model ini dengan tujuan memudahkan air meluncur ke bawah apabila hujan. Selain itu juga sebagai ventilasi yang dapat memasukkan udara dingin ke dalam masjid apabila panas.
Dalam pantauan detikSulsel, Masjid Tua Lamuru ini memiliki delapan jendela serta tiga pintu masing-masing mengarah ke utara, timur, dan selatan. Jendela, pintu, maupun dinding masjid terbuat dari kayu ulin.
Polisi Khusus (Polsus) Cagar Budaya Makassar Ahmad Yani menjelaskan, pada awal dibangun, masjid ini dibuat dengan bahan dari tumpukan gelondongan potongan pohon yang diikat menggunakan ijuk kemudian dijadikan dinding. Mulanya atap masjid juga terbuat dari ijuk, namun kini sudah diganti menggunakan seng.
Serambi atau lego-lego masjid ini terbuat dari kayu. Ahmad menjelaskan, sebagian besar bangunan Masjid Lamuru masih mempertahankan bentuk aslinya.
"Bahannya semua asli, temboknya masih asli, ada mimbar di dalam masih asli. Hanya atapnya sudah diganti seng pada tahun 1937 saat direnovasi menjadi musala," kata Polisi Khusus (Polsus) Cagar Budaya Makassar Ahmad Yani saat ditemui detikSulsel di Lamuru, Kamis (30/3/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa masjid ini pernah dipugarkan kisaran tahun 90-an sehingga sejumlah bagian melenceng dari beberapa bahan aslinya. Namun masjid ini masih dilestarikan hingga kini.
Masjid Lamuru dari Masa ke Masa
Masjid Tua Lamuru di Kabupaten Bone dibangun pada tahun 1896 di masa pemerintahan Datu Lamuru ke V La Cella Matinroe Ri Tengana Soppeng yang merupakan Datu Lamuru pertama yang memeluk agama Islam. Masjid tersebut dibangun sebagai tempat beribadah umat Islam di Kerajaan Watang Lamuru
Ahmad menjelaskan, mulanya bangunan ini hanya berupa sebuah tempat beribadah atau langgara yang dibuat dari tumpukan gelondongan potongan pohon yang diikat menggunakan ijuk yang dijadikan dinding.
"Awalnya ini adalah Langgara atau tempat rumah ibadah. Itu setelah masuknya Islam di Lamuru," katanya.
Langgara saat itu tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah umat muslim, melainkan juga sebagai pusat pengajaran Islam oleh para pemuka agama.
"Langgara dulu dibuat selain dari pada tempat beribadah juga digunakan para syekh bermusyawarah dalam mengajarkan agama Islam. Pada saat itu banyak masyarakat Lamuru yang memeluk agama Islam," sebutnya.
Bangunan tersebut kemudian diganti menjadi musala pada tahun 1937 seiring dengan bertambahnya jumlah pemeluk agama Islam di wilayah itu. Musala yang dibangun saat itu mempunyai beberapa tiang dan hanya beratapkan ijuk tanpa dinding.
"Pada tahun 1937 umat Islam di Lamuru mengganti rumah besar tersebut sebagai musala. Karena sudah banyaknya orang memeluk Islam," sebut Ahmad.
Musala tersebut masih digunakan hingga tahun 1980-an hingga akhirnya diubah menjadi masjid. Panjang sisi masjid itu pada bagian depan ke barat 20,7 meter, samping kiri 48,65 meter, bagian belakang ke timur 33,7 meter, bagian samping kanan 56,10 meter.
![]() |
Namun, saat ini Masjid Lamuru tak lagi difungsikan sebagai tempat beribadah. Masyarakat Lamuru telah membangun sebuah masjid 'pengganti' yang dapat menampung lebih banyak jemaah tepat di samping masjid kuno tersebut.
"Warga Lamuru sudah membangun masjid tepat di samping masjid tua itu yang lebih besar dan lebih megah," ungkap Ahmad.
Meski tak lagi digunakan, Masjid Lamuru masih dilestarikan dan masuk daftar bangunan cagar budaya. Masjid tersebut kini menjadi milik kebudayaan atas pengawasan dan dibina langsung oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel.
(urw/asm)