Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman tengah mengkaji kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang memicu demonstrasi di Kabupaten Bone. Andi Sudirman menilai kebijakan Pemkab Bone tersebut imbas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya ketidaksesuaian objek pajak.
Diketahui, gelombang protes mencuat setelah adanya isu kenaikan PBB-P2 di Bone mencapai 300%. Pemkab Bone telah menepis informasi itu dengan mengklaim kenaikannya hanya mencapai 65% merujuk dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Memang ada temuan juga dari BPK terkait masalah ada tanah, yang selama ini dipajaki tanah, padahal itu rumah. Banyak rumah-rumah mewah di sana 5-4, (tapi) satu surat kemudian (bayar) PBB-nya cuma tanah," ungkap Andi Sudirman usai upacara HUT ke-80 RI di Rujab Gubernur Sulsel, Minggu (17/8/2025).
Andi Sudirman menganggap, Pemkab Bone dalam posisi dilematis dalam menerapkan kebijakan tersebut. Di satu sisi pemerintah daerah tengah berupaya menegakkan keadilan pajak.
"Memang dilema juga. Selama ini bertahun-tahun, puluhan tahun hanya bayar PBB tanah. Di satu sisi tidak ada (bayar) bangunannya, padahal sudah mewah bangunannya. Itu banyak ditemukan seperti itu," paparnya.
Dia menyadari aksi demonstrasi bagian dari aspirasi warga yang menuntut kejelasan akan kebijakan pemerintah. Andi Sudirman menganggap aksi unjuk rasa menjadi momentum pemerintah daerah mengkaji ulang kebijakannya.
"Memang ketika ada begitu (demo) karena ada respons yang harus kita menjadikan sebagai, mereviu kembali apa yang kebijakan yang dibutuhkan kembali masyarakat. Itu (demo) tidak ada masalah," beber Andi Sudirman.
Pemprov Sulsel akan mengawal persoalan ini meski kenaikan PBB-P2 merupakan kewenangan Pemkab Bone. Pihaknya akan mengkoordinasikan hal ini ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Kita akan mengkaji kembali bahwa memang ini belum terlaksana karena ada temuan, tapi kita akan berkoordinasi kembali. Bagaimana kemudian arahan pusat, tentu kita akan ikut," imbuhnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bone, Muh Angkasa sedianya telah memaparkan alasan di balik kenaikan PBB-P2 sebesar 65% tahun ini. Dia berdalih kenaikan ini menyesuaikan zona nilai tanah (ZNT) yang diatur BPN.
"Total kenaikannya sekitar 65% akibat dari pada penyesuaian zona nilai tanah dari BPN. Jadi tidak ada itu kenaikan 300%. Penyesuaian yang terjadi saat ini bukan kenaikan tarif pajak," tegas Angkasa kepada detikSulsel, Selasa (12/8).
Angkasa menjelaskan, ZNT di Bone tidak pernah diperbarui selama 14 tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan nilai jual objek pajak (NJOP) masih rendah bahkan ada yang mencapai Rp 7.000 per meter.
Harga tersebut dinilai sudah tidak relevan lagi dengan kondisi riil saat ini. Angkasa kemudian menyinggung atensi BPK yang menyebut nilai tanah di Bone masih di bawah harga wajar.
Menurut Angkasa, kenaikan ini justru memberikan keadilan pajak agar ZNT yang selama ini nilainya rendah, disesuaikan hingga setara dengan harga tanah sebenarnya. Faktor luas lahan turut mempengaruhi besar pajak.
"BPK sudah memberikan catatan kepada Kabupaten Bone untuk dilakukan pemutakhiran data bumi. Setelah penyesuaian, nilai tanah menjadi lebih wajar sesuai harga pasar," ujar Angkasa.
Sementara itu, Ketua DPRD Bone Andi Tenri Walinonong justru heran dengan kenaikan tarif PBB-P2 itu. Dia meminta hal ini dikaji ulang karena Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) masih tertahan untuk disepakati.
"Kenaikan PBB-P2 ini kami baru tahu dua hari yang lalu, karena tidak ada koordinasi terkait kenaikan hal ini terhadap DPRD. Kenapa sampai hari ini kami belum menyetujui RPJMD karena di dalamnya ada kenaikan PBB-P2 yang belum jelas kajiannya," kata Andi Nonong saat dihubungi, Rabu (13/8).
(sar/ata)