Parepare -
Kejaksaan Negeri (Kejari) Parepare melakukan perlawanan dengan mengajukan kasasi terhadap putusan majelis hakim yang memvonis bebas Andi Jamil, terdakwa pencabulan anak atau siswi taman kanak-kanak (TK). Putusan itu turut membuat pihak keluarga berencana melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Parepare ke Komisi Yudisial.
Putusan diketok majelis hakim dalam sidang yang digelar di PN Parepare, Selasa (28/5/2024). Dalam putusannya, hakim menyatakan Terdakwa Andi Jamil tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencabulan.
"Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan Penuntut Umum," kata hakim dalam amar putusannya dilansir detikSulsel dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Parepare.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duduk sebagai ketua majelis hakim Mochammad Rizqi Nurridlo dengan anggota Restu Permadi dan Risang Aji Pradana. Dalam putusannya, hakim menyatakan memberitahukan Terdakwa dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan itu.
"Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," kata majelis hakim dalam putusannya.
Jaksa Tempuh Upaya Kasasi
Kasi Intel Kejari Parepare Sugiharto menegaskan JPU akan melakukan perlawanan atas vonis hakim. Pihaknya akan menempuh upaya kasasi ke Mahkamah Agung.
"Kalau kami jaksa hukum akan menempuh hukum kasasi," tegas Sugiharto kepada detikSulsel, Rabu (29/5).
Sugiharto menilai putusan hakim hanya berdasarkan pengakuan terdakwa. Padahal, kata dia, alat bukti untuk menjerat terdakwa lengkap.
"Alasannya katanya karena bukan dia (terdakwa) yang cabuli. Tapi kalau kami tidak bisa pakai dasar keterangan terdakwa karena kalau kita pakai keterangan terdakwa, semua perkara bebas," paparnya.
Sugiharto menambahkan, jaksa sebelumnya menuntut terdakwa dengan Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
"Di tuntutan itu kami pakai Pasal 81 ayat 2 ancaman hukuman 15 tahun sementara vonisnya itu vonis bebas," beber Sugiharto.
Keputusan majelis hakim PN Parepare membuat orang tua korban meradang. Pihak keluarga selaku penggugat merasa kecewa dengan vonis bebas terhadap terdakwa pencabulan.
"Sangat kecewa tidak ada keadilan bagi ke kami. Anak saya jadi korban, dia (pelaku) divonis bebas, kenapa bisa seperti itu. Nyata-nyata anakku jadi korban," kata NT yang dikonfirmasi terpisah.
Dia mengatakan, dugaan pencabulan itu terjadi saat anak NT diantar oleh terdakwa pada 16 November 2023. Saat itu, terdakwa selaku orang tua murid juga sedang mengantar anaknya sendiri ke sekolah TK.
"Dia kebetulan juga orang tua murid juga, jadi dia (pelaku) mengantar anaknya ke sekolah. Awalnya itu diakui waktu mengantar anaknya, tetapi langsung pulang," terangnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Namun saat sidang bergulir, hakim menyatakan terdakwa terbebas dari tuduhan dengan alibi istri terdakwa-lah yang mengantar anak korban. Hal ini membuat NT heran lantaran pernyataan pelaku berbeda saat masih diperiksa penyidik kepolisian.
"Ternyata BAP-nya diubah karena bukan dia (pelaku) antar anaknya saat itu, tapi istrinya (pelaku)," paparnya.
NT mengaku menangis saat mendengar putusan vonis bebas terhadap terdakwa dibacakan hakim. Apalagi kini dia dianggap telah memfitnah terdakwa.
"Saya korban, (tetapi) seolah-olah saya fitnah mereka (pelaku). Saya bagaimana fitnah sama mereka, kenal saja tidak. Saya tahu si pelaku ini setelah anakku ada pengakuan anakku (korban). Saya tidak kenal mereka," terangnya.
Majelis Hakim Akan Dilaporkan ke KY
Keluarga korban akan melaporkan majelis hakim yang memvonis bebas terdakwa kasus pencabulan ke Komisi Yudisial (KY). Kuasa hukum korban tengah mempersiapkan administrasinya.
"Kami sebagai kuasa hukum akan menyurat ke Komisi Yudisial terkait kinerja hakim Pengadilan Negeri Parepare yang memutus bebas kasus pencabulan anak di bawah umur," kata kuasa hukum korban, Arni Yonathan kepada detikSulsel, Jumat (31/5).
Arni melanjutkan, pihak keluarga juga akan menyurat ke lembaga perlindungan anak. Pihaknya berharap agar kasus ini bisa mendapatkan atensi secara nasional.
"Kami akan lapor ke lembaga pemerhati anak. Pokoknya lembaga perlindungan anak kami akan menyurat ke sana untuk mendapatkan bantuan perlindungan dan atensi dalam mengawal kasus ini," imbuhnya.
Dia menjelaskan, ada dua pertimbangan yang digunakan hakim untuk memutuskan perkara, yakni fakta persidangan dan hati nurani. Namun Arni menilai, ketiga hakim justru tidak memakai pertimbangan itu.
"Berdasarkan fakta persidangan dia kesampingkan semua fakta, hati nurani hakim di mana? Ini bukan tindak pidana umum. Tapi lex specialis anak di bawah umur yang mana korban anak korban masih TK," tuturnya.
Padahal, lanjut Arni, alat bukti yang menjerat pelaku sudah lengkap. Jaksa penuntut umum juga sudah menyampaikan bukti-bukti itu dalam dakwaan dan tuntutannya.
"Kalau bilang kurang bukti kurang apa? Ada visum, ada visum psikiatrikum ada dari kedokteran jiwa ada. hasil pemeriksaan klinis yang hasilnya memperlihatkan gejala traumatik. Ditemukan gangguan pasca trauma," imbuh Arni.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Alasan Hakim Vonis Bebas Terdakwa
PN Parepare mengungkap majelis hakim memutuskan vonis bebas terhadap terdakwa karena menilai terdakwa tidak berada di tempat kejadian. Hal itu berdasarkan saksi yang meringankan terdakwa saat persidangan.
"Terdakwa ini dia punya alibi keterangan saksi yang mendukung terdakwa pada saat kejadian tidak berada di lokasi atau tempat perkara," kata Jubir PN Parepare Bonita Pratiwi Putri kepada wartawan, Jumat (31/5).
Menurut keterangan saksi, terdakwa saat hari kejadian masih berada di rumahnya mengurus pekerjaan. Keberadaan terdakwa saat itu turut dikuatkan dengan kesaksian dari anak kandung terdakwa sendiri.
"Sementara di jam sama istrinya terdakwa yang mengantarkan ke sekolah. Lalu kemudian kenapa terdakwa itu masih ada di rumah karena dia punya orderan dia harus mengantarkan orderan," terangnya.
Bonita turut menanggapi tudingan dugaan terdakwa mengubah pernyataannya saat masih diperiksa penyidik. Namun dia berdalih berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian tidak serta merta menjadi acuan majelis hakim memutus perkara.
"Jadi untuk berita acara penyidik itu tidak bisa dijadikan suatu patokan buat majelis hakim. Memang betul BAP itu adalah suatu surat yang perlu dipertimbangkan majelis hakim, namun apabila disandingkan dengan berita acara persidangan itu menjadi fakta hukum," papar Bonita.
Pihaknya pun tidak mempermasalahkan adanya perlawanan terhadap putusan hakim. Dia pun mengajak semua pihak ikut terlibat mengawal kasus ini.
"Jadi kami pengadilan secara terbuka apapun upaya hukum, itu boleh dilakukan. Termasuk upaya hukum terhadap putusan bebas kami. Jadi kalau mau melakukan upaya hukum sah-sah saja. Kami tidak melarang itu," jelasnya.
Simak Video "Video Eks Kapolres Ngada Tersangka Pencabulan Diserahkan ke Kejari Kupang"
[Gambas:Video 20detik]