Polres Maros mengusut dugaan kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) di balik kasus perusakan kawasan hutan lindung mangrove di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel). Lahan hutan mangrove seluas 6 hektare yang dibabat kemudian diubah menjadi empang atau tambak ikan.
Kawasan hutan mangrove jenis api-api alias avicennia tersebut berada di pesisir Pantai Kuri Caddi, Dusun Kurilompo, Kecamatan Marusu, Maros. Warga berinisial AM dilaporkan atas kasus dugaan perusakan tanaman yang dilindungi tersebut.
"Terlapornya inisial AM yang mana bersangkutan merupakan warga sekitar lokasi. Berdasarkan keterangan dari terlapor ini, yang bersangkutan ingin membuka tambak ikan," ungkap Kasat Reskrim Polres Maros Iptu Aditya Pandu kepada detikSulsel, Jumat (24/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Unit Tipidter Satreskrim Polres Maros telah turun melakukan pemeriksaan di lokasi. Aditya sudah meminta keterangan warga inisial AM yang mengklaim kepemilikan lahan mangrove tersebut dengan modal SHM.
"Setelah kami kumpulkan informasi, lahan tersebut sertifikat hak milik dari terlapor. Sementara ini kami pun masih mendalami peristiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove," tuturnya.
Pihaknya turut menggandeng ahli lingkungan untuk mengusut kasus tersebut. Pasalnya, mangrove tersebut diketahui sudah tumbuh lebih dulu sebelum SHM diterbitkan.
"Memang diketahui tanaman mangrove ini sudah ada lama sebelum SHM ini ada, tidak mungkin mangrove dikelola secara garapan yang mana diketahui itu adalah tanaman yang dilindungi," tutur Aditya.
Aditya menuturkan, kasus dugaan perusakan hutan mangrove sudah naik tahap penyidikan sejak November 2024. Hutan mangrove tersebut ditebang menggunakan gergaji mesin.
"Dugaan perusakan mangrove dengan cara dipotong menggunakan gergaji mesin. Berdasarkan penghitungan kerusakan lingkungan, ditemukan kurang lebih 6 hektare yang telah dilakukan perusakan," paparnya.
Dia menegaskan, mangrove jenis api-api merupakan tanaman yang dilindungi. Aktivitas yang berujung pada perusakan mangrove tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana.
"Kita ketahui mangrove merupakan habitat hewan laut yang berdasarkan undang-undang mangrove api-api ini merupakan tanaman yang dilindungi," beber Aditya.
Sementara itu, Kanit Tipidter Satreskrim Polres Maros Iptu Wawan mengungkapkan, sejumlah saksi sudah diperiksa dalam kasus itu mulai dari terlapor, ahli lingkungan, hingga aparat desa dan dusun setempat. Pembabatan hutan mangrove terjadi sejak awal 2024 lalu.
"Itu terpetak-petak pada saat itu juga saat dia melakukan pembabatan di awal tahun 2024. Sudah begitu bentuknya, sudah terpetak-petak untuk dibuatkan tambak ikan," kata Wawan kepada wartawan, Sabtu (25/1).
Dari keterangan ahli, kawasan hutan mangrove di pesisir Pantai Kuri Caddi Maros sudah masuk ekosistem yang dilindungi. Namun warga inisial AM selaku terlapor mengklaim SHM di atas lahan miliknya sudah terbit 2009 lalu.
"Dari pemeriksaan saksi terlapor, SHM-nya itu tahun 2009. Pemeriksaan dari ahli tata ruang bahwa lokasi tersebut pada 2012 masuk dalam kawasan ekosistem lindung mangrove," ungkapnya.
Polres Maros belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut karena masih mengumpulkan bukti dan mendalami keterangan saksi. Penyidik akan berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Dibuatkan laporan informasi untuk koordinasi dengan Dinas PUPR bidang tata ruang, koordinasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulsel dan ke BPN," pungkasnya.
(sar/sar)