"Itu terpetak-petak pada saat itu juga saat dia melakukan pembabatan di awal tahun 2024. Sudah begitu bentuknya sudah terpetak-petak untuk dibuatkan tambak ikan," kata Kanit Tipidter Satreskrim Polres Maros Iptu Wawan kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).
Wawan mengaku pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi di kasus dugaan perusakan hutan mangrove jenis api-api tersebut. Terlapor inisial AM juga sudah dimintai keterangan.
"Kami undang klarifikasi semua termasuk saksi terlapor, ahli, tukang yang membabat, warga sekitar pemerintah desa pemerintah dusun," tuturnya.
"Dari pemeriksaan saksi terlapor, SHM-nya itu tahun 2009. Pemeriksaan dari ahli tata ruang bahwa lokasi tersebut pada 2012 masuk dalam kawasan ekosistem lindung mangrove," tambah Wawan.
Kasus dugaan perusakan tersebut kini telah naik ke tahap penyidikan. Namun penyidik masih mengumpulkan sejumlah bukti terkait kasus tersebut.
"Modusnya membabat dulu baru dijadikan empang. Pada saat itu dibabat belum sempat dijadikan empang tapi sudah ada petak-petaknya," tuturnya.
Wawan kembali menegaskan bahwa mangrove jenis api-api alias Avicennia Marina merupakan tanaman yang dilindungi. Perusakan terhadap kawasan tersebut merupakan tindak pidana.
"Ditetapkan ekosistem lindung mangrove jadi ada kegiatan dibolehkan dan tidak dibolehkan kalau dilakukan tidak dibolehkan itu melanggar aturan aturan dan ada pidananya," sebut Wawan.
Sebelumnya diberitakan, Polres Maros melakukan penyidikan terhadap dugaan pembalakan hutan mangrove di Pantai Kuri Caddi, Dusun Kurilompo, Kecamatan Marusu. Hutan tersebut dibabat menggunakan gergaji mesin.
"Ada dugaan perusakan mangrove dengan cara dipotong menggunakan gergaji mesin. Berdasarkan penghitungan kerusakan lingkungan, ditemukan kurang lebih 6 hektar yang telah dilakukan perusakan," ujar Kasat Reskrim Polres Maros Iptu Aditya Pandu DS kepada wartawan.
(sar/hmw)