Seorang staf kampus UIN Alauddin Makassar berinisial M meninggal dunia setelah namanya disebut dalam kasus sindikat percetakan dan peredaran uang palsu. M diduga syok setelah mengetahui sindikat uang palsu tengah diselidiki polisi.
Polisi diketahui mengusut kasus sindikat uang palsu sejak Selasa (26/11). Belakangan polisi menemukan petunjuk dugaan keterlibatan oknum kampus, termasuk dugaan keterlibatan M. Saat itulah M diduga syok berujung meninggal dunia.
"Kan itu katanya informasinya syok begitu tahu polisi ketahui kejadian itu," ujar Kapolres Gowa AKBP Rheonald T. Simanjuntak kepada detikSulsel, Kamis (19/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Rheonald menekankan M belum menjadi tersangka di kasus ini. Dugaan keterlibatan M bahkan tidak tertuang dalam berkas penyelidikan dan penyidikan lantaran dia belum pernah diperiksa oleh tim penyidik.
"Kami kan kalo ini yang sudah meninggal, kami kasihan makanya kami tidak faktakan itu dalam temuan kami," katanya.
"Tapi kami temukan keterangan itu (M disebut terlibat), namun tidak kami tuliskan secara apa, fakta itu dalam hasil penyelidikan kami, karena sudah meninggal kodong," sambungnya.
Pihak kampus sendiri turut membenarkan M telah meninggal dunia pada Sabtu (7/12) lalu. M meninggal dunia terhitung 11 hari sejak polisi menerima laporan peredaran uang palsu dari salah satu tersangka di Kecamatan Pallangga pada Selasa (26/11) lalu.
Kendati membenarkan M yang meninggal dunia merupakan staf kampus, pihak kampus menekankan tidak mengetahui sama sekali soal adanya informasi dugaan keterlibatan M. Pihak kepolisian disebut tidak memberikan informasi soal dugaan keterlibatan M.
"Saya tidak tahu persis ya (soal informasi dugaan keterlibatan M). Pimpinan, Pak Rektor, terkait dengan tindakan hukum itu dipercayakan kepada pihak yang berwenang dalam hal ini kepolisian," ujar Kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kaswad Sartono kepada detikSulsel, Sabtu (21/12).
Menurut Kaswad, pihak kampus hanya menerima informasi dari kepolisian soal keterlibatan Andi Ibrahim dan MN. Dia menekankan tak ada penyampaian informasi soal dugaan keterlibatan M.
"Jadi pada saat konferensi pers, itu tersangka cuma 2 orang, sampai hari ini belum ada penyampaian (dugaan keterlibatan staf lain dari UIN Alauddin Makassar)," katanya.
Andi Ibrahim Otak Sindikat Uang Palsu
Polisi mengatakan peran ke-17 tersangka cukup beragam, yakni ada yang memproduksi uang palsu dan ada juga yang mengedarkan. Sementara Andi Ibrahim yang merupakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar selama ini menjadi otak sindikat uang palsu.
"17 orang ini perannya berbeda-beda, ya tapi peran sentralnya ada di saudara AI," ungkap Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan Wibisono kepada wartawan di Mapolres Gowa, Kamis (19/12).
Polisi mengungkap 98 item barang bukti dari Andi Ibrahim Cs. Satu di antaranya merupakan mesin cetak uang palsu yang didatangkan dari China dengan harga Rp 600 juta.
"Mesin cetaknya dibelinya di Surabaya, tapi barang dari China, nilainya Rp 600 juta harganya," kata Yudhiawan.
Selain itu, polisi turut menyita surat berharga negara (SBN) dan sertifikat deposit Bank Indonesia (BI) sebagai barang bukti kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar. Kedua barang bukti tersebut memiliki nilai hingga ratusan triliun rupiah.
"Ada satu lembar kertas foto kopi sertifikat of deposit BI nilainya Rp 45 triliun. Juga ada kertas surat berharga negara (SBN) senilai Rp 700 triliun," ujar Yudhiawan Wibisono.
Yudhiawan mengatakan alat bukti yang disita tersebut cukup menarik. Menurutnya, kedua alat bukti yang disita juga perlu penjelasan lebih lanjut dari pihak BI.
"Nah ini ada yang menarik juga, nanti perlu kita minta penjelasan Kepala perwakilan BI apakah (betul atau tidak)," katanya.
Selain surat berharga dan sertifikat deposit, polisi juga menyita ratusan lembar mata uang Vietnam (VND). Kemudian ada pula mata uang Korea Selatan (KRW).
"Ada mata uang Korea 1 lembar sebesar 5.000 Won, ada mata uang Vietnam sebanyak 111 lembar sebanyak 500 Dong," ujar Yudhiawan.
Selain itu, tim penyidik juga menyita mata uang rupiah. Menurut Yudhiawan, mata uang rupiah tersebut memiliki tahun emisi yang berbeda-beda.
"Mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar, yaitu pecahan Rp 100 ribu, kemudian mata uang (rupiah) emisi 99 sebanyak 6 lembar Rp 100 ribu," kata Yudhiawan.
"Kemudian ada 234 lembar ini pecahan Rp 100 ribu dan belum terpotong, jadi ada yang bentuk lembaran nanti dipotong-potong," sambungnya.
(hmw/hmw)