Polisi membongkar sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu yang beroperasi di gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Polisi menetapkan total 17 tersangka dengan barang bukti bernilai ratusan triliun rupiah.
Kasus ini bermula saat salah satu pelaku membayar cicilan sepeda motor di salah satu perusahaan leasing di Jalan Pelita Lamengi, Kelurahan Bontoala, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Selasa (26/11). Polisi yang menerima laporan pun turun tangan hingga akhirnya mengungkap sindikat ini.
Dirangkum detikSulsel, Jumat (20/12/2024), berikut 12 fakta kasus sindikat pabrik uang palsu di UIN Alauddin Makassar:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Daftar 17 Tersangka Pabrik Uang Palsu
Total 17 tersangka kasus pabrik uang palsu sindikat UIN Alauddin Makassar diketahui memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Jumlah tersangka disebut masih bisa bertambah sebab polisi masih memburu sejumlah DPO yang diduga jaringan sindikat pabrik uang palsu tersebut.
"Tersangka kita tangkap ada 17 orang. Ini masih bisa bertambah," kata Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan saat konferensi di Mapolres Gowa, Kamis (19/12/2024).
Ke-17 tersangka dijerat Pasal 36 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan Pasal 37 ayat 1 dan 2 UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Para pelaku terancam ancaman pidana paling lama 10 tahun hingga seumur hidup.
Berikut daftar tersangka kasus pabrik uang palsu sindikat UIN Alauddin Makassar:
1. Andi Ibrahim, 54 tahun (Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar)
2. MN, 40 tahun (Staf kampus UIN Alauddin Makassar)
3. MS, 52 tahun (Orang yang pertama kali memproduksi uang palsu)
4. IR, 37 tahun (Oknum karyawan bank)
5. AK, 50 tahun (Oknum karyawan bank)
6. TA, 52 tahun (Oknum ASN Pemprov Sulbar)
7. MMB, 40 tahun (Oknum Pemprov Sulbar)
8. SM, 58 tahun (Oknum ASN)
9. SI, 55 tahun (Oknum ASN)
10. AA, 42 tahun, sebelumnya disebut 22 tahun. (Pencetak benang pengaman uang palsu)
11. SW, 35 tahun
12. KN, 48 tahun
13. JB, 68 tahun
14. S, 60 tahun
15. IH, 42 tahun
16. M, 37 tahun
17. R, 49 tahun
2. Kepala Perpustakaan Andi Ibrahim Otak Sindikat Uang Palsu
Polisi mengatakan peran ke-17 tersangka cukup beragam, yakni ada yang memproduksi uang palsu dan ada juga yang mengedarkan. Sementara Andi Ibrahim sendiri menjadi otak sindikat uang palsu ini.
"17 orang ini perannya berbeda-beda, ya tapi peran sentralnya ada di saudara AI," ungkap Yudhiawan.
Menurut Yudhiawan, tersangka yang mengedarkan biasanya membeli uang palsu terlebih dahulu. Mereka yang mengedarkan akan mendapatkan keuntungan hingga 100 persen dari nilai uang palsu yang dibelinya.
"Nah uang palsu perbandingannya satu banding dua. Jadi satu asli, dua uang palsu, terus kemudian transaksi ini sudah melalui beberapa tersangka yang lain," tambah Yudhiawan.
3. Keterlibatan 2 Oknum Karyawan Bank
Dua dari 17 tersangka sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar merupakan oknum karyawan bank. Keduanya disebut bekerja pada 2 Bank BUMN yang berbeda.
"Dari 17 tersangka, 2 di antaranya oknum dari bank BUMN Indonesia," ujar Kapolres Gowa AKBP Rheonald T. Simanjuntak saat konferensi pers kasus uang palsu di Mapolres Gowa, Kamis (19/12).
Kedua tersangka masing-masing berinisial IR (37) dan AK (50). Rheonald pun mengungkap peran kedua tersangka tersebut.
"Dia pokoknya masuk dalam perannya transaksi jual beli uang palsu. Dia juga gunakan, dia juga menjual, dia juga membeli," kata Rheonald.
"Jadi kami tidak sebut banknya, karena tidak ada kaitannya. Transaksi ini di luar dari tempat mereka bekerja, jadi hanya statusnya saja," katanya.
4. Uang Palsu Dilengkapi Benang Pengaman
Salah satu tersangka, yakni AA terungkap sebagai pria yang membuat benang pengaman uang palsu. Tersangka AA sendiri ditangkap di Anabanua, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo pada Senin (16/12) sekitar pukul 17.30 Wita.
"Ada kami amankan di Wajo salah satu pelaku pencetak uang palsu di Kampus UIN Alauddin Makassar. Dia perannya pembuat benang uang palsu," ujar Kasat Reskrim Polres Wajo Iptu Alvin Aji Kurniawan kepada detikSulsel, Rabu (18/12).
Menurut Alvin, pelaku ditangkap tanpa melakukan perlawanan. Pelaku pun dijemput tim Polres Gowa untuk ditahan bersama 14 tersangka lainnya.
"Peran AA memang sangat penting. Dia berperan sebagai pencetak garis benang tengah pada uang kertas," ujarnya.
Tersangka AA merupakan anggota dari Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim. AA disinyalir dipekerjakan oleh tersangka Andi Ibrahim
"Dari hasil interogasi, AA mendapat upah senilai Rp 3 juta dari Andi Ibrahim," ujarnya.
Simak di halaman berikutnya: 98 Barang Bukti Bernilai Ratusan Triliun Rupiah...
5. Barang Bukti 98 Item, Termasuk Mesin Cetak dari China
Polisi mengungkap 98 item barang bukti di kasus sindikat uang palsu ini. Satu di antaranya merupakan mesin cetak uang palsu yang didatangkan dari China dengan harga Rp 600 juta.
"Mesin cetaknya dibelinya di Surabaya, tapi barang dari China, nilainya Rp 600 juta harganya," kata Yudhiawan.
"Dari beberapa alat bukti yang lain, ini tinta, ada mesin, ada spare part, kaca pembesar, jumlah total 98 ini," tuturnya.
![]() |
6. Barang Bukti SBN-Surat Deposit BI Bernilai Ratusan Triliun Rupiah
Polisi turut menyita surat berharga negara (SBN) dan sertifikat deposit Bank Indonesia (BI) sebagai barang bukti kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar. Kedua barang bukti tersebut memiliki nilai hingga ratusan triliun rupiah.
"Ada satu lembar kertas foto kopi sertifikat of deposit BI nilainya Rp 45 triliun. Juga ada kertas surat berharga negara (SBN) senilai Rp 700 triliun," ujar Yudhiawan Wibisono.
Yudhiawan mengatakan alat bukti yang disita tersebut cukup menarik. Menurutnya, kedua alat bukti yang disita juga perlu penjelasan lebih lanjut dari pihak BI.
"Nah ini ada yang menarik juga, nanti perlu kita minta penjelasan Kepala perwakilan BI apakah (betul atau tidak)," katanya.
7. Barang Bukti Mata Uang Asing
Selain surat berharga dan sertifikat deposit, polisi juga menyita ratusan lembar mata uang Vietnam (VND). Kemudian ada pula mata uang Korea Selatan (KRW).
"Ada mata uang Korea 1 lembar sebesar 5.000 Won, ada mata uang Vietnam sebanyak 111 lembar sebanyak 500 Dong," ujar Yudhiawan.
Selain itu, tim penyidik juga menyita mata uang rupiah. Menurut Yudhiawan, mata uang rupiah tersebut memiliki tahun emisi yang berbeda-beda.
"Mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar, yaitu pecahan Rp 100 ribu, kemudian mata uang (rupiah) emisi 99 sebanyak 6 lembar Rp 100 ribu," kata Yudhiawan.
"Kemudian ada 234 lembar ini pecahan Rp 100 ribu dan belum terpotong, jadi ada yang bentuk lembaran nanti dipotong-potong," sambungnya.
8. Ada 2 Lokasi Produksi Uang Palsu
Kapolres Gowa AKBP Rheonald T. Simanjuntak mengatakan uang palsu awalnya diproduksi oleh tersangka berinisial AS alias MS di Kota Makassar. Menurut dia, proses pencetakan uang palsu ini masih menggunakan mesin cetak berukuran kecil.
"Atas nama AS (alias MS), itu di Jalan Sunu, Makassar, karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka memesan alat yang lebih besar senilai Rp 600 juta mereka beli di Surabaya namun alat itu dipesan dari China," ujar AKBP Rheonald.
![]() |
Setibanya di Makassar, mesin cetak itu kemudian dibawa ke dalam kampus UIN Alauddin Makassar. Rheonald mengungkap peran kunci Kepala Perpustakaan Andi Ibrahim dalam proses penyelundupan mesin cetak itu ke dalam kampus.
"Alat itu dimasukkan salah satu tersangka, inisial AI, itu ke dalam salah satu kampus di Gowa, yaitu menggunakan salah satu gedung, yaitu perpustakaan dan itu di malam hari," ujar AKBP Rheonald.
Menurut Rheonald, mesin cetak tersebut memang memiliki ukuran yang besar. Selain itu, mesin cetak itu juga sangat berat.
"Dan itu coba kami rekonstruksikan kemarin, dengan 25 personel Polri mengangkat alat itu tidak mampu, jadi menggunakan forklift alat itu masuknya. Masuk dengan forklift, setelah itu didorong yang ada rodanya, yang tadi rodanya 6 sekarang sisa 4, saking beratnya mesin tersebut. Itulah September 2024, TKP 2 mulai dilaksanakan tindak pidana tersebut," katanya.
Simak di halaman berikutnya: Timeline Operasi Sindikat Uang Palsu
9. Timeline Operasi Sindikat Uang Palsu
Polisi mengatakan operasi percetakan dan peredaran uang palsu sudah direncanakan sejak 2010 silam. Namun polisi memastikan hal tersebut masih bersifat rencana awal.
"Timeline pembuatan dan peredaran uang palsu ini dimulai dari Juni 2010, udah lama ini," ujar Irjen Yudhiawan.
Kendati telah ada rencana, operasi percetakan dan peredaran uang palsu belum dilaksanakan. Sindikat ini baru merencanakan kembali pada 2022 lalu.
"Sampai dengan Juni 2022 kembali lagi untuk merencanakan, kemudian Juli 2022 merencanakan lagi pembuatan dan mempelajari lagi. Jadi kalau dilihat dari sekarang, perencanaan pembuatan ini dimulai dari 2022. Kalau 2010 ini masih tahap pengenalan," paparnya.
"Kemudian 2024 kemarin bulan Mei sudah mulai produksi, kemudian sekitar Juni ini sudah ketemu di antara mereka dan juga ada saling bekerja sama di antara mereka juga bagaimana nanti proses pembuatan dan diviralkan melalui grup WA. Jadi ditawar-tawarkan di grup," ucap Yudhiawan.
Lokasi percetakan uang palsu yang pertama di Jalan Sunu, Makassar, awalnya hanya menggunakan mesin cetak berukuran kecil. Lokasi percetakan uang palsu baru berpindah ke gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar setelah para tersangka memperoleh mesin cetak dengan ukuran yang jauh lebih besar.
"Sekitar bulan September 2024, ini berkomunikasi dengan AI untuk mengangkut peralatan untuk kemudian mulai membuat uang palsu di TKP 2 (dalam kampus UIN)," tuturnya.
Lebih lanjut Yudhiawan menjelaskan bahwa sindikat ini telah memproduksi uang palsu dan mengedarkannya pada November 2024.
"Minggu kedua November 2024 ini udah mulai peredaran uang palsu senilai Rp 150 juta, nilai nominal di situ. Kemudian ada juga menyerahkan uang palsu Rp 250 juta," papar Yudhiawan.
"Yang terakhir sebelum ditangkap kemarin menyerahkan uang palsu Rp 200 juta dan menyembunyikan aktivitas. Karena mereka sempat tahu kalau polisi melakukan penyelidikan," sambungnya.
10. Kapolda Respons Isu Uang Palsu Dipakai Buat Pilkada
Irjen Yudhiawan juga sempat buka suara soal isu uang palsu yang diproduksi di kampus UIN Alauddin Makassar digunakan untuk Pilkada di Sulsel. Dia membenarkan uang palsu tersebut sempat akan dipakai tersangka untuk mencalonkan di Pilkada Barru 2024.
"Ini cukup menarik ya. Jadi tersangka ini mengajukan proposal pendanaan pilkada di Barru, tapi nggak jadi," katanya.
Kendati demikian, polisi tidak menjelaskan siapa tersangka yang dimaksud. Dia hanya menyebut jika uang palsu batal digunakan untuk pilkada karena yang bersangkutan tidak mendapatkan partai untuk maju ke Pilkada Barru.
"Uang-uang yang dicetak akan dipakai untuk itu (Pilkada), tapi tidak jadi. Tidak ada partai yang menyalonkan," bebernya.
11. Polisi Usut Pelaku Lain
Polisi memastikan pihaknya masih mengusut pelaku lain dengan menetapkan sejumlah DPO. Namun polisi mengakui pengejaran DPO tersebut membutuhkan waktu.
Kapolres Gowa AKBP Rheonald awalnya menjelaskan bahwa Andi Ibrahim selaku otak sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu belum sepenuhnya terbuka terkait kasus ini. Andi Ibrahim terkesan menutup-nutupi sejumlah informasi yang ditanyakan oleh penyidik.
"Belum sepenuhnya terbuka terkait kasus sindikat uang palsu," ujar Rheonald.
Menurut Rheonald, Andi baru memberikan keterangan cukup gamblang jika tim penyidik menemukan bukti terkait informasi yang ditanyakan. Dia kemudian menyinggung Andi Ibrahim terkesan menutup-nutupi saat penyidik mendalami peran dari sejumlah DPO kasus ini.
"Jadi kami butuh, apa, yang orang-orang kami DPO-kan, orang-orang yang kami cari ini sekongkolannya, dan kami mau membuat dia cerita segamblang-gamblangnya," katanya.
12. BI Sulsel Apresiasi Polisi Ungkap Sindikat Uang Palsu
Kepala Perwakilan BI Sulsel Rizki Ernadi Wimanda sendiri mengapresiasi upaya polisi membongkar sindikat ini. Dia menyinggung adanya indikasi uang palsu yang dicetak para pelaku telah beredar luas di masyarakat.
"Dalam hal ini Polres Gowa untuk mengungkap sindikat jaringan pembuat dan pengedar uang palsu. Jadi uang palsu yang ditemukan di sini ini seperti gunung es, permukaannya saja tetapi yang beredar mungkin sudah banyak. Kita tidak tahu," kata Rizki.
Dia menekankan BI Sulsel merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengelola uang, seperti merencanakan, mencetak, menarik, mencabut, memusnahkan, dan mengeluarkan. Hal itu diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Jadi kalau ada masyarakat atau organisasi tertentu yang mencetak, apalagi mengedarkan uang selain yang dicetak oleh Bank Indonesia, itu adalah tindakan kriminal dan ancamannya sudah disampaikan oleh Pak Kapolda 10 tahun sampai seumur hidup dan dendanya Rp 10 miliar sampai Rp 100 miliar," katanya.