Kasus persetubuhan ABG berusia 15 tahun yang melibatkan oknum Brimob bersama 10 orang pria di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) segera bergulir di persidangan. Kesebelas tersangka kini dalam proses pelimpahan ke Pengadilan Negeri (PN) Parimo secara bertahap.
Diketahui, kasus persetubuhan ini terjadi sejak April 2022 sampai dengan Januari 2023. Perkara ini terungkap setelah orang tua korban melapor ke polisi.
"Pelapor orang tua dari pada korban," kata Kapolres Parimo AKBP Yudy Arto Wiyono, Jumat (26/5).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbuatan para tersangka mengakibatkan korban trauma. Bahkan harus menjalani operasi karena tumor di rahimnya.
"Akibat dari pada persetubuhan tersebut korban ini mengalami trauma baik trauma psikis," tuturnya.
Dilansir dari detikcom, Selasa (29/8/2023), berikut jejak kasus oknum Brimob bareng 10 pria setubuhi ABG di Parimo:
Awal Mula ABG Disetubuhi 11 Pria
Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho menuturkan para pelaku saling mengenal karena biasa berkumpul di bekas rumah adat tempat korban bekerja sebagai pelayan memasak makanan. Korban digaji oleh salah satu tersangka berinisial ARH yang merupakan ASN guru SD.
Kemudian korban bersetubuh dengan pria berinisial F yang saat itu merupakan pacarnya. Korban saat itu mau menerima ajakan F untuk bersetubuh karena diimingi uang oleh F.
"Korban mau mengikuti keinginan saudara F karena diiming-imingi dengan sejumlah uang tertentu sehingga korban melakukan," jelasnya.
Lebih lanjut, Agus menerangkan F lantas menceritakan ke orang lain. Hal tersebut pun sampai ke telinga pelaku lainnya yang juga ingin menyetubuhi korban.
"Celakanya saudara F yang sebelumnya pacar dari korban menginformasikan hal ini kepada teman-temannya yang lain yang biasa mangkal di bekas rumah adat tersebut, (korban) bisa dibayar dengan uang," terang Agus.
Pelaku lainnya pun mulai mendekati korban dengan iming-iming memberi imbalan. Bahkan salah satu pelaku mengaku siap bertanggung jawab jika korban sampai hamil.
"Ada yang akan memberikan sebuah handphone, ada yang memberikan baju, ada yang bahkan sampai berani mengatakan seandainya korban hamil, dia siap bertanggungjawab menikahinya," jelasnya.
11 Pelaku dari Latar Profesi Berbeda
Agus menuturkan 11 pelaku memiliki latar belakang profesi dan pekerjaan yang berbeda. Salah satu pelaku merupakan oknum brimob berinisial NPS.
"Oknum anggota polri bertugas di mana, bertugas di sana Parimo," sebut Agus.
Adapun 11 pelaku persetubuhan ABG ini, sebagai berikut:
- HR alias Pak Kades berusia 43 tahun, salah satu kades di wilayah Kabupaten Parigi Moutong;
- ARH alias Pak Guru berusia 40 tahun, dia adalah seorang ASN, seorang guru SD;
- RK alias A berusia 47 tahun, wiraswasta;
- AR alias R berusia 26 tahun, petani;
- MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan;
- FN berusia 22 tahun, mahasiswa;
- K alias DD, 32 tahun, petani;
- NPS yang berprofesi sebagai anggota Polri.
- AW, karyawan swasta.
- AS, karyawan swasta.
- AK, karyawan swasta.
Agus juga mengungkapkan 5 peran tersangka, yakni:
- Tersangka MT melakukan persetubuhan sebanyak 2 kali sejak Desember 2022 hingga Januari 2023;
- Pelaku ARH sebanyak 6 kali sejak April 2022-Januari 2023;
- Pelaku AR melakukan persetubuhan 4 kali di Penginapan S dan Penginapan C sejak Mei 2022-Desember 2022;
- Pelaku AK melakukan 4 kali sejak Desember 2022-Januari 2023;
- Pelaku HR 2 kali di April 2022-Desember 2022.
Persetubuhan di 6 TKP Berbeda
Agus mengungkap para pelaku menyetubuhi korban di waktu yang berbeda dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023. Persetubuhan itu dilakukan di enam TKP yang berbeda.
"Dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda-beda, dilakukan secara berdiri sendiri, tidak bersamaan oleh 11 pelaku ini," jelasnya.
Namun Agus tidak merinci detail waktu persetubuhan tersebut. "Sebagaimana sudah saya sampaikan di muka tadi, waktu berbeda, ada 6 TKP," jelasnya.
Adapun enam TKP persetubuhan itu:
- Di rumah tersangka RK;
- Di Sekretariat di Desa, sekretariat adat tempat korban bekerja;
- Di penginapan C di Desa Sausu;
- Di penginapan LH dan S di Desa Sausu;
- Di pinggir sungai Desa Sausu;
- Di rumah pondok kebun di Desa Sausu.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Polisi Ungkap Kasus ABG Bukan Pemerkosaan
Agus menjelaskan kasus ini bukan pemerkosaan lantaran korban tidak mendapat ancaman. Para pelaku mengiming-imingi korban akan diberikan uang, baju, hingga handphone.
"Modus operandi yang digunakannya pun bukan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, iming-iming akan diberikan sejumlah uang, akan diberikan sejumlah barang baik itu berupa pakaian, handphone," jelasnya.
Agus menjelaskan alasan dia mengganti istilah 'pemerkosaan' menjadi 'persetubuhan' anak. Hal tersebut karena mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
"Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," tegas Agus.
Agus pun mengungkap ancaman hukuman kasus persetubuhan anak lebih berat dari pemerkosaan. Para pelaku dengan UU Perlindungan Anak UU Nomor 17 Tahun 2016 perubahan UU 23 Tahun 2002 yang diubah dalam UU 25 Tahun 2014, Pasal 81 ayat 2
"Ancaman pidananya di dalam Pasal 81 ayat 2 tersebut jelas dan tegas ancaman pidana minimalnya 5 tahun, ancaman pidana maksimalnya 15 tahun, ini lebih berat daripada Pasal 285 KUHP yang ancaman hukumannya hanya 12 tahun maksimalnya," jelas Agus.
Sorotan Komnas Perempuan-KPAI
Komnas Perempuan lantas menyoroti kasus ABG 15 tahun di Parimo sebagai tindak pidana persetubuhan, bukan pemerkosaan. Pihaknya menegaskan kasus tersebut merupakan kekerasan seksual.
"Komnas Perempuan mengingatkan kembali bahwa setiap aktivitas seksual terhadap anak adalah Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan, dilansir dari detikNews, Kamis (1/6).
Siti menuturkan hal ini dikarenakan korban dianggap belum mampu memberikan persetujuan untuk terlibat dalam perilaku seksual. Pelaku yang merupakan orang dewasa harusnya memberikan perlindungan kepada anak.
"Karena anak dinilai belum mampu memberikan persetujuan secara penuh untuk terlibat dalam aktivitas seksual (non competent consensual). Sehingga kekerasan seksual terhadap anak tidak memerlukan unsur paksaan atau kekerasan," paparnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mewanti-wanti pergeseran subjek yang seolah-olah menganggap ada persetujuan dari ABG di Parimo dalam kasus persetubuhan anak yang dialaminya. Hal ini setelah Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho menegaskan kasus ABG 15 tahun itu bukan pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak di bawah umur.
"Dua hal ya, tidak boleh ada pergeseran subjek seolah-olah korban ada persetujuan, karena tentu persetujuan atau tidak dengan anak merupakan tindak pidana," kata Ketua KPAI Ai Maryati kepada wartawan, Kamis (1/6).
Menurut Ai, korban anak menderita dalam kasus ini. Dia menilai korban kemungkinan takut untuk melaporkan kejadian persetubuhan ini. Hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku.
"Yang harus kita cermati adalah bagaimana peristiwa berulang itu tanpa mampu memutuskan. Ketika misalnya ada bujuk rayu dianggapnya, ya memang gimana ya, mau ngadu takut, kebayang-lah dalam situasi kerentanan psikologinya," sebut Ai.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kondisi Miris ABG Korban Persetubuhan
Pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng, Salma menuturkan korban mengalami trauma akibat persetubuhan yang dialaminya. Korban kritis hingga harus menjalani operasi pengangkatan tumor di dinding rahimnya.
"Intinya dokter tidak akan melakukan secepat ini operasi kalau tidak ada yang kritis," ujar Salma saat dikonfirmasi, Selasa (30/5).
Salma mengatakan korban menjalani operasi di RSUD Undata Palu. Dia mengaku pihaknya masih terus memberikan pendampingan ditemani keluarga korban.
"Iya intinya ada keganasan. Bisa jadi itu tumor karena memang kemarin terdeteksi ada gumpalan. Garis besar (pemeriksaan) ditemukan situasi reproduksinya betul-betul tidak baik," bebernya.
Kondisi korban yang mengkhawatirkan itu membuat keluarganya menjadi ikutan khawatir. Bahkan, keluarga ikut menjadi trauma mengingat sadisnya perkosaan yang dialami korban.
"Kalau saya tidak bisa bicara lebih lagi karena masih trauma dengan keadaan anak saya ini," kata keluarga korban inisial K kepada wartawan.
Penyidik Kesulitan Tersangkakan Oknum Brimob
Oknum perwira Brimob berinisial Ipda NPS menjadi pelaku terakhir yang ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik sempat kesulitan menetapkan oknum Brimob sebagai tersangka karena kekurangan alat bukti dengan alasan keterlibatan oknum polri itu masih sebatas pengakuan korban.
"Memang betul yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka karena khusus untuk yang bersangkutan kita masih minim alat bukti," ujar Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho dalam keterangan persnya di Polda Sulteng, Rabu (31/5/2023).
Belakangan, penyidik sudah tambahan alat bukti berupa keterangan saksi yang mendukung pengakuan korban atas dugaan keterlibatan Ipda NPS. Dengan demikian, Ipda NPS tak dapat lagi mengelak seperti yang dia lakukan sebelumnya.
Oknum Brimob itu pun ditahan usai ditetapkan menjadi tersangka pada Sabtu (3/6). Tersangka langsung diamankan di Mapolda Sulteng.
"Ada saksi yang melihat. Kalau kemarin kan belum ada ini saksi-saksi," ungkap Agus saat dikonfirmasi, Sabtu (3/6).
Keluarga Korban Dapat Tekanan dari Pelaku
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun tangan memberikan perlindungan darurat terhadap gadis ABG 15 tahun korban persetubuhan oknum perwira Brimob Ipda NPS dan 10 pria di Parimo. Perlindungan tersebut diberikan lantaran keluarga korban mendapatkan tekanan dari pelaku
"Ya kita akan berikan perlindungan darurat, karena kami dengar kan ada tekanan juga dari keluarga pelaku atau apa gitu," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dilansir dari detikNews, Sabtu (3/6).
Hasto mengatakan pihaknya telah menerima permohonan perlindungan dari pihak keluarga korban. LPSK akan memberikan perlindungan fisik maupun perlindungan lainnya yang dibutuhkan korban dan keluarganya.
"Ya, permohonan sudah diajukan, karena kebetulan ada tim yang sedang ke Sulawesi Tengah. Kemarin saya sampaikan kalau misalnya perlu perlindungan darurat baik itu fisik atau perlindungan dalam bentuk lain," ujarnya.
Proses asesmen perlindungan dijalankan secara paralel sembari diberikan perlindungan darurat. Keputusan ini diambil karena korban yang masuk kategori usia anak-anak dinilai membutuhkan bantuan medis.
"Terus rupanya setelah tim bertemu dengan keluarga korban yang diperlukan adalah dalam waktu dekat bantuan medis, nanti kami putuskan perlindungan darurat dalam bantuan medis lebih dulu," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
3 Tersangka Persetubuhan Sempat Buron
Tiga tersangka kasus persetubuhan ABG di Parimo sempat buron. Ketiganya baru ditangkap belakangan secara bertahap.
"Kan kemarin buron tiga, sekarang yang dua sudah kita amankan," ujar Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho kepada detikcom, Sabtu (3/6) malam.
Tersangka yang pertama ditangkap adalah AA (27) pada Sabtu (3/6) siang. AA diringkus di rumah keluarganya di wilayah Polres Kutai Timur, Kaltim. Satu tersangka lainnya, yakni AF ditangkap di wilayah Polres Tarakan, Kaltara.
Dari hasil penyidikan, polisi kembali menangkap tersangka AW usai buron selama 2 pekan. AW ditangkap di Kendari pada Jumat (9/6) sekitar pukul 16.40 Wita.
11 Tersangka Segera Diadili di Persidangan
Penyidik kepolisian pun memproses berkas perkara 11 tersangka kasus persetubuhan ABG di Parimo. Para tersangka dilimpahkan secara bertahap ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Parimo.
Penyidik Polda Sulteng lebih dulu melimpahkan tiga tersangka, yakni MT alias E, ARH alias pak guru berstatus ASN, dan AR alias R. Ketiga bahkan sudah dilimpahkan jaksa ke Pengadilan Negeri (PN) Parimo dan akan akan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada pekan depan.
"(Agenda sidang pembacaan) dakwaan pekan depan," terang Kasi Intel Kejari Parimo Irwanto kepada wartawan, Jumat (25/8).
Belakangan, oknum Brimob berinisial Ipda NPS, tersangka persetubuhan gadis berusia 15 tahun baru dilimpahkan ke Kejari Parimo. NPS diserahkan penyidik Polda Sulteng bersama 7 tersangka pria lainnya.
Kedelapan tersangka dan barang bukti dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Parimo pada Senin (28/8) sekitar pukul 09.00 Wita. Tujuh tersangka lain yang diserahkan masing berinisial HR, RK, FN, K, AW, AS dan AK.
"Iya betul (8 tersangka sudah dilimpahkan ke Jaksa)," jelas Kasubbid Penmas Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari kepada wartawan, Senin (28/8).