Gadis ABG berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Mputong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi korban pemerkosaan oknum brimob berinisial HST dan 10 pria lainnya. Dari 11 terduga pelaku, sisa HST yang belum ditetapkan tersangka karena masih didalami penyidik.
Kesepuluh pelaku yang ditetapkan tersangka ialah NT, ARH, AR, AK, FA, DU, AK, AS, AW dan kades HR. Namun, baru 5 orang di antaranya yang dilakukan penahanan oleh penyidik.
"10 tersangka namun 5 yang sudah dilakukan penahanan di Mako Polres dan 5 akan kita panggil untuk dilakukan pemeriksaan namun belum ada konfirmasi. Yang sudah ditahan NT, ARH, AR, AK dan HR," kata Kapolres Parimo AKBP Yudy Arto Wiyono saat dimintai konfirmasi, Jumat (26/5).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikcom, Senin (29/5/2023), berikut fakta-fakta oknum brimob diduga memperkosa ABG bareng 10 pria lainnya:
Kasus Berawal dari Laporan Ortu Korban
Kasus ini terkuak usai korban mengeluh sakit di bagian kemaluan. Korban memberanikan diri menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada orang tuanya pada Januari 2023.
"Januari (2023) itu korban kesakitan baru kemudian dia ngomong sama orang tuanya kalau dia pernah dilakukan demikian dengan sama laki-laki. Dia kasih tau orang tuanya dia rasa ada gangguan, gangguan reproduksinya," kata pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng, Salma, Minggu (28/5).
Kasus ini kemudian dilaporkan orang tua korban ke Polres Parimo. Saat ini 10 dari total 11 terduga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Korban Kenal Pelaku Sejak 2022
Peristiwa memilukan itu mulai terjadi saat korban membawa bantuan logistik dari kampungnya di Poso untuk korban banjir di Parimo. Saat itulah korban berkenalan dengan para pelaku.
"Jadi tahun kemarin (2022) itu ada banjir bandang di Desa Toroe itu kalau tidak salah, di Parimo. Jadi dia (korban dari kampungnya di Poso) ikut bawa bantuan dengan kawannya. Nah di situlah perkenalan dengan para pelaku," ujar Salma.
Salma mengatakan usai menyalurkan bantuan, korban kemudian menginap di salah satu penginapan di Parimo. Korban memilih tidak kembali ke Poso karena dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku.
"Iya jadi dia berinteraksi dengan para pelaku ini terutama itu, Pak Arif (satu dari 11 terduga pelaku) itu yang guru. Dia (Arif) menjanjikan kerja. Diiming-imingi kerja, pekerjaan apa saja, di rumah makan. (Aslinya) tidak ada itu pekerjaan," terangnya.
Mulai saat itu, satu per satu dari 11 terduga pelaku mulai memperkosa korban dengan berbagai imbalan. Para pelaku yang saling mengenal juga membarter korban dengan narkoba jenis sabu, termasuk mengancam korban dengan senjata tajam.
"Menurut korban dia dibarter, cuman belum sempat perjelas dibarter dengan narkoba atau apa cuman dia bilang dibarter, ditukar dia. Kemungkinan yang kami pahami dibarter kemungkinan dibarter dengan narkoba karena diantara pelaku ini ada yang saling kenal kan," kata Salma.
Korban Jalani Perawatan di RS Palu
Gadis malang itu kini dirujuk ke rumah sakit (RS) Palu. Korban disebut mengalami sakit pada bagian perutnya.
"Saat ini (korban) mendapatkan perawatan medis di rumah sakit Palu karena masih mengalami sakit di bagian perut," ujar Kapolres Parimo AKBP Yudy Arto Wiyono kepada wartawan, Sabtu (27/5).
Yudy mengatakan korban sebelumnya sempat dirawat di Rumah Sakit Poso dan Parigi. Hanya saja usai sempat membaik, korban kembali mengeluh sakit dan harus dirujuk ke rumah sakit Palu.
"Sebelumnya di rumah sakit Parigi. Kemudian di rumah sakit Poso. Akibat daripada persetubuhan tersebut korban ini mengalami trauma baik trauma psikis kemudian malu," terangnya.
Fakta lainnya di halaman selanjutnya.
Rahim Korban Terancam Diangkat
Salma juga mengungkap kondisi korban. Dia mengatakan korban saat ini masih dirawat di rumah sakit Palu dan rahimnya terancam diangkat.
"Korban saat ini mengalami insersi akut di rahim dan ada tumor. Dan ada kemungkinan rahim anak ini akan diangkat," ujar Salma kepada detikcom, Sabtu (27/5).
Salma turut mengungkap kondisi korban yang harus kembali mendapatkan perawatan intensif di UGD rumah sakit Palu. Hal itu karena korban kembali mengeluh sakit di bagian perut dan kemaluan.
"Perkembangan terakhir, korban semalam kembali masuk UGD karena mengalami sakit di vagina dan perut, semalam dimasukkan lagi ke UGD," bebernya.
"Iya (kesehatan terganggu usai diperkosa), pastinya iya karena kejadian ini kan setahun lalu kemudian pascakejadian itu anak ini kemudian mengalami gangguan reproduksi dan menurut dokter kejadian pemerkosaan oleh 11 orang itu memperparah gangguan reproduksi korban," imbuhnya.
Oknum Brimob Berpangkat Perwira
Oknum anggota Brimob berinisial HST disebut saat ini menduduki jabatan perwira polisi. Salma mengungkapkan telah menggali informasi dan diduga HST turut melakukan pemerkosaan.
"Iya perwira, saya tidak tahu apakah perwira menengah atau perwira tinggi," ujar Salma.
"Yang kami dapatkan informasi (Oknum) Brimob ini pun menurut keterangan korban dan orang tuanya (orang tua korban) dia (oknum Brimob) juga sebagai yang melakukan pemerkosaan kepada korban," bebernya.
Salma mengatakan berdasarkan informasi yang diperolehnya, HST memperkosa korban dalam keadaan mabuk. Kendati begitu, dia tidak bisa memastikan apakah HST mabuk karena minuman keras atau narkoba.
"Iya (mabuk). Saya tidak tahu dia mabuk karena apa," imbuhnya.
Komnas Perempuan Ikut Soroti
Komnas Perempuan ikut menyoroti kasus pemerkosaan gadis ABG malang itu. Komnas Perempuan meminta polisi segera menetapkan status oknum brimob inisial HST sebagai tersangka.
"Kami menghargai langkah kepolisian yang telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dan mengharapkan kepastian status terhadap (1 tersangka) lainnya," ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah kepada detikcom, Sabtu (27/5).
Menurutnya, kasus ini jelas akan mempengaruhi tumbuh kembang sang anak. Dia pun mengaku prihatin kasus kekerasan seksual ini terjadi.
"Eksploitasi seksual terhadap anak perempuan ini sangat memprihatinkan di tengah upaya kita untuk melaksanakan UU TPKS," ujar Siti Aminah.
"Akan berdampak pada tumbuh kembang korban sebagai anak," ungkapnya.
Fakta lainnya di halaman selanjutnya.
DP3A Nilai HST Bisa Tersangka Pakai UU TPKS
Salma menyebut HST bisa ditetapkan tersangka jika penyidik memakai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dia meminta penyidik untuk menggunakan UU TPKS tersebut.
"Iya sudah bisa (HST jadi tersangka jika penyidik pakai UU TPKS). Pakai aja TPKS, mau tidak melakukan itu, itukan pertanyaannya," ujar Salma saat dihubungi detikcom, Minggu (28/5).
Menurutnya, penetapan tersangka dalam kasus ini akan lebih mudah jika penyidik menggunakan UU TPKS. Hal itu karena penyidik nantinya hanya membutuhkan bukti visum dan satu saksi dari korban, termasuk adanya bukti penguat dari pengakuan tersangka lainnya.
"Benar sekali (satu saksi dan satu bukti di UU TPKS bisa jadi tersangka). Boleh kemudian tidak ada salahnya mereka (penyidik) juga pakai UU TPKS, nah TPKS inikan dia lebih memudahkan pada alat bukti. Untuk kasus anak ini, alat buktinya sudah jelas. Tidak ada lagi alasan untuk tidak menetapkan (HST jadi tersangka)," kata Salma.
Polda Sulteng Siap Profesional
Polda Sulteng turut buka suara terkait kasus ABG diduga diperkosa oknum perwira Brimob inisial HST bareng 10 pria lainnya. Terkait oknum brimob tersebut, Polda Sulteng mengaku masih melakukan pendalaman.
"Sementara dugaan adanya keterlibatan oknum anggota Polri, sampai dengan saat ini masih terus didalami penyidik. Kepolisian akan tetap bekerja secara profesional," kata Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono kepada wartawan, Minggu (28/5).
Djoko juga mengapresiasi penyidik Polres Parimo cepat menangani kasus tersebut. Termasuk menetapkan 10 dari 11 terduga pelaku menjadi tersangka.
"Kita patut apresiasi langkah cepat yang diambil Polres Parigi Moutong dalam menangani kasus persetubuhan terhadap anak," imbuhnya.
Di sisi lain, Djoko mengaku pihaknya tidak sepakat penggunaan diksi pemerkosaan di kasus ini. Menurutnya, kasus ini lebih kepada kasus persetubuhan.
"Ini adalah kasus persetubuhan terhadap anak bukan kasus perkosaan. Oleh karena itu, penyidik menjerat pelaku dengan pasal persetubuhan terhadap anak sebagaimana pasal 81 ayat (2) UU RI No. 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 KUHP," tegasnya.