Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) akhirnya menetapkan oknum perwira Brimob Ipda NPS sebagai tersangka kasus persetubuhan gadis ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). Ipda NPS merupakan tersangka ke-11 dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur tersebut.
Kasus ini berawal saat penyidik Polres Parimo menetapkan 10 warga sipil sebagai tersangka di kasus persetubuhan tersebut pada Jumat (26/5) lalu. Ipda NPS menjadi satu-satunya terduga pelaku yang belum ditetapkan tersangka pada saat itu.
Kapolres Parimo AKBP Yudy Arto Wiyono saat itu menyebut Ipda NPS belum menjadi tersangka karena pihaknya masih kekurangan bukti. Pasalnya, dugaan keterlibatan Ipda NPS hanya sebatas pengakuan korban seorang saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau oknum Brimob dalam kasus tersebut kita masih melakukan pendalaman dan pengembangan, dikarenakan keterangan tersebut masih berdasarkan dari keterangan korban saja," ujar Yudy kepada detikcom, Jumat (26/5).
Yudy mengatakan pihaknya masih akan mencari keterangan tambahan yang dapat menguatkan pengakuan korban bahwa salah satu terduga pelaku pemerkosaan adalah oknum Brimob tersebut.
"Kita masih mencari keterangan dari saksi lainnya atau bukti lainnya untuk memperkuat dan mendukung daripada keterangan korban tersebut," katanya.
DP3A Sulteng Dorong Penyidik Gunakan UU TPKS
Status Ipda NPS yang belum jadi tersangka saat itu turut menjadi perhatian pihak DP3A Sulteng. Penyidik lantas diminta menetapkan status hukum Ipda NPS dengan jeratan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Pakai aja TPKS, mau tidak melakukan itu, itukan pertanyaannya," ujar pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng, Salma kepada detikcom, Minggu (28/5).
Menurutnya penerapan UU TPKS memudahkan dari sisi alat bukti. Namun pihaknya tidak tahu pasti kenapa penyidik tidak menggunakan regulasi itu dalam menangani kasus pemerkosaan ini.
"Nah TPKS inikan dia lebih memudahkan pada alat bukti. Untuk kasus anak ini, alat buktinya sudah jelas. Tidak ada lagi alasan untuk tidak menetapkan (NPS jadi tersangka)," tegas Salma.
Komnas Perempuan Ikut Menyoroti
Komnas Perempuan ikut menyoroti kasus persetubuhan tersebut dan meminta polisi segera menetapkan status oknum Brimob sebagai tersangka.
"Kami menghargai langkah kepolisian yang telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dan mengharapkan kepastian status terhadap (1 tersangka) lainnya," ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah kepada detikcom, Sabtu (27/5).
Menurutnya, kasus ini jelas akan mempengaruhi tumbuh kembang sang anak. Dia pun mengaku prihatin kasus kekerasan seksual ini terjadi.
"Eksploitasi seksual terhadap anak perempuan ini sangat memprihatinkan di tengah upaya kita untuk melaksanakan UU TPKS," katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Polda Sulteng Tegaskan Bersikap Profesional
Polda Sulteng merespons dorongan sejumlah pihak untuk segera menetapkan status hukum Ipda NPS. Polda Sulteng menegaskan pihaknya tetap profesional dalam menangani kasus ini.
Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono mengakui oknum Brimob belum ditetapkan tersangka. Oknum perwira tersebut masih didalami dugaan keterlibatannya dalam kasus ini.
"Sampai dengan saat ini masih terus didalami penyidik. Kepolisian akan tetap bekerja secara profesional," tegas Djoko kepada wartawan, Minggu (28/5).
Djoko berdalih penyidik berhati-hati dalam menangani kasus pemerkosaan ini. Dari 10 pelaku yang ditetapkan tersangka, pihaknya baru menahan 5 orang di antaranya.
"Tentunya dalam menetapkan pelaku dan melakukan penahanan penyidik bekerja sangat hati-hati," imbuhnya.
Sorotan DPR RI
Ketua DPR RI Puan Maharani turut mendorong agar dugaan keterlibatan oknum Brimob diusut tuntas. Puan meminta para pelaku dihukum berat.
"Ini perilaku yang tidak bermoral. Pejabat desa dan tenaga pengajar seharusnya bisa memberi teladan, bukan malah merusak masa depan seorang anak. Jika terbukti benar mereka terlibat, harus dihukum lebih berat," ucap Puan dalam keterangan tertulisnya, dilansir dari detikNews, Senin (29/5).
Puan kemudian menekankan pentingnya aturan turunan dari UU TPKS segera diterbitkan. Hal tersebut agar penanganan kasus kekerasan seksual di RI dapat lebih optimal.
"UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa menjadi instrumen negara dalam menangani, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan seksual serta melaksanakan penegakan hukum," lanjutnya.
Anggota Komisi III DPR-RI Ahmad Ali juga meminta kepolisian mempercepat mengusut dugaan keterlibatan Ipda NPS. Dia menilai semakin lama keterlibatan HST diusut maka semakin banyak kecurigaan dari publik.
"Kepolisian ini tidak bisa membiarkan hal ini secara lama karena semakin lama semakin banyak kecurigaan," kata Ahmad Ali kepada detikcom, Selasa (30/5).
Ahmad Ali mengakui penyidik perlu berhati-hati dalam mengusut keterlibatan oknum Brimob tersebut mengingat dugaan keterlibatannya masih sebatas pengakuan korban. Namun dia juga menilai penyidik mempunyai kapasitas untuk menelusuri pengakuan korban.
"Kan ini sangat mudah ditelusuri mestinya kan karena Parimo itu sangat kecil, saya kira polisi sangat ahli melakukan penyelidikan hal tersebut tapi sekali lagi ini harus terbuka," lanjut dia.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Kompolnas Minta Kasus Disupervisi
Kompolnas juga memberikan atensi terhadap kasus ini dengan meminta Bareskrim Polri dan Polda Sulteng melakukan supervisi terhadap kasus ini. Kompolnas mengungkap sejumlah alasan kasus ini perlu dilakukan supervisi.
"Kami berharap ada supervisi dari Polda Sulteng dan Bareskrim dalam menangani tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak ini," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada detikcom, Selasa (30/5).
Poengky mengatakan salah satu alasan perlunya dilakukan supervisi kasus adalah karena tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) aturannya masih baru. Pemantauan Bareskrim dan Polda Sulteng penting agar penanganan kasus ini lebih profesional.
"Kedua, karena korban anak-anak dan pelakunya banyak," lanjut Poengky.
Poengky menegaskan penyidikan kasus ini perlu didukung scientific crime investigation. Oleh sebab itu penyidik membutuhkan peralatan canggih sehingga peran Bareskrim dan Polda Sulteng dibutuhkan.
"Misalnya pemantauan CCTV, penggunaan teknologi cell dump, penggunaan tes DNA, dan sebagainya," kata dia.
Poengky juga mengakui kerumitan dalam pembuktian kasus ini sehingga penyidik Polres Parimo memerlukan dukungan dari Polda dan Bareskrim.
"Polda Sulawesi Tengah dan Bareskrim Polri perlu memperkuat Polres Parimo dalam penanganan kasus ini," katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Oknum Brimob Tersangka!
Polisi akhirnya menetapkan Ipda NPS sebagai tersangka kasus persetubuhan tersebut. Ipda NPS bahkan langsung ditahan.
"Untuk oknum anggota (Ipda NPS) yang kemarin saya sebut malam ini sudah kita tetapkan sebagai tersangka," ujar Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho kepada detikcom, Sabtu (3/6).
"Malam ini akan kita tahan di Mapolda Sulteng, tidak di Satbrimob," sambungnya.
Irjen Agus mengatakan penetapan tersangka dilakukan pada Sabtu (3/6). Menurut dia, tim penyidik sudah melengkapi kekurangan alat bukti keterlibatan Ipda NPS di kasus ini.
"Alat buktinya sudah kita dapatkan," ungkap Irjen Agus.
Irjen Agus mengatakan penetapan tersangka Ipda NPS merupakan komitmen Polda Sulteng dalam menuntaskan penanganan perkara ini. Dia menegaskan pihaknya tidak pandang bulu.
"Tidak ada diskriminasi, dan penanganan perkara ini sesuai yang saya sampaikan kemarin, profesional-proporsional. Kita dudukkan sesuai dengan porsinya," ujar Irjen Agus.