Polisi menetapkan Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Maybrat, Papua Barat Daya, MW (46) sebagai tersangka pungutan liar (pungli) terhadap sopir truk dan pengusaha. MW disebut melakukan pungli hingga Rp 21 juta.
"Kami menerima dua laporan polisi bahwa Kepala DCK Maybrat lakukan pungli. Kini, MW telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kasat Reskrim Polres Sorong Selatan Iptu Muharyadi kepada detikcom, Kamis (13/7/2023).
Muharyadi mengatakan MW meminta uang kepada sejumlah sopir truk yang bermuatan kayu tanpa surat izin. MW melakukan aksinya dengan cara mengecek setiap truk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"MW ini setiap mobil yang lewat dia cek. Saat itu, 6 truk mobil bermuatan kayu tidak berizin dari Pasir putih menuju Sorong sedang parkir di depan kantor Klasis Distrik Salkma, Kabupaten Sorong Selatan. Lalu diperiksa oleh MW yang kemudian meminta uang Rp 2 juta per mobilnya baru bisa lewat," ungkapnya.
Sopir yang tidak memiliki cukup uang akhirnya melakukan negosiasi dan diputuskan Rp 1 juta per mobil. Uang itu ditransfer langsung ke rekening pribadi milik MW.
"Kalau tidak bayar, kayu akan dikasih turun dan kunci mobil ditahan, sehingga terjadi negosiasi dan kesepakatan pembayaran Rp 1 juta setiap mobil dengan total uang Rp 6 juta yang dibayarkan via transfer ke rekening kepala CDK karena para sopir tidak miliki uang cash," ujarnya.
MW juga diketahui mengeluarkan berita acara usaha galian C di kawasan hutan lindung, Kabupaten Sorong Selatan. MW membanderol harga Rp 15 juta untuk satu berita acara galian C.
"MW juga memberikan berita acara terkait galian C di Kampung Klawes, Distrik Fkour, Kabupaten Sorong Selatan yang bukan menjadi haknya untuk mengeluarkan berita acara tersebut. Dia minta bayaran sebesar Rp 15 juta," ungkapnya.
"Total pungli dari tersangka senilai Rp 21 juta. Dan uang itu dipergunakan untuk biaya operasional pribadi kepala CDK itu. Kami tidak menyita aset daripada tersangka," tambahnya.
Dia menyebut MW telah ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Juli 2023. Namun MW tidak ditahan karena kooperatif dan masih mengikuti kegiatan kerohanian.
"Dia (MW) tidak ditahan karena masih koperatif dan masih berkegiatan kerohanian di tempat ibadah. Dia kami suruh wajib lapor saja," imbuhnya.
Akibat perbuatannya, MW dikenakan Pasal 368 Ayat (1) KUHPidana juncto Pasal 64 KUHPidana dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
"Kenapa kami kenakan pasal 64 KUHP, karena perbuatannya berulang,"tambahnya.
Muharyadi meminta agar masyarakat yang menjadi korban pemerasan maupun pungutan liar oleh MW melapor ke polisi.
"Jadi, kasus ini baru dilaporkan tahun 2023 ini, kami juga sudah imbau apabila ada masyarakat yang merasa mengalami pungutan liar dan diperas oleh MW silahkan laporkan ke Polres Sorong Selatan selama lokusnya di wilayah hukum Polres Sorong Selatan," tutupnya.
(hmw/asm)