Kompolnas meminta Bareskrim Polri dan Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan supervisi terhadap kasus gadis berusia 15 tahun diduga diperkosa oknum perwira Brimob berinisial HST bareng 10 pria lainnya yang kini ditangani Polres Parigi Moutong (Parimo). Kompolnas mengungkap sejumlah alasan kasus ini perlu dilakukan supervisi.
"Kami berharap ada supervisi dari Polda Sulteng dan Bareskrim dalam menangani tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak ini," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada detikcom, Selasa (30/5/2023).
Poengky mengatakan salah satu alasan perlunya dilakukan supervisi kasus adalah karena tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) aturannya masih baru. Pemantauan Bareskrim dan Polda Sulteng penting agar penanganan kasus ini lebih profesional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, karena korban anak-anak dan pelakunya banyak," lanjut Poengky.
Poengky menegaskan penyidikan kasus ini perlu didukung scientific crime investigation. Oleh sebab itu penyidik membutuhkan peralatan canggih sehingga peran Bareskrim dan Polda Sulteng dibutuhkan.
"Misalnya pemantauan CCTV, penggunaan teknologi cell dump, penggunaan tes DNA, dan sebagainya," kata dia.
Poengky juga mengakui kerumitan dalam pembuktian kasus ini sehingga penyidik Polres Parimo memerlukan dukungan dari Polda dan Bareskrim.
"Polda Sulawesi Tengah dan Bareskrim Polri perlu memperkuat Polres Parimo dalam penanganan kasus ini," katanya.
Kompolnas Singgung Oknum Brimob Belum Tersangka
Diketahui, polisi sebelumnya sudah menetapkan 10 dari 11 terduga pelaku sebagai tersangka pemerkosaan. Satu terduga pelaku lainnya, yakni oknum perwira Brimob inisial HST belum tersangka.
"Kompolnas sudah melakukan komunikasi dengan Polda Sulawesi Tengah terkait kasus ini, termasuk ada dugaan keterlibatan anggota Brimob seperti yang disampaikan korban dan keluarga korban. Terkait dugaan keterlibatan anggota Brimob, Polres Parimo masih melakukan pendalaman. Kita tunggu hasilnya," ujar Poengky.
Poengky juga meminta penyidik mendalami tindak pidana lain selain dugaan perkosaan. Salah satunya adalah adanya dugaan prostitusi anak di balik kasus ini.
"Tindak pidana yang dilakukan apakah perkosaan ataukah ada lagi tindak pidana lainnya, termasuk apakah ada dugaan si korban menjadi korban prostitusi anak, sehingga pasal-pasal yang diterapkan menjadi berlapis, dugaan para pelakunya menjadi lebih luas, dan ancaman hukumannya menjadi lebih berat," kata Poengky.
Untuk diketahui, korban yang merupakan gadis asal Poso disebut berangkat menjadi relawan banjir bandang di Desa Torue, Kecamatan Torue, Parimo pada 2022 lalu. Pada saat itulah korban bertemu para pelaku.
Pemerkosaan diduga dialami korban sejak April 2022 hingga Januari 2023. Kasus ini terungkap setelah korban pulang ke Parimo dan menceritakan peristiwa pilu yang ia alami kepada ibunya yang sedang menjadi asisten rumah tangga di Jakarta.
Simak di halaman berikutnya: Ketua DPR Puan Maharani Soroti Kasus Perkosaan di Parimo...
Ketua DPR Puan Maharani Soroti Kasus Perkosaan di Parimo
Ketua DPR RI Puan Maharani turut angkat bicara soal pemerkosaan ini. Puan mengecam aksi para pelaku yang dianggap tidak bermoral.
"Ini perilaku yang tidak bermoral," kata Puan dalam keterangannya dilansir dari detikNews, Senin (29/5/2023).
Puan lantas meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Para pelaku mesti dihukum berat termasuk mengusut keterlibatan oknum anggota Polri.
"Pejabat desa dan tenaga pengajar seharusnya bisa memberi teladan, bukan malah merusak masa depan seorang anak. Jika terbukti benar mereka terlibat, harus dihukum lebih berat," tegasnya.
Puan menyesalkan kejadian ini. Menurutnya aksi bejat para pelaku tidak bisa ditolerir.
"Tidak ada tolerir terhadap kekerasan seksual. Tindak tegas pelaku kekerasan seksual seberat-beratnya," ucap Puan.
Puan Dorong Penerapan UU TPKS
Puan menganggap kasus kekerasan seksual di RI ini sudah seperti puncak gunung es. Dia menekankan pentingnya aturan turunan dari UU TPKS segera diterbitkan.
"Berkali-kali saya sudah ingatkan agar aturan turunan UU TPKS segera dibuat agar penanganan kasus kekerasan seksual yang sudah seperti puncak gunung es di Indonesia ini dapat lebih optimal," sebut Puan.
Menurutnya UU TPKS merupakan instrumen negara untuk menangani kasus kekerasan seksual. Penegak juga hukum diminta mempercepat penyelesaian setiap kasus kekerasan seksual.
"Jangan sampai ada kenaikan kasus kekerasan seksual setiap tahunnya, UU TPKS disahkan sebagai pelindung bagi korban dan pemberian hukuman yang setimpal bagi pelaku kejahatan seksual," tutup Puan.