DP3A Sulteng Nilai Oknum Brimob Perkosa ABG Bisa Tersangka Pakai UU TPKS

Sulawesi Tengah

DP3A Sulteng Nilai Oknum Brimob Perkosa ABG Bisa Tersangka Pakai UU TPKS

Hafis Hamdan - detikSulsel
Minggu, 28 Mei 2023 18:00 WIB
Gadis ABG berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi korban pemerkosaan oleh 11 pria.
Foto: Gadis ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi korban pemerkosaan oleh 11 pria. (dok.istimewa)
Parigi Moutong -

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah (Sulteng) angkat bicara terkait oknum perwira Brimob inisial HST yang belum ditetapkan tersangka kasus pemerkosaan gadis ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). DP3A Sulteng menyebut HST bisa ditetapkan tersangka jika penyidik memakai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Hal itu diungkapkan oleh pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng, Salma. Dia merekomendasikan penggunaan UU TPKS lantaran dari 11 terduga pelaku hanya HST yang belum ditetapkan tersangka.

"Iya sudah bisa (HST jadi tersangka jika penyidik pakai UU TPKS). Pakai aja TPKS, mau tidak melakukan itu, itukan pertanyaannya," ujar Salma saat dihubungi detikcom, Minggu (28/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salma menjelaskan penetapan tersangka dalam kasus ini akan lebih mudah jika penyidik menggunakan UU TPKS. Hal itu karena penyidik nantinya hanya membutuhkan bukti visum dan satu saksi dari korban, termasuk adanya bukti penguat dari pengakuan tersangka lainnya.

"Benar sekali (satu saksi dan satu bukti di UU TPKS bisa jadi tersangka). Boleh kemudian tidak ada salahnya mereka (penyidik) juga pakai UU TPKS, nah TPKS inikan dia lebih memudahkan pada alat bukti. Untuk kasus anak ini, alat buktinya sudah jelas. Tidak ada lagi alasan untuk tidak menetapkan (HST jadi tersangka)," kata Salma.

ADVERTISEMENT

Lebih jauh, Salma juga memaparkan dalam kasus tersebut penyidik bisa saja menggabungkan Undang-Undang Perlindungan Anak dan TPKS. Hal itu karena dua Undang-undang itu bisa saling melengkapi dan memudahkan penyidik.

"Sebaiknya di juncto. Sebaiknya di dobel-dobel karena mungkin kalau di pasal Perlindungan Anak ada yang melemahkan kemudian bisa diakomodir atau dikuatkan di TPKS. Di Undang-undang Perlindungan Anak belum terjawab seutuhnya, di Undang-undang TPKS bisa jadi terjawab. Jadi menurut saya dua-dua harus dia (penyidik) pakai," pungkasnya.

10 Orang Tersangka

Kapolres Parimo AKBP Yudy Arto Wiyono mengatakan pemerkosaan yang dialami korban terjadi dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023 lalu. Sebanyak 10 dari 11 orang terduga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan 5 di antaranya sudah ditahan.

"10 Tersangka namun 5 yang sudah dilakukan penahanan di Mako Polres dan 5 akan kita panggil untuk dilakukan pemeriksaan namun belum ada konfirmasi. Yang sudah ditahan NT, ARH, AR, AK dan HR," terang Yudy, Sabtu (27/5).

Lima tersangka lainnya yang belum dilakukan penahanan ialah berinisial FA, DU, AK, AS, AW. Sementara oknum Brimob HST belum menjadi tersangka dengan alasan polisi masih hendak melakukan pendalaman.

"Kalau oknum Brimob dalam kasus tersebut kita masih melakukan pendalaman dan pengembangan, dikarenakan keterangan tersebut masih berdasarkan dari keterangan korban saja. Kita masih mencari keterangan dari saksi lainnya atau bukti lainnya untuk memperkuat dan mendukung daripada keterangan korban tersebut," ujar AKBP Yudy.




(asm/ata)

Hide Ads