Sidang praperadilan yang diajukan mantan Dirut PT Tirta Sulawesi Indonesia Joko T Suroso usai jadi tersangka korupsi dana pengelolaan aset Rp 55,9 miliar soal kerja sama pengelolaan aset PDAM dengan PT Air Manado sepanjang 2006-2021 memasuki tahapan pembuktian. Joko Soroso menghadirkan saksi ahli untuk menjelaskan syarat penetapan tersangka.
Sidang digelar di Ruang Sidang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (6/3/2023) dengan agenda mendengarkan pendapat saksi dari keterangan saksi ahli pemohon. Agenda sidang dipimpin hakim tunggal, Syors Mambrasar. Joko Suroso sebagai pemohon menghadirkan satu saksi ahli yakni ahli hukum pidana dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dr Dahlan Ali.
Dalam sidang, Dahlan awalnya menyampaikan keabsahan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi. Menurutnya dalam menetapkan tersangka, penyidik seharusnya memeriksa terlapor sebagai saksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi syarat menetapkan tersangka itu harus memenuhi dua bukti permulaan cukup. Dua bukti permulaan cukup itu mengacu pada Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang disebut dalam KUHAP. Karena sistem pembuktian," kata Dahlan.
Dahlan juga menjelaskan ada 5 alat bukti dalam KUHAP. Pertama keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, bukti petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam penetapan tersangka itu dua harus terpenuhi.
"Itu alat bukti, yang dimaksud dua bukti pemeran adalah alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP. Itu dua harus penuhi," kata dia.
"Ada mekanisme penetapan tersangka yang pertama Sprindik dulu, baru penetapan tersangka dan yang terakhir itu SPDP. Ini ada hukum acara yang dilanggar," ujarnya.
Dahlan kemudian menilai bahwa hasil audit dari BPKP yang menemukan ada kerugian negara dalam perkara tersebut tidak berimbang.
"Ini tidak valid, kenapa demikian karena kerja BPKP adalah kerja profesional, kerja objektif. Maka apabila dokumen yang diaudit tidak berimbang, tidak profesional, maka hasilnya tidak objektif," katanya.
Selanjutnya Dahlan menyebut bahwa perkara ini masuk ke ranah perdata bukan pidana. Pasalnya PT Air Manado lahir dari perjanjian patungan yang dibuat bersama-sama antara pihak Manado dan Belanda terkait pengelolaan air bersih.
"Saya lihat di resital tadi, ada pihak Manado, Belanda yang melakukan kerja sama dalam bidang pengelolaan air bersih. Itu murni perdata, bukan pidana karena ini berasal dari kontrak kerja sama," imbuhnya.
Dia lantas menilai penetapan tersangka Joko Soroso perlu ditinjau ulang karena dianggap terlibat dalam membuat perjanjian. Padahal pada saat itu yang bersangkutan bukan pihak yang berkontrak dalam perjanjian kerja sama tersebut.
"Pak Joko bukan pihak yang berkontrak dalam perjanjian kerja sama itu. Beliau adalah Direksi di PT Air Manado. Menjalankan kepengurusan Direksi PT Air Manado," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Dirut PT Tirta Sulawesi Indonesia Joko T Suroso mengajukan gugatan praperadilan usai jadi tersangka korupsi dana pengelolaan aset Rp 55,9 miliar soal kerja sama pengelolaan aset PDAM dengan PT Air Manado sepanjang 2006-2021. Gugatan praperadilan tersebut didaftarkan ke PN Manado.
Gugatan Joko Suroso teregistrasi dengan nomor: 002/Praper/PN MANADO/2023.
Kuasa hukum Joko T Suroso, Iwan Ridwan Empon Wikarta mengatakan kliennya ditetapkan tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi Teodorus dan Tommy Sumakul yang menyebut Suroso adalah pihak yang membuat draft perjanjian dan menjadi inisiator kerjasama Pengelolaan Air Minum pada 22 Oktober 2005.
"Joko Suroso sama sekali tidak memiliki kapasitas membuat draft perjanjian dimaksud, beliau hanyalah sebagai konsultan teknis dari WMD yang tugasnya lebih bersifat dukungan teknis antara lain sebagai penterjemah atau dukungan teknis lainnya," kata Iwan kepada detikcom, Selasa (28/3).
(asm/hsr)