Penetapan tersangka dua petinggi Yayasan Margasatwa Tamansari, Raden Bisma Bratakoesoema (RBB) dan Sri (S), berbuntut panjang. Keduanya mengajukan praperadilan setelah ditahan Kejati Jabar dalam kasus pengusaan lahan Kebun Binatang (Bunbin) Bandung atau Bandung Zoo.
Dilihat detikJabar, Jumat (7/2/2025), praperadilan keduanya sudah teregister di PN Bandung. Sri melayangkan praperadilan dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2025/PN Bdg, sedangkan Bisma dengan nomor 3/Pid.Pra/2025/PN Bdg.
Praperadilan Sri bahkan sudah melewati tahap pembacaan gugatan dan akan memasuki agenda jawaban atau tanggapan dari pihak Kejati Jabar pada hari ini. Sedangkan praperadilan Bisma, diagendakan baru masuk tahap pembacaan gugatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya, (praperadilan) itu hak dari tersangka. Kami dari Kejati Jabar sudah siap menyampaikan pertimbangan kami dalam kasus tersebut," kata Kasipenkum Kejati Jabar Sri Nurcahyawijaya saat dihubungi.
Cahya mengungkap, berkas penyidikan Bisma maupun Sri saat ini sudah masuk dalam tahap prapenuntutan. Ia pun meyakini praperadilan keduanya nanti akan gugur di pengadilan.
"Masih berproses di tahap prapenuntutan. Tapi kami meyakini praperadilan yang diajukan pemohon itu akan ditolak oleh hakim," pungkasnya.
Sekedar diketahui, Raden Bisma Bratakoesoema (RBB) saat ini sudah ditahan di Rutan Kebon Waru Bandung. Sedangkan Sri (S), ditahan Kejati Jabar di Rutan Perempuan Bandung selama proses penyidikan.
Kasus ini berawal saat Bisma sejak Januari 2022 menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung. Kemudian Sri merupakan Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari.
Cahya dalam keterangannya saat itu menyatakan, lahan Bunbin Bandung seluas 13,9 hektare dan 285 meter persegi merupakan barang milik daerah (BMD) yang tercatat dalam kartu inventaris barang (KIB) Model A Pemkot Bandung sejak 2005. Lahan tersebut kemudian dimanfaatkan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung dengan sistem sewa untuk keperluan kebun binatang.
Namun menurut Cahya, perjanjian sewa menyewa lahan itu sudah berakhir sejak 30 November 2007. Sementara, Yayasan Margasatwa Tamansari tetap menjalankan operasional kebun binatang tanpa memberikan setoran kepada kas daerah Pemkot Bandung.
"Pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2020, tersangka S telah menerima uang sewa lahan kebun binatang bersama-sama dengan tersangka RBB yaitu sebesar Rp 6 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi/keluarga dari JS," ungkap Cahya.
Kemudian, dalam perjalanannya, Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung pada 21 Januari 2022 mengalami pergantian kepengurusan. Awalnya, susunan kepengurusan pada 2017 adalah S sebagai anggota pembina yayasan, RBB sebagai sekretaris II yayasan dan ketua pengurusnya JS. Kemudian, kepengurusan itu diganti menjadi S ditunjuk sebagai ketua pembina sedangkan RBB menjadi ketua pengurus yayasan.
Semenjak pergantian itu, yayasan tetap menguasai lahan Bunbin Bandung tanpa menyetor sewa ke pemkot. Akibatnya kata Cahya, negara mengalami kerugian senilai Rp 25 miliar.
Adapun rinciannya yaitu nilai sewa tanah, nilai sewa pajak bumi dan bangunan (PBB), serta sewa lahan milik Pemkot Bandung pada 2022 oleh tersangka S senilai Rp 16 miliar. Kemudian penerimaan uang sewa dari JS senilai Rp 5,4 miliar dan pembayaran PBB pada 2022-2023 Rp 3,5 miliar.
"Akibat perbuatan tersangka RBB diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 600 juta karena telah menandatangani kwitansi pembayaran dan menikmati uang sewa lahan Pemkot Bandung untuk keperluan pribadi tersangka (RBB) dari JS," ucapnya.
Bisma dan Sri terancam dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ral/yum)