Imbauan Polisi ke Korban Sodomi Staf UIN Alauddin Makassar Segera Buat LP

Imbauan Polisi ke Korban Sodomi Staf UIN Alauddin Makassar Segera Buat LP

Ihksan Bayu Aji Saputra - detikSulsel
Minggu, 19 Mar 2023 05:02 WIB
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar di Kampus II, Kelurahan Samata, Gowa.
Foto: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar di Kampus II, Kelurahan Samata, Gowa. Ihksan Bayu Aji Saputra/detikSulsel
Makassar -

Polisi turut merespons heboh kasus staf berinisial SS di Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar diduga menyodomi 10 mahasiswa. Polisi pun meminta agar seluruh mahasiswa yang menjadi korban untuk segera membuat laporan polisi (LP).

"Bahwa ketika ada melapor ada yang korban atau menjadi korban dari peristiwa itu minta tolong melapor ke Polres," ujar Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar kepada detikSulsel, Sabtu (18/3/2023).

Bahtiar mengatakan laporan polisi dari korban bisa menjadi dasar pihaknya untuk mengusut pelaku. Bahtiar bahkan meminta media untuk menyampaikan imbauan pihaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum ada laporan, belum ada laporan. Dan media bantu sayalah, sampaikan berikan imbauan melalui media," lanjutnya.

Kendati demikian, Bahtiar mengaku pihaknya sudah melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Hanya saja pihaknya belum menemukan orang yang mampu menjelaskan fakta terkait dugaan kasus tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kami sudah melakukan penyelidikan, penyelidikan terkait dengan isu itu. Namun belum mendapat informasi, atau fakta terkait yang dapat menerangkan peristiwa yang dimaksud," katanya.

Kasus Staf UIN Alauddin Makassar Sodomi 10 Mahasiswa

Dugaan kasus staf kampus menyodomi 10 mahasiswa ini awalnya diungkap oleh Wakil Ketua DEMA UIN Alauddin Makassar periode 2022 Aqil Al-Waris. Dia mengatakan terduga pelaku SS merupakan mantan pejabat mahasiswa dan saat ini sedang menempuh program pascasarjana atau S2 di UIN Alauddin Makassar.

"Dia itu mantan Ketua HMJ (salah satu jurusan) angkatan 2016," ujar Aqil Al-Waris kepada detikSulsel, (16/3).

"Tapi ada satu yang luput kak ternyata dia mahasiswa S2 di UIN," sambung Aqil.

Aqil mengatakan pihak kampus harusnya mengambil keputusan yang jauh lebih berani. Dia menilai SS pantas untuk disanksi drop out dari UIN Alauddin Makassar.

"Harusnya kan dia di-DO bisa dikena variabel mahasiswanya," kata Aqil.

Aqil mengatakan terduga pelaku SS melakukan aksinya dengan modus membantu korban dalam hal akademik seperti nilai dan penyelesaian proposal skripsi.

"Itu dengan dalihnya dibantu nilainya, dibantu proposalnya (skripsi) dan sebagainya itu modusnya," ujar Aqil.

Aqil mengatakan pelaku kerap memanggil korban ke kosnya dan tak jarang pula pelaku yang mendatangi kos korban. Semua itu dilakukan dengan dalih membantu korban mengerjakan skripsi.

"Iya, ada yang sampai bermalam di kosnya, ada juga yang dia (pelaku) bermalam juga di kosnya korban. Intinya tergantung ji kalau korban tidak bisa ke kosnya pelaku, pelaku yang ke kosnya korban," lanjut Aqil.

Aqil juga menyinggung krim pelumas turut jadi bukti di kasus ini. Hal ini karena para mahasiswa yang menjadi korban merupakan pria. Alat bukti itu diduga untuk melancarkan aksi tak senonoh SS.

"Bahkan bede ada alat bukti pelumas. Itu kan korbannya laki-laki (sehingga pakai pelumas)," kata Aqil.

Menurut Aqil, bentuk kekerasan seksual yang dialami korban beragam. Paling parah, korban disodomi.

"Ada yang sampai sudah di sodomi ada yang sekadar dipegang," kata Aqil.

Pihak kampus sendiri disebut sudah menangani kasus sodomi ini. SS selaku terduga pelaku telah diberhentikan.

"Itu kan rektorat kak keputusannya soal pemecatan," kata Aqil.

Namun Aqil menilai pelaku harusnya dilaporkan ke pihak kepolisian agar bisa diproses secara pidana.

"Harusnya kan cepat berlanjut ke proses pidana, harusnya," tegas Aqil.

Simak di halaman berikutnya....

Pihak Korban Khawatir karena Pelaku Masih Berkeliaran

Ketua Jurusan Ilmu Falak, Fakultas Syariah dan Hukum, Fatmawati Hilal turut buka suara terkait kasus ini. Dia mengaku dirinya selama ini juga kerap mendampingi korban dan dia pun khawatir karena pelaku masih berkeliaran.

"Sebenarnya seharusnya ditangani psikolog dia, dan tidak bisa dilepas begitu saja," ujar Fatmawati Hilal kepada detikSulsel, Kamis (16/3).

Fatmawati mengatakan pihaknya juga belum mengetahui benar tidaknya pemecatan korban sebagai staf. Hal ini karena pihaknya belum pernah menerima atau membaca surat pemecatan itu.

"Pemecatan itu kita juga tidak pernah lihat langsung suratnya secara resmi," lanjutnya.

Fatmawati menyadari kasus kekerasan seksual ini turut menyeret nama kampus. Tapi dia menegaskan tak ingin menutup-nutupi.

"Saya tidak mau menutupi kasus seperti ini, karena ini banyak sebenarnya (korban). Cuman selalu ditutup-tutupi atas dasar menjaga nama baik akhirnya semua di biar berseliweran," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(hmw/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads