Civitas akademika UIN Alauddin Makassar dibuat geger oleh kasus seorang staf inisial SS di Fakultas Syariah dan Hukum menyodomi 10 orang mahasiswa. Kini SS telah dipecat akibat perilaku tak senonohnya itu.
SS diketahui pernah berstatus mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum pada 2016 silam. Setelah lulus kuliah, SS diangkat menjadi staf jurusan di Fakultas Syariah dan Hukum.
Dugaan pencabulan itu terungkap pada 2022 lalu. Saat itu, salah satu mahasiswa muncul dan mengaku sebagai korban, kemudian korban lainnya pun ikut bermunculan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Warek III UIN Alauddin Makassar Darussalam meminta kasus ini dikonfirmasi lebih lanjut ke pihak Fakultas. Dia mengaku tidak mengetahui lebih lanjut terkait penanganan kasus ini.
"Lebih bagus ke Syariah, Syariah lebih tahu dia kontrak atau apa. Sebab setahu saya dia diminta bantuan untuk foto-foto dokumentasi," kata Darussalam kepada detikSulsel, kamis (16/3/2023).
Dirangkum detikSulsel, Jumat (17/3/2023), berikut fakta-fakta kasus staf UIN Alauddin Makassar menyodomi 10 mahasiswa hingga dipecat:
1. Sosok Pelaku SS
Wakil Ketua DEMA UIN Alauddin Makassar periode 2022 Aqil Al-Waris yang turut mengusut kasus ini mengatakan pelaku SS merupakan mantan pejabat mahasiswa. Pelaku SS saat ini sedang menempuh program pascasarjana atau S2 di UIN Alauddin Makassar.
"Dia itu mantan Ketua HMJ (salah satu jurusan) angkatan 2016," ujar Aqil Al-Waris kepada detikSulsel, (16/3).
"Tapi ada satu yang luput kak ternyata dia mahasiswa S2 di UIN," sambung Aqil.
Aqil mengatakan pihak kampus harusnya mengambil keputusan yang jauh lebih berani. Dia menilai SS pantas untuk disanksi drop out dari UIN Alauddin Makassar.
"Harusnya kan dia di-DO bisa dikena variabel mahasiswanya," kata Aqil.
2. Modus Bantu Korban Kerja Skripsi
Terungkap, pelaku SS melakukan aksinya dengan modus membantu korban dalam hal akademik seperti nilai dan penyelesaian proposal skripsi.
"Itu dengan dalihnya dibantu nilainya, dibantu proposalnya (skripsi) dan sebagainya itu modusnya," ujar Aqil.
Aqil mengatakan pelaku kerap memanggil korban ke kosnya dan tak jarang pula pelaku yang mendatangi kos korban. Semua itu dilakukan dengan dalih membantu korban mengerjakan skripsi.
"Iya, ada yang sampai bermalam di kosnya, ada juga yang dia (pelaku) bermalam juga di kosnya korban. Intinya tergantung ji kalau korban tidak bisa ke kosnya pelaku, pelaku yang ke kosnya korban," lanjut Aqil.
Simak di halaman berikutnya....
3. Krim Pelumas Jadi Bukti
Aqil juga menyinggung krim pelumas turut jadi bukti di kasus ini. Hal ini karena para mahasiswa yang menjadi korban merupakan pria. Alat bukti itu diduga untuk melancarkan aksi tak senonoh SS.
"Bahkan bede ada alat bukti pelumas. Itu kan korbannya laki-laki (sehingga pakai pelumas)," kata Aqil.
Menurut Aqil, bentuk kekerasan seksual yang dialami korban beragam. Paling parah, korban disodomi.
"Ada yang sampai sudah di sodomi ada yang sekadar dipegang," kata Aqil.
4. Pelaku SS Dipecat
Pihak kampus sendiri disebut sudah menangani kasus sodomi ini. SS selaku terduga pelaku telah diberhentikan.
"Itu kan rektorat kak keputusannya soal pemecatan," kata Aqil.
Namun Aqil menilai pelaku harusnya dilaporkan ke pihak kepolisian agar bisa diproses secara pidana.
"Harusnya kan cepat berlanjut ke proses pidana, harusnya," tegas Aqil.
Simak di halaman berikutnya....
5. Pihak Korban Khawatir karena Pelaku Masih Berkeliaran
Ketua Jurusan Ilmu Falak, Fakultas Syariah dan Hukum, Fatmawati Hilal turut buka suara terkait kasus ini. Dia mengaku dirinya selama ini juga kerap mendampingi korban dan dia pun khawatir karena pelaku masih berkeliaran.
"Sebenarnya seharusnya ditangani psikolog dia, dan tidak bisa dilepas begitu saja," ujar Fatmawati Hilal kepada detikSulsel, Kamis (16/3).
Fatmawati mengatakan pihaknya juga belum mengetahui benar tidaknya pemecatan korban sebagai staf. Hal ini karena pihaknya belum pernah menerima atau membaca surat pemecatan itu.
"Pemecatan itu kita juga tidak pernah lihat langsung suratnya secara resmi," lanjutnya.
Fatmawati menyadari kasus kekerasan seksual ini turut menyeret nama kampus. Tapi dia menegaskan tak ingin menutup-nutupi.
"Saya tidak mau menutupi kasus seperti ini, karena ini banyak sebenarnya (korban). Cuman selalu ditutup-tutupi atas dasar menjaga nama baik akhirnya semua di biar berseliweran," ujarnya.