Plt Bupati Mimika Johannes Rettob buka suara setelah ditetapkan tersangka kasus korupsi pesawat dan helikopter Rp 43 miliar. Johannes menyampaikan 2 hal terkait kasus yang menjeratnya.
Dia awalnya menyebut jika kasus ini sudah pernah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hanya saja kasus itu kemudian disetop karena tak cukup bukti.
"Saya pernah juga diperiksa di KPK (tahun) 2017-2019 yang mana pemeriksaannya sama dengan di kejaksaan. Waktu di KPK kasusnya dihentikan," kata Johannes kepada detikcom, Jumat (27/1/2023).
Menurutnya, apa yang diselidiki oleh KPK dan Kejaksaan Tinggi Papua pada dasarnya sama. Makanya ia mengaku heran dirinya justru ditetapkan tersangka sementara kasus ini telah disetop oleh KPK.
Dia mengaku sempat empat kali diperiksa oleh KPK dalam kurun waktu dua tahun. Namun kasus itu akhirnya tak dilanjutkan karena tidak cukup bukti.
Sementara di Kejati Papua dia hanya dua kali diperiksa dalam satu bulan. Kemudian dirinya sudah langsung ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya penyelidikan di KPK 2 tahun akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Di sini saya hanya penyelidikan 1 bulan dan kemudian naik perkaranya jadi penyidikan dan kemudian menetapkan saya tersangka dengan pemeriksaan 2 kali. Sedangkan di KPK saya diperiksa 4 kali," terangnya.
Johannes lantas mengaku tetap kooperatif terhadap kasus yang menjeratnya. Dia mengklaim sudah sesuai aturan dalam pengadaan pesawat dan helikopter tersebut.
"Selama ini saya setelah jadi bupati ketika mereka panggil saya selalu datang. Walau pun sebenarnya harus izin Mendagri tapi saya kooperatif," katanya.
Keluarga Johannes Jadi Rekanan
Johannes Rettob kemudian mengakui PT Asian One Air merupakan milik keluarganya. Namun dia memberi penjelasan bagaimana perusahaan itu menjadi pihak ketiga pengadaan pesawat dan helikopter Pemkab Mimika dengan anggaran Rp 85 miliar.
"Benar perusahaan Asian Air One itu milik keluarga. Itu betul," ungkap Johanes Rettob.
Dia menuturkan PT Asian Air One terpilih sebagai pihak ketiga sudah melalui kajian. Adapun pesawat tersebut yakni Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan helikopter Airbus H 125.
Menurutnya, Asian Air One memiliki peran memasukkan pesawat dan helikopter itu ke Indonesia, termasuk perizinan maupun pra operasional.
"Jadi kalau yang membeli pesawat itu pemerintah daerah langsung. Tidak menggunakan pihak ketiga. Pemda langsung ke pabrik," ujarnya.
Dia lanjut mengatakan untuk memasukkan pesawat dan helikopter tak bisa dilakukan Pemda. Makanya butuh perusahaan yang memiliki izin operasional penerbangan dengan spesifikasi pesawat yang dibeli.
"Mengoperasikan pesawat ini tidak mudah. Misalnya pesawat kami punya Cessna Gran Caravan dan Helikopter Airbus H 125. Maka diperlukan perusahaan yang mempunyai spesifikasi yang sama, punya pilot, punya izin operasional dan lain-lain," katanya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.