Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel menetapkan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Makassar Iman Hud sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan honorarium fiktif Satpol PP di 14 kecamatan sejak 2017-2022 yang diduga merugikan negara senilai Rp 3,5 miliar.
Kasus ini menetapkan tiga tersangka, salah satunya Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Makassar Iman Hud. mantan Kasatpol PP Iqbal Asnan (IA), dan mantan Kasi Pengendali Operasional Satpol PP Makassar Abd. Rahim.
"Menerangkan bahwa akibat perbuatan para tersangka telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,5 miliar rupiah," ujar Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi dalam keterangannya, Kamis (13/10/2022).
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Dirangkum detikSulsel, berikut 8 fakta kasus dugaan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan honorarium tunjangan operasional Satpol PP Makassar dengan dugaan kerugian negara Rp 3,5 miliar.
1. Kasus saat Iman Hud Masih Jabat Kasatpol
Kasus dugaan penyalahgunaan honorarium fiktif Satpol PP di 14 kecamatan sejak 2017-2022 menjerat Iman Hud saat masih menjabat sebagai Kasatpol PP Makassar. Iman Hud baru dilantik menjadi Kadishub oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Danny Pomanto pada Juli 2021 lalu.
Kasus ini mulai dinaikkan ke tahap penyidikan oleh jaksa saat Iman Hud tak lagi berada dalam jabatan tersebut. Jaksa menilai ada anggaran honorarium bernilai miliaran rupiah yang dialokasikan untuk BKO Satpol PP Makassar yang ternyata fiktif di sejumlah kecamatan.
"Kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan karena ditemukan sejumlah fakta terjadi indikasi penyalahgunaan honorarium tunjangan operasional Satpol PP dari 2017 hingga 2020," kata Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi, Selasa (14/6).
Jaksa kemudian menemukan anggaran honorarium untuk para BKO Satpol PP fiktif itu tetap cair dan bernilai miliaran rupiah.
2. Modus Operandi Honorarium Fiktif
Kasus ini berawal dari temuan jaksa mengenai adanya penyusunan dan pengaturan penempatan personel di bawah kendali operasi (BKO) Satpol PP di 14 kecamatan di Kota Makassar. Namun sejumlah nama personel yang masuk daftar BKO tersebut ternyata tak pernah melaksanakan tugas.
"Sebagian dari petugas Satpol PP yang disebutkan namanya dalam BKO tidak pernah melaksanakan tugas. Saya tidak tahu jumlah pastinya," ungkap Soetarmi saat dihubungi, Selasa (14/6).
Jaksa kemudian menemukan anggaran honorarium untuk para BKO Satpol PP fiktif itu tetap cair dan bernilai miliaran rupiah. Jaksa juga menemukan anggaran miliaran rupiah itu diduga masuk ke kantong pribadi oleh oknum pejabat yang tak berwenang.
"Dari penyelidikan kita temukan di tahun 2017 ada penyimpangan miliaran, nah ternyata ketika teman-teman mulai menelisik tahun 2018-2020, motifnya hampir sama, nah dikembangkan lah ke tahap penyidikan," kata Soetarmi.
3. 800 Saksi Satpol PP Makassar Diperiksa
Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi menjelaskan penyidik memeriksa 800 saksi dari unsur Satpol PP dalam kasus penyalahgunaan honorarium fiktif Satpol PP di 14 kecamatan sejak 2017-2022
"Kita periksa sekitar 800 Satpol, kemudian disaring 124 orang. Kemudian 124 itu ada beberapa orang yang namanya itu ada di beberapa kecamatan," ucap Soetarmi, Kamis (13/10).
Modus operandi kasus dugaan korupsi honorarium Satpol PP Makassar bermula dari adanya dugaan penyusunan dan pengaturan penempatan personel Satpol PP yang bertugas di 14 kecamatan
"Di beberapa kecamatan itu namanya ganda sehingga dianggap kelebihan honornya itu, itulah yang diambil (dikorupsi)," sebutnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
(sar/ata)