Oknum anggota Koramil 1705-02/Enarotali terungkap menembak dan menusuk warga sipil dengan sangkur saat tragedi Paniai berdarah pada Senin, 8 Desember 2014. Fakta-fakta tersebut terkuak dalam sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Papua di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
Fakta penembakan dan penusukan terhadap korban dengan sangkur itu terkuak saat tim jaksa penuntut umum menghadirkan mantan Danton Dalmas Polres Paniai Bripka Riddo Bagaray dan Brigadir Andi Richo Amir sebagai saksi di PN Makassar, Rabu (28/9). Sidang ini dimulai dari kesaksian Brigadir Richo yang mengungkap bahwa sekitar 100 warga menggeruduk kantor Koramil 1705-02/Enarotali.
Brigadir Richo menjelaskan bahwa dia berada di halaman Kantor Koramil saat kejadian karena saat itu dia sedang bertugas sebagai sopir salah seorang pejabat. Richo mengatakan dirinya sedang dinas di luar.
"Yang pertama saya sebagai anggota Polri saya berada di dalam situ (Koramil) karena pada saat itu saya dinas luar, saya sebagai ajudan Asisten I Kabupaten Paniai," ucap Richo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sebagai sopir, jadi saya punya mobil dinas diparkir di dalam halaman Koramil. Pada saat itu saya bertugas memanaskan mobil untuk persiapan ke kantor," sambungnya.
Richo mengatakan upayanya untuk keluar dari Kantor Koramil terhalang oleh kelompok masyarakat yang berusaha masuk. Pagar kantor Koramil yang saat itu terbuka akhirnya dikunci oleh anggota TNI.
Kondisi di Depan Koramil Memanas
Menurut Richo, kelompok masyarakat yang berkumpul di depan Kantor Koramil itu menuntut agar anggota TNI bertanggung jawab dengan kejadian pada Minggu (7/12/2014) malam. Dalam dakwaan jaksa pada sidang sebelumnya diketahui bahwa warga melakukan unjuk rasa untuk menuntut oknum TNI bertanggung jawab terkait dugaan penganiayaan terhadap warga sipil pada Minggu, 7 Desember 2014 malam.
"Mereka sambil teriak sambil melempar. Mukanya dilumuri dengan lumut sambil berteriak tanggung jawab. Kami masyarakat minta tanggung jawab dari tentara," ujar Brigadir Richo menjelaskan tuntutan masyarakat.
Sejumlah anggota TNI akhirnya meminta izin ke terdakwa Mayor Purnawirawan Isak Sattu untuk segera mengusir masyarakat secara cepat. Namun Mayor Isak disebut meminta anggotanya menahan diri karena dia akan meminta petunjuk pimpinan di Nabire.
"Dia (terdakwa Isak Sattu) mengatakan kembali kalau bisa tahan dulu sambil saya telepon pimpinan di Nabire, Dandim dengan senior," kata Richo.
Richo mengaku melihat terdakwa menelepon seseorang. Sementara di lain sisi, sejumlah anggota Koramil masuk ke dalam gudang dan membawa keluar senjata dan meminta izin untuk menembak.
"Anggota masuk ke dalam kantor ambil senpi senjata jadi di dalam situ, izin komandan kita pakai senjata saja," tutur Richo.
Richo menegaskan bahwa terdakwa sempat melarang anggotanya untuk melakukan penembakan. Namun anggota Isak Sattu menegaskan menunggu perintah.
Simak di halaman berikutnya Satu Warga Kena Tembak..
Satu Warga Kena Tembak di Depan Pagar Koramil
Masih dari kesaksian Richo, anggota Koramil saat itu kemudian melepaskan tembakan peringatan saat kondisi kian tak terkendali. Saksi menyebut tembakan itu menggunakan senjata laras panjang.
Tak lama kemudian, keadaan semakin memburuk karena massa sudah bersiap memasuki halaman Kantor Koramil. Saat itulah salah seorang anggota Provos TNI Angkatan Darat (AD) melakukan penembakan kepada seorang masyarakat.
"Jadi tembakan itu pertama dengan peringatan, tapi saat massa masih ribut naik ke pagar sampai mau masuk ke halaman tinggal lompat saja, anggota TNI peringatkan turun-turun mereka tidak mau, tetap mereka ribut dan panjat pagar," kata Richo.
"Akhirnya salah satu di situ yang saya lihat langsung anggota Provos mengarahkan senjata secara datar. Ada satu (masyarakat ditembak), di depan pagar. Saya tidak tahu (nama korban) yang jelas masyarakat," sambungnya.
Warga Ditusuk Sangkur, 1 Lainnya Kena Tembak
Richo juga menjelaskan bahwa setelah seorang anggota Koramil menembak seorang warga hingga rubuh di dekat pagar Kantor Koramil, masyarakat lainnya mundur dan anggota Koramil melakukan pengejaran.
"Mereka (masyarakat) mundur karena sudah jatuh korban. Akhirnya anggota keluar, kita keluar kejar sampai di lapangan, kejar yang lain," tutur Brigadir Richo di persidangan.
Richo menjelaskan bahwa posisi kantor Koramil berdampingan dengan kantor Polsek dan Kantor Distrik alias kantor kecamatan. Di depannya terdapat sebuah lapangan yang menjadi lokasi masyarakat melarikan diri.
Namun saat pengejaran, seorang anggota Koramil bernama Jusman mendapati seorang masyarakat. Anggota Koramil itu lantas menikamnya hingga terkapar di lapangan.
"Saya ikut di Pak Jusman anggota Koramil, saya ikuti dia karena saya berdiri di dekat dia tidak sampai 1 meter," kata Richo.
"Yang bersangkutan dapat satu masyarakat di situ dia cabut pisau karena dia tidak pegang senjata. Dia cabut pisau dari sebelah kanan dan dia tikam depannya," katanya.
Brigadir Richo juga menjelaskan kepada jaksa penuntut umum bahwa setelah satu warga ditusuk, dia mendengar letusan tembakan berkali-kali.
Jaksa kemudian membacakan ulang hasil berita acara pemeriksaan (BAP) Brigadir Richo. Dalam BAP itu disebutkan bahwa saksi mengakui ada korban penembakan lagi.
"Dalam keterangan BAP yang saudara sampaikan, saya ingin memastikan ya saudara memberikan keterangan yang mana. Saudara mengatakan, menyampaikan bahwa setelah massa mundur kemudian salah satu anggota mengejar kemudian mengeluarkan tembakan dan kemudian jatuh 1 orang," tutur jaksa.
Mendengar BAP-nya dibacakan ulang oleh jaksa, saksi Richo tak menampiknya. Dia membenarkan BAP itu memang kesaksiannya.
"Siap jatuh satu korban," katanya.
Jaksa kemudian mempertegas bahwa ada satu korban penembakan lagi selain korban yang rubuh karena ditembak di dekat pagar dan korban yang ditikam di lapangan depan Koramil. Terhadap pertanyaan itu, Brigadir Richo kembali mengamininya.
"Siap," katanya singkat.
Simak di halaman berikutnya: Korban Penusukan Dicaci Maki..
Korban Penusukan Dicaci Maki
Sementara itu, mantan Danton Dalmas Polres Paniai Bripka Riddo Bagaray yang juga dihadirkan sebagai saksi mengaku melihat oknum anggota TNI AD menikam seorang warga Paniai dengan sangkur sambil mencaci maki korban.
Riddo menjelaskan bahwa massa awalnya melakukan blokade jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah Jalan Lintas Madi-Enarotali Kilometer 4. Massa kemudian beralih menggeruduk Kantor Koramil.
Kondisi massa yang semakin tak terkendali memaksa pihak kepolisian melepaskan tembakan peringatan ke udara. Namun menurut Riddo, massa kian brutal karena hendak masuk ke Koramil.
"Tambah brutal, Pak," ujar Bripka Riddo di persidangan.
Lebih lanjut Bripka Riddo menjelaskan bahwa massa mundur karena salah seorang dari mereka terkena tembakan oknum TNI. Bripka Riddo yang semula berlindung di Polsek Paniai Timur akhirnya ikut keluar saat massa mundur.
"Kita keluar dari Polsek untuk sekalian memastikan kasih mundur mereka. Penyisiran," tutur Bripka Riddo.
Riddo mengatakan para massa berlari ke sebuah lapangan di depan Koramil. Saat itulah Bripa Riddo mengaku melihat oknum TNI menikam warga yang terpisah dari kelompoknya.
"Di tengah lapangan saya lihat salah satu anggota dari TNI karena pakai kaos loreng celana hijau. Kurang lebih 10 meter jaraknya dari saya di tengah lapangan. Dia ngomong mati kau (sambil menikam dengan sangkur),". tutur Riddo.