Jaksa mengungkap kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua menyebabkan 4 orang tewas. 10 Orang lainnya mengalami luka-luka dengan rincian 7 menderita luka tembak, 2 luka robek dan 1 lainnya luka iris.
Fakta tersebut diungkap jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan pelanggaran HAM berat dengan terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu selaku mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (21/9/2022). Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum awalnya lebih dulu mengurai peristiwa pelanggaran berat HAM di Paniai, Papua pada Desember 2014 silam.
Dalam uraian dakwaannya, tim Jaksa Penuntut Umum Kejagung RI yang diketuai Erryl Prima Putra Agoes mengungkap kronologi pelanggaran HAM berat tersebut sebagai berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Peristiwa Minggu, 7 Desember 2014
Pukul 17.30 WIT
Saksi berinisial MG, BK, YY, NG, OYE awalnya meminta sumbangan ke pengguna jalan roda dua dan empat di Jalan Enarotali-Madi kilometer 4, Pondok Natal Gunung Merah. Permintaan sumbangan tersebut dilakukan dalam rangka untuk mengikuti perlombaan pondok natal yang diselenggarakan oleh Pemkab Paniai.
Selanjutnya sepeda motor yang dikendarai anggota TNI dari arah Enarotali menuju Madi nyaris menabrak saksi BK. Akibatnya saksi BK dan sejumlah rekan-rekannya terlibat cekcok mulut dengan anggota TNI tersebut, namun selanjutnya anggota TNI tetap melanjutkan perjalanan menuju arah Madi.
Belakangan sejumlah anggota TNI menggunakan roda empat dengan membawa senjata api datang ke Pondok Natal Gunung Merah dan melakukan pemukulan terhadap saksi BK, YY, NG, OY. Sementara saksi MG bersembunyi karena mendengar suara tembakan.
Saksi MG kemudian menyampaikan kejadian tersebut kepada Saksi PG selaku Kepala Distrik Paniai Timur. PG kemudian membawa BK ke kantor Polres Paniai untuk memastikan siapa yang melakukan pemukulan tersebut.
2. Peristiwa Senin, 8 Desember 2014
Pukul 07.00 WIT
Insiden pemukulan itu membuat sekelompok orang melakukan blokade jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah Jalan Lintas Madi-Enarotali Kilometer 4 sehingga tidak bisa dilalui masyarakat. Akibatnya jajaran Polres Paniai turun tangan ke lokasi untuk melakukan pengamanan dan membujuk massa membuka blokade jalan tersebut.
Pukul 09.00 WIT
Saksi Kabag Ops Polres Paniai Kompol Sukapdi, Kasat Sabhara Polres Paniai Saksi AKP Arkalius Tabelasirae, Kasat Bimas Polres Paniai AKP Lucter Randa Bunga dan Kapolsek Paniai Timur AKP Petrus Gawe Boro tiba di Pondok Natal Gunung Merah dan secara bersamaan tiba pasukan TNI Rider/Timsus 753/Batalyon 753/AVT Nabire sekitar 7-8 personel.
Di lokasi blokade jalan tersebut telah berkumpul massa sekitar 100 orang dengan membawa kapak, parang, panah, batu dan kayu yang kemudian melakukan penyerangan ke arah kendaraan petugas. Serangan itu membuat kaca mobil Kompol Sukapdi pecah.
Saksi Kompol Sukapdi akhirnya melaporkan kejadian itu ke Wakapolres Paniai Kompol Hanafiah melalui handy talky (HT). Kompol Sukapdi akhirnya mundur atas arahan Kompol Hanafiah, namun salah satu dari anggota TNI menolak mundur dari lokasi.
"Pak Polisi boleh mundur kami akan hadapi, karena kasus ini kami yang buat," ujar tim jaksa penuntut umum, mengulas ucapan anggota TNI dimaksud.
Simak di halaman berikutnya: Tarian Perang Waita Berujung Kericuhan..
Tarian Perang Waita Berujung Kericuhan
Wakapolres Paniai Kompol Hanafiah saat itu langsung ikut turun tangan ke lokasi blokade jalan untuk membujuk massa agar bubar. Namun massa justru semakin tidak terkendali sambil melakukan tarian perang atau Waita.
Pada saat bersamaan salah satu anggota TNI berteriak kepada massa dengan cara melontarkan makian sehingga saksi Kompol Hanafiah dan Kompol Sukapdi menarik mundur personel kepolisian dari lokasi.
Namun dari arah bawah ujung jalan ke arah lapangan Karel Gobay terdengar rentetan tembakan sekitar 5 sampai dengan 6 kali sehingga massa mengejar ke sumber suara tembakan tersebut dan merusak 1 unit kendaraan roda empat yang digunakan saksi Lettu Prasenta Imanuel Bangun selaku Danki Yonif 753/AVT dan anggotanya.
Massa juga disebut berupaya merebut senjata Lettu Prasenta Imanuel Bangun sehingga anggota Satgas Yonif 753/AVT melakukan tembakan peringatan ke atas agar massa mundur.
Lebih lanjut dijelaskan jaksa penuntut umum bahwa saat itu saksi Kompol Hanafiah berjalan ke arah sumber tembakan dan bertemu dengan Lettu Prasenta Imanuel Bangun beserta anggotanya yang berjumlah sekitar 8-12 orang. Saat itu Kompol Hanafiah meminta anggota Yonif 753/AVT tidak melakukan tembakan.
Markas Koramil 1705-02/Enarotali Digeruduk Massa
Kondisi massa yang tak dapat dikendalikan membuat pihak kepolisian dan TNI meninggalkan lokasi dan kembali ke pos masing-masing. Namun massa ternyata terpecah menjadi 2 kelompok, yakni sebagian menuju lapangan Karel Gobay dan sebagian kembali ke Pondok Natal.
Kompol Hanafiah akhirnya menemui Yohanis Youw selaku Wakil Bupati Paniai di Pondok Natal untuk menenangkan massa. Sesampainya di lapangan Karel Gobay, massa justru bersama-sama melakukan tarian perang atau Waita saat melewati Mako Koramil 1705-02/Enarotali.
"Kemudian Terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu memerintahkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali untuk tutup pagar agar massa tidak masuk," kata jaksa.
Masih dalam dakwaan jaksa, terdakwa Isak Sattu disebut membiarkan para anggota Koramil 1705-02/Enarotali mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata.
Sementara itu massa dari luar markas Koramil sudah memanjat pagar dan menolak turun saat diminta personel TNI. Massa disebut jaksa justru meminta untuk ditembak.
"Bahkan ada salah seorang dari massa melakukan perlawanan dengan mengatakan 'tembak sudah saya, karena itu senjata bukan milik kalian, tetapi milik negara'," kata tim JPU.
Perlawanan massa itu direspons dengan tembakan peringatan sambil berteriak ke terdakwa Mayor Inf. (Purn) Isak Sattu selaku Komandan Perwira Penghubung untuk meminta petunjuk.
"(Personel Koramil meminta petunjuk ke terdakwa) 'Komandan kami mohon petunjuk, kantor kita sudah diserang' dan pada saat itu anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan juga melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur," kata Jaksa.
"Padahal Terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati," sambung jaksa.
Simak Video "Video: KemenHAM Nilai Kasus Sirkus OCI Bisa Masuk Pelanggaran HAM Berat"
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/nvl)