Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyoroti tindakan PT Masmindo Dwi Area (MDA) yang menebang paksa pohon cengkeh milik warga di Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). LBH menilai belum ada pembebasan lahan milik warga bernama Cones (46) tersebut.
"Sebanyak 48 pohon cengkeh (warga) yang ditebang, padahal lahan tersebut itu belum ada proses pembebasan," kata Koordinator Bidang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Makassar, Hasbi kepada detikSulsel, Kamis (19/9/2024).
Hasbi mengatakan belum ada kesepakatan antara perusahaan dan Cones mengenai pembebasan lahan tersebut. Dia lantas menuding tindakan perusahaan tersebut merupakan perampasan tanah warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum ada kata sepakat, warga belum menyepakati proses pembebasan lahan, tapi perusahaan sudah melakukan pemaksaan (menebang pohon cengkeh warga)," ujarnya.
"Kita melihat tindakan ini adalah tindakan perampasan atau pemaksaan terhadap masyarakat untuk menyerahkan tanahnya," sambungnya.
Hasbi juga menyoroti keterlibatan gabungan TNI-Polri pada penebangan paksa tersebut. Menurutnya, aparat sebagai penegak hukum seharusnya melindungi warga bukan sebaliknya.
"(TNI-Polri) Harusnya hadir melindungi warga, kita soroti juga kenapa hadir justru jadi pengaman perusahaan," ucapnya.
Menurutnya, kehadiran TNI-Polri di lokasi seharusnya menahan pihak perusahaan melakukan penebangan paksa. Namun, yang terjadi mereka menghalau warga yang berusaha melindungi tanahnya.
"Seharusnya yang perlu ditahan itu pihak perusahaan yang melakukan penebangan, tapi justru kehadiran TNI-Polri di situ menghalau warga yang berusaha mempertahankan tanahnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Hasbi menuturkan pihaknya tengah melakukan investigasi di lokasi. Dia khawatir akan ada warga lainnya yang mengalami nasib yang sama dengan Cones.
"Kita kan berusaha dulu untuk menginvestigasi situasi yang ada di sana, karena ini kan ada 14.000 hektar kawasan yang akan direncanakan jadi wilayah penambangan emas," katanya.
"Ini kan yang baru memohon bantuan hukum itu satu orang warga, kita tidak tahu bisa jadi di sana ada banyak warga yang mengalami nasib yang sama," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, penebangan paksa pohon cengkeh milik Cones terjadi di area perkebunan di Desa Bantae Balla, Kecamatan Latimojong pada Senin (16/9) sekitar pukul 09.00 Wita. Total 48 pohon cengkeh milik Cones tumbang usai ditebang pihak perusahaan.
"Anakku menangis, istriku juga, bertiga ka di situ. Itu mi saya bilang, 'beh orang tidak ada semua kemanusiaannya'. Anak-anak menangis begitu tidak na hentikan," kata Cones kepada detikSulsel, Rabu (18/9).
Sementara, PT MDA membantah tudingan menyerobot lahan warga saat penebangan pohon cengkeh tersebut. Pihaknya menegaskan bahwa perusahaan melakukan aktivitasnya di atas lahan konsesi yang sah milik perusahaan sendiri.
"Lahan yang dimaksud adalah lahan konsesi sah milik MDA, yang diperoleh berdasarkan kontrak karya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai pemegang hak atas lahan tersebut, MDA berhak menggunakannya untuk kegiatan operasional tambang, sebagaimana diatur dalam kontrak dan undang-undang yang berlaku," ungkap Corporate Communications Head MDA, Diana Yultiara Djafar dalam keterangannya, Kamis (19/9).
Sementara terkait klaim warga atas beberapa bidang tanah permukaan, lanjut Diana, masalah tersebut diselesaikan melalui pembebasan hak dan ganti rugi yang adil dan wajar. MDA tidak pernah melakukan tindakan paksa.
"Semua proses yang dijalankan oleh perusahaan telah sesuai dengan ketentuan hukum, termasuk upaya mediasi dengan melibatkan pemerintah desa dan pemerintah kabupaten setempat serta berkoordinasi secara intens dengan Satgas Percepatan Investasi kepada para penggarap lahan negara yang masuk lahan konsesi MDA," jelasnya.
(sar/hsr)