PT Masmindo Dwi Area (MDA) mengklarifikasi soal tudingan melakukan penyerobotan lahan usai menebang pohon cengkeh warga di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pihaknya menegaskan bahwa perusahaan melakukan aktivitasnya di atas lahan konsesi yang sah milik perusahaan sendiri.
"Lahan yang dimaksud adalah lahan konsesi sah milik MDA, yang diperoleh berdasarkan kontrak karya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai pemegang hak atas lahan tersebut, MDA berhak menggunakannya untuk kegiatan operasional tambang, sebagaimana diatur dalam kontrak dan undang-undang yang berlaku," ungkap Corporate Communications Head MDA, Diana Yultiara Djafar dalam keterangannya, Kamis (19/9/2024).
Sementara terkait klaim warga atas beberapa bidang tanah permukaan, lanjut Diana, masalah tersebut diselesaikan melalui pembebasan hak dan ganti rugi yang adil dan wajar. MDA tidak pernah melakukan tindakan paksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua proses yang dijalankan oleh perusahaan telah sesuai dengan ketentuan hukum, termasuk upaya mediasi dengan melibatkan pemerintah desa dan pemerintah kabupaten setempat serta berkoordinasi secara intens dengan Satgas Percepatan Investasi kepada para penggarap lahan negara yang masuk lahan konsesi MDA," jelasnya.
Sejak tahun 2022, MDA disebut telah menjalani berbagai tahapan yang cukup panjang, dimulai dari sosialisasi rencana kompensasi tanam tumbuh dan lahan, hingga kajian penilaian harga pasaran tanam tumbuh, lahan, dan bangunan yang dilakukan oleh penilai independen Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) RAB, serta negosiasi dengan para pemilik lahan bersertifikat dan penggarap. Pada 2023, MDA juga mengadakan Komunikasi Publik untuk memaparkan rencana kegiatan operasional produksi.
"Upaya negosiasi dan mediasi terkait kompensasi lahan terus dilakukan di tahun itu dengan melibatkan pemerintah desa dan pemerintah kabupaten namun masih menemui kebuntuan. Memasuki tahun 2024, MDA melakukan kajian ulang terhadap penilaian harga pasaran tanam tumbuh, lahan, dan bangunan bersama Penilai Independen KJPP RAB," papar Diana.
Di awal tahun ini juga, MDA kembali melakukan sosialisasi dan mediasi namun tidak membuahkan hasil. Bahkan Satgas Percepatan Investasi Kabupaten Luwu juga sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan pemanggilan kepada penggarap dan pemilik lahan, namun lagi-lagi menemui kebuntuan.
"Dari hasil ini, MDA kemudian mengirimkan surat pemberitahuan sebanyak tiga kali kepada pemilik lahan yang tersisa, sekitar 300 hektare dari total seluas 1.100 hektare lahan yang sudah dibebaskan.
Diana melanjutkan, MDA telah menawarkan ganti rugi dengan jumlah yang lebih tinggi dari nilai yang didasarkan pada riset penilaian KJPP atas nilai ganti rugi tanam tumbuh serta harga wajar. Adapun angka maksimal yang ditawarkan, yakni Rp 700 juta per hektare.
"Ini merupakan sebuah nilai yang sangat tinggi untuk lahan di dataran tinggi seperti Kecamatan Latimojong, bahkan tertinggi se-Sulawesi berdasarkan hasil riset Celebes Research Centre. MDA menghormati hak-hak masyarakat dan menunjukkan itikad baik dengan menitipkan dana ganti rugi di Bank Mandiri Cabang Belopa," tutur Diana.
Menurut Diana, langkah ini diambil untuk memastikan kompensasi yang sesuai dengan KJPP atau angka mediasi terakhir tetap berjalan dan bisa dilanjutkan oleh pihak yang terdampak. Dia menuturkan, MDA telah berupaya menyelesaikan permasalahan ini secara damai dan adil, melalui berbagai negosiasi dan mediasi sejak tahun 2022.
"Namun perbedaan dalam harga terus menjadi hambatan yang menghalangi tercapainya kesepakatan. Selain itu, akibat kebuntuan ini, rencana produksi MDA tertunda selama bertahun-tahun, sementara biaya operasional terus berjalan," paparnya.
Dia menambahkan, penundaan ini tidak hanya berdampak pada perusahaan. Pada tahun 2024 ini harus mulai melakukan langkah pengurangan pegawai, tetapi juga menunda potensi pemasukan pendapatan yang seharusnya diperoleh negara, pemerintah daerah dan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh masyarakat Luwu apabila MDA dapat merealisasikan rencana kerjanya yang telah disetujui oleh ESDM.
"Namun demikian, MDA tetap memegang teguh komitmennya kepada warga di 4 kecamatan dan 21 desa di Luwu yang telah mendukung proyek ini. MDA memahami bahwa masyarakat setempat menantikan segera beroperasinya tambang emas ini, karena manfaatnya yang besar bagi masyarakat luas, baik dalam bentuk lapangan kerja, peningkatan ekonomi lokal, maupun pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut," ucapnya.
MDA pun berharap agar masyarakat dapat memahami bahwa segala upaya yang dilakukan perusahaan selalu mengedepankan hukum dan kepentingan bersama. Dia mengajak seluruh pihak untuk melihat masalah ini secara jernih dan komprehensif.
"Kami memahami bahwa setiap proses perubahan selalu melibatkan tantangan. Manajemen MDA berupaya agar semua pihak mendapatkan hak yang adil dan setara sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami senantiasa menjalin komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sekitar, guna memastikan proyek ini berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat," imbuh Diana.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
"Anakku menangis, istriku juga, bertiga ka di situ. Itu mi saya bilang, 'beh orang tidak ada semua kemanusiaannya'. Anak-anak menangis begitu tidak na hentikan," kata Cones kepada detikSulsel, Rabu (18/9).
Cones mengatakan ada 48 pohon cengkehnya tumbang setelah ditebang kurang lebih sejam. Dia pun menuntut ganti rugi kepada PT MDA atas perbuatannya yang sempat dibicarakan sebelumnya.
"Tanahku itu, penawarannya Masmindo itu Rp 600 juta, artinya kan dia hitung mi Rp 70 ribu per meter, tanah sama dengan tanaman. Kemudian rumah 180 juta. Semua totalnya kan tanahku itu 6.000 meter," tuturnya.
Dia mengaku menolak nilai yang ditawarkan PT MDA. Cones menyebut angka yang ditawarkannya kepada pihak perusahaan saat itu mencapai Rp 1 miliar.
"Nah, saya minta dulu Rp 1 miliar, kalau dirincikan Rp 100 ribu per meter, kemudian rumah, saya kira harga itu wajar-wajar saja. Jadi intinya belum ada kesepakatan harga," tegas Cones
Simak Video "Video: Pemeriksaan Sengketa Lahan di Polman Memanas, Warga Blokade Jalan"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/ata)