Perusahaan tambang emas PT Masmindo Dwi Area (MDA) di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) menebang paksa pohon cengkeh milik warga hingga viral di media sosial. PT MDA mengaku melakukan itu karena negosiasi dana kompensasi dengan warga buntu.
External Relations Manager PT MDA, Yudhi Purwandi mengatakan lahan yang ditempati oleh warga untuk menanam cengkeh di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong itu masuk dalam kawasan konsesi yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga, PT MDA berhak atas lahan yang berada di kawasan tersebut.
"Perlu diketahui, MDA adalah pemegang kontrak karya yang diberikan hak oleh pemerintah atas area tersebut. Sebagai pemegang konsesi atas tanah yang berada dalam area kontrak karya, MDA diberikan hak oleh pemerintah berdasarkan undang-undang," kata Yudhi kepada detikSulsel, Rabu (18/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudhi menuturkan PT MDA terpaksa mengambil langkah penebangan pohon cengkeh tersebut setelah negosiasi mengalami kebuntuan. Menurutnya, harga yang diminta oleh warga yang menggarap lahan melebihi angka dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan angka mediasi yang disanggupi PT MDA.
"Langkah ini terpaksa diambil setelah bertahun-tahun selalu mengalami kebuntuan karena harga yang diminta penggarap lahan melebihi dari angka KJPP dan angka mediasi yang disanggupi perusahaan," ujar Yudhi.
Sementara, kata dia, PT MDA telah menyiapkan dana kompensasi kepada warga yang terdampak. Dana kompensasi tersebut dititipkan PT MDA melalui bank dan kompensasi tersebut dapat diambil dengan melengkapi dokumen yang diperlukan.
"Masmindo sudah menitipkan dana kompensasi sesuai dengan angka KJPP atau angka mediasi terakhir yang disanggupi perusahaan ke Bank Mandiri Cabang Belopa. Sehingga warga yang terdampak bisa langsung menyelesaikan ke bank dengan terlebih dahulu melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan," jelas Yudhi.
Yudhi mengungkapkan, akibat masalah itu, PT MDA telah menunda produksi emas selama bertahun-tahun. Padahal, kata dia, pengeluaran untuk operasional PT MDA terus berjalan.
"Selama bertahun-tahun pula rencana produksi emas Masmindo tertunda, sementara operasional cost tetap berjalan," bebernya.
Kendati begitu, Yudhi mengatakan PT MDA tetap berupaya agar proses tersebut berjalan dengan baik. Pihaknya bertekad melakukan ganti rugi yang adil dan wajar.
"Terkait adanya hak warga atas beberapa bidang tanah permukaan, masalah tersebut akan diselesaikan melalui pembebasan hak dan ganti rugi yang adil dan wajar," ujarnya.
Selain itu, Yudhi menegaskan pihaknya akan memegang komitmen kepada warga di 4 kecamatan dan 21 desa di Luwu yang memberikan dukungan kepada mereka. Dia juga berjanji dan senantiasa berkomitmen terhadap kemaslahatan masyarakat luas.
"Masmindo memegang komitmen kepada warga di 4 kecamatan dan 21 desa di Luwu yang sudah memberikan dukungan mereka dan menanti segera beroperasinya Masmindo untuk kemaslahatan masyarakat luas," tegas Yudhi.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Warga Histeris Pohon Cengkehnya Ditebang
Peristiwa penebangan pohon cengkeh itu terjadi di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, Senin (16/9). Warga bernama Cones (46) yang pohon cengkehnya ditebang mengatakan pihak PT MDA awalnya datang sekitar pukul 09.00 Wita.
"Tidak pamit-pamit bilang kami (PT MDA) mau mulai menebang ini, langsung menebang. Pas juga saya kan ada di rumah itu, saya kira, kan ada sebelah kebun itu sudah bebas (diganti rugi), jadi saya kira itu yang mau ditebang. Ternyata saya lihat, eh ternyata kebun ku mi," kata Cones kepada detikSulsel, Rabu (18/9).
Cones menuturkan, penebangan pohon cengkehnya itu sempat dihentikan setelah menegur pihak PT MDA. Namun pada pukul 14.00 Wita, pihak PT MDA kembali datang dengan membawa aparat keamanan dengan jumlah lebih banyak.
"Saya tegur mi saya bilang jangan dulu (tebang) karena (lahan) belum bebas. Berhenti di situ, 2 pohon ditebang berhenti. Setelah jam 2 siang karena mungkin ada mi pertemuan, kembali datang banyak orang. Banyak mi polisinya, banyak mi tentaranya, ada Brimob, Brimob yang lebih banyak, jadi itu waktu menebang kita dipegang mungkin na kira mau mengancam ki," ungkap Cones.
Akibat penebangan itu, Cones mengaku anak dan istrinya menangis histeris. Mereka tidak terima pohon cengkeh yang menjadi salah satu sumber penghasilan keluarganya ditebang.
Cones juga menyesalkan tindakan petugas keamanan pada saat itu yang berusaha menghalangi keluarganya untuk menghentikan penebangan. Kondisi itu disebutnya memicu terjadinya aksi saling tarik menarik.
"Anakku menangis, istriku juga, bertiga ka di situ, itu mi saya bilang, 'beh orang tidak ada semua kemanusiaannya'. Anak-anak menangis begitu tidak na hentikan," sebut Cones.
Lebih jauh, Cones mengaku menuntut ganti rugi atas penebangan pohon yang telah berusia 10 tahun kepada PT MDA sebesar Rp 1 miliar. Nilai itu berdasarkan luas lahan yang dimilikinya sebesar 6 hektare
"Itu mi (saya harap PT MDA) mengganti rugi yang ditebang. Harusnya ganti dulu (bayar kompensasi) karena kan masih hak kita (saya). Kalau mau memang na beli Masmindo harus sesuai dengan harga. Tanahku itu, penawarannya Masmindo itu Rp 600 juta, artinya kan dia hitung mi Rp 70 ribu per meter, tanah sama dengan tanaman. Kemudian rumah 180 juta. Semua totalnya kan tanahku itu 6.000 meter," tuturnya.
"Nah, saya minta dulu Rp 1 miliar. Kalau dirincikan Rp 100 ribu per meter, kemudian rumah, saya kira harga itu wajar-wajar saja. Jadi intinya belum ada kesepakatan harga," tegas Cones.