Warga di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel), tidak kuasa menahan tangis saat menyaksikan pohon cengkehnya ditebang secara paksa oleh PT Masmindo Dwi Area (MDA). Warga pemilik lahan juga tidak kuasa menahan aksi dari pihak perusahaan tambang emas itu.
Penebangan pohon cengkeh milik Connes (46) itu terjadi di area perkebunan di Desa Bantae Balla, Kecamatan Latimojong, Luwu pada Senin (16/9) sekitar pukul 09.00 Wita. Momen penebangan ohon cengkeh yang diwarnai isak tangis warga itu terekam kamera video hingga viral di media sosial.
Dalam video beredar, tampak sejumlah petugas dari PT MDA menebang satu per satu pohon cengkeh menggunakan chainsaw atau gergaji mesin. Aksi penebangan itu dikawal aparat dari TNI dan Polri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tampak seorang anak menangis ditarik-tarik aparat keamanan berseragam dan bersenjata lengkap. Sementara istri Cones merekam momen saat anaknya ditarik sambil menangis histeris.
Pihak perusahaan dan aparat keamanan terdengar adu mulut. Warga tidak bisa mengelak meski berupaya menghalangi petugas menebang pohon cengkeh miliknya.
"Anakku menangis, istriku juga, bertiga ka di situ. Itu mi saya bilang, 'beh orang tidak ada semua kemanusiaannya'. Anak-anak menangis begitu tidak na hentikan," kata Cones kepada detikSulsel, Rabu (18/9/2024).
Cones mengatakan ada 48 pohon cengkehnya tumbang setelah ditebang kurang lebih sejam. Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak karena pihak perusahaan sudah berada di lahan tersebut tanpa sepengetahuannya sejak awal.
"Tidak lama ji (proses penebangan pohon cengkeh), jam 2 mulai tidak sampai satu jam 48 pohon (tumbang) karena 2 senso (gergaji mesin) dia pakai," ungkapnya.
Pihak PT MDA sempat menghentikan aktivitasnya setelah menebang dua pohon cengkeh. Namun belakangan aparat keamanan dalam jumlah besar datang hingga penebangan yang sempat disetop warga kembali dilanjutkan.
"Banyak mi polisinya, banyak mi tentaranya, ada Brimob, Brimob yang lebih banyak. Jadi itu waktu menebang kita dipegang mungkin na kira mau mengancam ki," ungkap Cones.
Dia mengaku baru tiga kali panen sejak pohon cengkeh di lahan tersebut ditanam selama 10 tahun terakhir. Cones pun bermohon kepada PT MDA agar menyisakan satu pohon cengkeh untuk tidak ditebang karena sudah banyak berbuah.
"Yang lain itu yang kurang-kurang mi buahnya na lihat na tebang mi (PT MDA). Lebih banyak mi yang ditebang dari pada tinggal. Pokoknya umurnya itu cengkeh kurang lebih 10 tahun. Sudah 3 kali mi dipetik," paparnya.
Cones turut menuntut ganti rugi kepada PT MDA atas pohon cengkeh yang ditebang. Pihak perusahaan disebut sempat menawarkan Rp 600 juta untuk pembebasan lahan kepada Cones namun nominal itu belum disepakati.
"Tanahku itu, penawarannya Masmindo itu Rp 600 juta, artinya kan dia hitung mi Rp 70 ribu per meter, tanah sama dengan tanaman. Kemudian rumah 180 juta. Semua totalnya kan tanahku itu 6.000 meter," tuturnya.
"Nah, saya minta dulu Rp 1 miliar, kalau dirincikan Rp 100 ribu per meter, kemudian rumah, saya kira harga itu wajar-wajar saja. Jadi intinya belum ada kesepakatan harga," tegas Cones.
Pembelaan Pihak Perusahaan
Sementara itu, External Relations Manager PT MDA, Yudhi Purwandi mengklaim perusahaan memiliki hak atas tanah itu. Dia berdalih PT MDA sebagai pemegang kontrak karya diberikan hak oleh pemerintah mengelola lahan tersebut.
"Sebagai pemegang konsesi atas tanah yang berada dalam area kontrak karya, MDA diberikan hak oleh pemerintah berdasarkan undang-undang," ucap Yudhi.
PT MDA terpaksa mengambil langkah penebangan pohon cengkeh tersebut setelah negosiasi mengalami kebuntuan. Dia mengatakan, harga yang diminta oleh warga yang menggarap lahan melebihi angka dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan angka mediasi yang disanggupi PT MDA.
"Langkah ini terpaksa diambil setelah bertahun-tahun selalu mengalami kebuntuan karena harga yang diminta penggarap lahan melebihi dari angka KJPP dan angka mediasi yang disanggupi perusahaan," paparnya.
Namun PT MDA berjanji akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Dia mengatakan perusahaan sudah menawarkan opsi pembayaran ganti rugi lahan kepada warga.
"Terkait adanya hak warga atas beberapa bidang tanah permukaan, masalah tersebut akan diselesaikan melalui pembebasan hak dan ganti rugi yang adil dan wajar," jelas Yudhi.
(sar/hmw)