Wacana kotak kosong di pemilihan gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) 2024 mulai mencuat setelah sejumlah partai politik (parpol) menyatakan dukungan ke bakal pasangan calon Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi. Sejumlah pakar politik menilai wacana tersebut merupakan strategi menyederhanakan persaingan.
Pakar politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Alauddin Makassar Prof Firdaus Muhammad menduga wacana itu muncul karena adanya campur tangan elite pusat. Kendati begitu, kata dia, pertarungan kotak kosong dalam kontestasi politik adalah hal yang wajar.
"Ada manuver elite inginkan kotak kosong dan itu wajar. Hanya saja, untuk membangun demokrasi di Sulsel sebaiknya lebih dari satu pasangan agar masyarakat memiliki pilihan," ujar Firdaus kepada detikSulsel, Selasa (23/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi menurutnya, di Sulsel terdapat banyak figur yang layak diusung oleh parpol. Baik dari kalangan kader parpol maupun figur independen.
"Kotak kosong tidak bisa dimungkiri jika partai menginginkan. Tapi perlu dipertimbangkan bahwa pesta demokrasi adalah kontestasi bukan semata menang tapi memberi ruang bagi pemilih menentukan pilihan politiknya dalam pembangunan demokrasi di Sulsel," tambah Firdaus.
Lanjut Firdaus, sinyal kuat calon tunggal di Pilgub Sulsel ini muncul setelah NasDem yang bisa mengusung sendiri mendukung Sudirman-Fatma. Ditambah lagi, gerbong dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) juga berpotensi merapat.
"Iya (pengaruh KIM), apalagi diusung NasDem ditambah KIM jadi memungkinkan mengarah ke kotak kosong," katanya.
Meski begitu, Firdaus menilai dukungan Gerindra di Pilgub Sulsel belum final meski DPP sudah memberi pernyataan akan mengusung Sudirman-Fatma. Menurutnya, rekomendasi usungan final ditentukan saat dipakai bakal pasangan calon untuk mendaftar di KPU.
"(Dukungan ke ASS-Fatma) ini dinamika elite sehingga putusan rekomendasi tergantung pusat. Artinya perjuangan AIA sosialisasi secara masif bisa diperhitungkan atau Gerindra abaikan upaya Iwan. Mungkin saja, Iwan masih berjuang kendarai partainya," katanya.
"Pertanyaannya, kenapa Iwan masif sosialisasi jika tidak dapat signal dari pusat? Tapi mungkin saja ada pergerakan politik internal yang haruskan Iwan legawa," tambah Firdaus.
Sementara soal calon tunggal atau kotak kosong masih akan ditentukan oleh sikap partai lainnya. Seperti Golkar yang masih berpeluang membentuk poros baru dengan mencari koalisi.
"Golkar memiliki kader yang layak seperti IAS (Ilham Arief Sirajuddin), Adnan (Bupati Gowa, Indah (Bupati Luwu Utara). Setidaknya disiapkan wakil. Jadi bisa 2 atau 3 pasang. Misalnya, NasDem usung sendiri, kemudian koalisi KIM dan pasangan 3 bisa diusung di luar NasDem dan koalisi KIM misal PKB, PDIP, PPP, Partai Demokrat, dan lainnya," katanya.
Hanya saja, kata dia, kandidat yang ingin membuat poros koalisi seperti Danny, AIA, dan IAS, harus memiliki bargaining yang kuat. Agar partai di luar NasDem dan KIM tertarik membuat poros baru.
"Betul (harus tertarik). Makanya kandidat yang diusung dituntut cukupkan kursi," katanya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kotak Kosong Bagian dari Strategi
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas Prof Sukri Tamma menilai calon tunggal di Pilkada bukan hal baru. Di sejumlah Pilkada di Sulsel telah terjadi calon tunggal di beberapa daerah. Bahkan teranyar kotak kosong pernah menang di Pilwalkot Makassar 2018.
"Bahwa kemudian partai-partai kebetulan berada pada satu pilihan itu mungkin saja. Itu juga sudah banyak terjadi di banyak pilkada dan tidak menjadi aneh kalau terjadi juga di Sulsel," jelasnya.
Intinya, kata dia, sejauh mana Sudirman-Fatma menghimpun semua kepentingan banyak parpol yang mengusungnya. Parpol tentu punya kepentingan masing-masing dalam koalisi itu nantinya.
"Bisa jadi sebagai upaya memperkuat tim atau dalam kerangka lain, ada deal-deal politik yang kemudian diterima bersama itu bisa saja terjadi. Jadi bukan sesuatu yang mengherankan," jelasnya,
Calon tunggal dalam Pilkada, kata Sukri, akan membuat masyarakat tak punya pilihan alternatif. Apalagi banyak figur yang layak untuk bersaing yang bisa menjadi alternatif pilihan masyarakat.
"Meski pun nantinya calon tunggal, kita masih menunggu karena nanti hasilnya belum pasti menang. Pernah terjadi di Makassar, calon tunggal tapi masyarakat tidak memilih untuk mendukungnya. Lebih besar masyarakat tidak mendukung calon tunggal itu makanya tidak ada pemenang," jelasnya.
Diketahui, sejumlah parpol sudah terang-terangan menyatakan arah dukungannya ke Sudirman-Fatma. Di antaranya, NasDem (17 kursi), Gerindra (13 kursi), Demokrat (7 kursi), dan PAN (4 kursi). ASS-Fatma hampir pasti sudah mengantongi 41 kursi dari total 85 kursi di DPRD Sulsel.
Praktis sisa Golkar (14 kursi), PKB (8 kursi), PKS (7 kursi) dan Hanura (1 kursi) yang belum bersikap. ASS-Fatma juga kemungkinan besar masih akan dapat dukungan dari partai-partai itu.
Sementara PPP (8 kursi) dan PDIP (6 kursi) yang sudah memberi surat tugas ke Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto. Danny masih butuh 3 kursi lagi agar bisa mencukupkan koalisi.
Simak Video "Video: Duduk Perkara Pendukung Paslon Pilgub Sulsel Saling Lempar Batu"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/sar)