Bupati Halmahera Utara Frans Manery menyita perhatian usai mengejar mahasiswa yang menggelar aksi demonstrasi menggunakan parang. Para mahasiswa pun dibuat kocar-kacir meninggalkan lokasi aksi.
Peristiwa itu terjadi di depan Hotel Greenland di Desa Gura, Kecamatan Tobelo, Halmahera Utara pada Jumat (31/5) sekitar pukul 17.30 WIT. Kejadian bermula saat mahasiswa menggelar aksi demonstrasi pada perayaan HUT ke-21 Kabupaten Halmahera Utara di Kantor DPRD Halut sekitar pukul 11.00 WIT.
Dalam video beredar, mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tobelo itu melakukan demonstrasi di depan salah satu gedung. Franz yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana panjang hitam, terlihat mendatangi mahasiswa dengan menggenggam sebilah parang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Frans kemudian mengayunkan parang tersebut ke kaca mobil pikap yang digunakan massa aksi. Terlihat massa aksi langsung lari berhamburan menjauhi bupati.
"Tidak boleh begitu pak bupati, lihat itu ngoni (kalian) pe (punya) bupati, video-video," teriak massa aksi dalam rekaman video tersebut.
"Bukan cuma tong (kami) pe (punya) bupati, samua pe (punya) bupati," timpal seorang ibu-ibu yang menyaksikan kejadian tersebut.
Frans kemudian mengungkap alasan mengejar mahasiswa menggunakan parang. Menurutnya, para mahasiswa itu tidak akan membubarkan diri jika hanya diusir menggunakan tangan kosong.
"Kalau dengan tangan kosong tidak mungkin mereka bisa kabur. Ya saya kejar, mau tidak mau saya harus kejar dengan parang. Untung mereka lari, kalau tidak lari dan nantang saya, mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi," ujar Frans dalam video klarifikasinya yang diterima detikcom, Sabtu (1/5/2024).
Menurut Frans, aspirasi mereka telah didengar oleh ketua DPRD Halut. Dia mengaku heran sebab mahasiswa terus menggelar unjuk rasa.
"Maksud mereka sudah disampaikan dan sudah ditanggapi oleh ketua DPRD. Kemudian mereka melanjutkan aksi lagi di kantor keuangan daerah dan di kantor itu mereka masuk dan mengobok-obok fasilitas kantor dengan membuang meja, bunga, dan alat-alat ke luar kantor. Saat para staf yang beragama muslim sedang melakukan salat," ujarnya.
Lanjut Frans, massa kemudian melanjutkan aksi demonstrasi di depan Hotel Marahai di Desa Wosia, Kecamatan Tobelo. Saat itu, massa aksi sempat ditegur oleh pihak keamanan karena bertepatan dengan waktu salat Jumat.
"Saya kira sudah tidak terjadi aksi lagi. Saat itu saya sedang ikut pleno Pemilu 2024 yang digelar KPU di Hotel Greenland Tobelo. Nanti sekitar pukul 15.30 WIT, anak saya telepon dari rumah mengatakan, 'papa mahasiswa yang melakukan aksi sementara menuju ke rumah'," ujar Frans.
"Kebetulan di rumah itu ada acara makan. Ibu (istri) menjamu tamu yang kami undang untuk menghibur dalam acara HUT Kabupaten Halmahera Utara malam nanti. Setelah mendapat informasi itu, saya langsung keluar dari tempat pleno KPU dan kembali ke rumah," tuturnya.
Frans mengaku sekitar 70 meter sebelum tiba di rumahnya, massa aksi sudah memarkir kendaraan pikap dan menggelar orasi sekaligus mengusir para tamu yang diundang. Mereka seakan menolak acara konser HUT ke-21 Kabupaten Halut pada malam harinya.
"Seakan-akan (tamu) tidak boleh melakukan pertunjukan pada malam nanti. Mereka katakan kondisi keuangan seperti ini kenapa harus datangkan artis dan buang-buang uang. Terus saya bilang, ini kan hiburan dalam kaitan HUT. Tetap mereka mau melakukan orasi, sementara saya harus lindungi tamu kami," ujarnya.
Lebih lanjut Frans menuturkan tindakannya mengusir massa aksi bukan dengan kapasitas sebagai bupati. Karena aksi demonstrasi dilakukan di kompleks rumahnya tanpa ada pengawalan dari aparat kepolisian.
"Tindakan yang saya ambil sebenarnya bukan sebagai bupati, karena ini di kompleks perumahan saya dan tidak ada aparat kepolisian, sebab tidak ada yang menduga massa aksi akan ke situ. Saya membujuk mereka sekitar tiga atau empat kali untuk bubar," katanya.
(hmw/asm)