Tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud Md dan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) kompak datang bersamaan ke Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) mengajukan koreksi atas putusan Bawaslu Takalar terkait kasus Sekda Takalar Muhammad Hasbi diduga mengkampanyekan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka mengaku tidak puas dengan putusan yang menjerat Hasbi.
"Kami datang ke Bawaslu Sulsel hari ini menyampaikan permintaan koreksi terhadap rekomendasi Bawaslu Takalar," ujar Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Iwan Kurniawan kepada wartawan ditemui di Kantor Bawaslu Sulsel, Senin (12/2/2024).
Iwan yang juga Ketua Sahabat Mahfud Sulsel ini menyebut ruang untuk koreksi putusan Bawaslu diatur dalam pasal 53 ayat 183 tahun 2002. Ihwal kedatangannya bersamaan dengan tim hukum AMIN, Iwan menyebut memang disengaja karena punya kepentingan yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya kenapa ini kami datang bersamaan itu karena tidak ada maksud lain, tujuan kami sebenarnya kepentingan sama bahwa kami (paslon) 01 dan 03 sudah melakukan laporan di Bawaslu Takalar atas kasus Sekda Takalar dan hasilnya sudah keluar, namun hasilnya itu belum sesuai dengan harapan kami," jelas Iwan.
Pihaknya menilai Bawaslu Takalar cenderung berat sebelah dalam keputusannya. Bawaslu Takalar dinilai hanya mempertimbangkan keterangan dari Sekda.
"Kemudian tidak transparan, tidak ada pertimbangan hukum yang disampaikan," ujarnya.
Selain itu, Bawaslu Takalar juga dinilai tidak independen dan tidak mandiri jika memeriksa Sekda Takalar Hasbi. Pasalnya, mereka kerap berinteraksi pada momen tertentu dalam sebuah kegiatan.
"Ketiga prinsip independensi, tidak mandiri karena pejabat diperiksa ini setara dia. Semestinya memang dulu ketika dimasukkan laporan ke provinsi tidak dilimpahkan ke sana (Bawaslu Takalar) karena Bawaslu kabupaten/kota sebaiknya hanya memeriksa setingkat kepala dinas ke bawah," ujarnya.
Di lokasi yang sama, Ketua Tim Hukum TPD AMIN Sulsel Tadjuddin Rahman juga menyampaikan alasannya mengajukan koreksi atas putusan Bawaslu Takalar tersebut. Dia mengaku dalam rekomendasi dari Bawaslu Takalar yang diterimanya tidak mencantumkan pertimbangan hukum dalam putusan tersebut.
"Jadi itu kan rekomendasi putusan dari Takalar itu tidak ada pertimbangan hukumnya. Sedangkan yang namanya hukum itu harus ada analisis hukum kan, dia menyatakan bahwa tidak terbukti melanggar undang-undang nomor 7 tahun 2017," ujar Tadjuddin.
Di sisi lain, lanjut Tadjuddin, Bawaslu Takalar memutuskan Hasbi melanggar UU lainnya, yakni UU terkait ASN. Padahal, laporan utama dalam kasus tersebut adalah terkait dugaan pelanggaran UU Pemilu 7 tahun 2017.
"Konsekuensi dari pelanggaran Pemilu itu tidak sama dengan konsekuensi pelanggaran UU ASN. Kalau ASN karena jabatan, pasal 28 (UU Pemilu) dilarang pejabat negara untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan yang dapat merugikan Pasangan calon tertentu," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya...
Sedangkan menurutnya, dari awal laporannya menyatakan ucapan Sekda Takalar merupakan ajakan memilih. Kata dia, dalam praktek politik di Indonesia memberi apresiasi artinya secara tidak langsung ajakan memilih.
"Ini hanya memperhalus kalimat saja," tegasnya.
Dia berharap Bawaslu Sulsel melakukan koreksi atas putusan Bawaslu Takalar tersebut. Apapun hasil koreksinya, dia meminta agar dijelaskan secara rinci pertimbangan hukumnya.
"Jadi kami butuh nanti kalau misalnya Bawaslu Provinsi mengoreksi ini, kita butuh analisis hukum," katanya.
"Kita minta koreksi karena memang dalam pasal 53 tadi itu ada upaya koreksi, diberikan kesempatan satu tingkat di atasnya. Alasannya itu tadi karena tidak ada pertimbangan hukumnya dari Bawaslu Takalar yang kami terima," tambah Tadjuddin.
Sebelumnya diberitakan, Bawaslu Takalar menyatakan Sekda Takalar Muhammad Hasbi melanggar netralitas ASN soal dugaan mengkampanyekan anak Presiden Jokowi. Keputusan tersebut ditetapkan setelah Bawaslu menuntaskan rangkaian pemeriksaan.
"Berdasarkan hasil kajian dugaan pelanggaran Pemilu menyampaikan sebagai berikut, satu, laporan tidak terbukti sebagai tindak pidana pemilu. Dua, laporan memenuhi unsur dugaan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan lainnya," ujar Anggota Bawaslu Takalar Ince Hadiy Rachmat saat konferensi pers di kantornya, Rabu, (7/2).
Ince menjelaskan kesimpulan tersebut diambil usai dilakukan pemeriksaan mendalam terhadap pelapor, terlapor dan saksi-saksi. Termasuk meminta keterangan saksi ahli selama kurun waktu 14 hari sejak laporan diregistrasi.
"Jadi Bawaslu Takalar melakukan proses penanganan pelanggaran kemudian dari peristiwa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh yang dilaporkan oleh pelapor terkait dengan video viral Sekda Takalar pada kegiatan rembuk guru pada tanggal 10 Januari," kata Ince.