Wali Kota Makassar Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto menjadi sasaran protes asosiasi pengusaha hiburan di tengah kenaikan pajak hiburan dari 40% hingga 75% yang ditetapkan pemerintah pusat. Danny memahami keluhan itu dan akan memperjuangkan solusi terbaik.
Danny menerima protes dari asosiasi pengusaha hiburan tersebut dalam pertemuan yang digelar di Balai Kota Makassar, Rabu (24/1). Audiensi itu dihadiri unsur Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).
"Jadi memang 75% cukup besar dan saya kira tidak realistis. Tapi karena ini undang-undang kita kan harus mengikuti undang-undang," ujar Danny kepada wartawan, Rabu (24/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan pajak hiburan itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Danny menyebut, keluhan pengusaha hiburan terkait itu terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia.
Danny mengaku, pemerintah pusat sudah merencanakan pemberian insentif di balik kenaikan pajak hiburan itu. Mekanisme tersebut diatur dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Nomor: 900.1.13.1/403-SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu.
"Ada respons dari bapak presiden soal itu, sehingga ada surat dari Kemendagri yang kita akan follow up," ucap Danny.
Danny menegaskan, Pemkot Makassar juga akan menempuh solusi pemberian keringanan fiskal terhadap pelaku usaha hiburan itu. Pihaknya sementara mengkaji aturan pelaksanaannya.
"Solusinya kan sudah ada surat edaran yang saya suruh telaah, surat dari Kemendagri, kita ikuti itu. Salah satunya dimungkinkan untuk diturunkan, tapi berapa penurunannya menurut undang-undang, nah ini kita masih bahas," ungkapnya.
"Paling tidak adalah kebijakan fiskal, keringanan jadi anggaplah sebagai insentif begitu, jadi dalam bentuk insentif pajak. Begitu yang saya baca tadi sekilas (dari SE Mendagri), saya belum membaca lebih dalam," tambah Danny.
Danny pun meminta para pelaku usaha hiburan bersabar sementara waktu sembari menjalankan regulasi yang ada. Pihaknya berkomitmen akan tetap memudahkan pengusaha menjalankan aktivitasnya di Makassar.
"Jadi kalau saya bilang harus ada dua jalur, jalur komplain dari pada seluruh dunia usaha yang berhubungan dengan pajak ini. Yang kedua adalah memberikan konsep apa sebenarnya yang paling ideal, jadi bukan hanya sekadar komplain saja," urai Danny.
Apalagi lanjut Danny, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana meninjau ulang kenaikan pajak hiburan tersebut. Dia menyebut pemerintah memahami kondisi para pelaku usaha.
"Saya kira apa yang disampaikan teman-teman PHRI itu wajar sekali, karena itu memang jumlah yang tidak masuk akal dalam berpajak. Dan saya lihat jelas-jelas di berita, pak presiden akan mengevaluasi keputusan ini," tambahnya.
Danny juga akan meninjau Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2024 terkait Pajak dan Retribusi Daerah yang disahkan DPRD Makassar. Regulasi itu terbit menindaklanjuti UU Nomor 1 Tahun 2022.
"Makanya saya sempat heran kenapa perdanya juga sampai 75%. Apakah kalau nanti diturunkan itu mengubah juga perdanya, katanya ada mekanisme koreksi," ujar Danny.
Danny tidak menampik perda itu disoroti lantaran asosiasi pengusaha hiburan menganggap tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan regulasi itu. Namun Danny membantah hal tersebut.
"(Pengusaha hiburan) Dilibatkan. Tadi sudah dibilang, sudah pernah FGD (forum group discussion) berulang-ulang kali sebelum dilaksanakan. Jadi dilibatkan," tegas Danny.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Pengusaha Terbebani Kenaikan Pajak Hiburan
Asosiasi pengusaha hiburan menolak pemberlakuan kenaikan pajak hiburan 40% hingga 75%. Tarif pajak itu dinilai memberatkan dan mengancam aktivitas usaha.
"Kita datang untuk memberi sebuah pengertian, kalau dipaksakan 75% maka dipastikan kita akan tutup," kata Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga kepada wartawan usai menyampaikan protes di hadapan wali kota Makassar, Rabu (24/1).
Anggiat meminta agar Pemkot Makassar segera memberikan kepastian. Kejelasan tersebut terkait keringanan yang diberikan kepada pelaku usaha yang disarankan bisa diatur lewat peraturan wali kota (perwali).
"Semoga dengan pendekatan perwali nanti ada sebuah ketetapan dan menggunakan pajak sebelumnya," imbuhnya.
Pihaknya juga menyayangkan pengesahan Perda Kota Makassar Nomor 1 Tahun 2024 yang penetapannya mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022. Anggiat mengaku heran adanya regulasi itu tanpa pernah melibatkan pengusaha.
"Saya sebagai ketua PHRI tidak pernah dilibatkan untuk membahas itu, makanya saya protes juga pak wali. Ternyata pak wali juga kaget juga ada angka 75%," kata Anggiat.
Anggiat mengeluhkan skema kenaikan pajak hiburan dari kisaran 40% hingga 75% tidak masuk akal. Pelaku usaha hiburan dijerat tarif pajak tinggi yang menambah beban pengusaha.
"Kemarin saja itu pajak 25% kita sudah ngos-ngosan, karena logikanya begini kita terima uang Rp 100, pemerintah langsung ambil Rp 75. Kita hanya dapat Rp 15," imbuhnya.
"Rp 15 itu bagaimana kita mengelola dengan membayar gaji, mau bayar role materialnya, mau bayar listriknya nggak mungkin itu 25% itu udah ngos-ngosan udah agak loyo, apalagi ini 75%," tandas Anggiat.
Simak Video "Video: Kata Pramono soal 21 Olahraga Kena Pajak Hiburan, Kecuali Golf"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/asm)