Warga Geruduk Kantor Bupati Pinrang Desak Izin 13 Perusahaan Tambang Dicabut

Warga Geruduk Kantor Bupati Pinrang Desak Izin 13 Perusahaan Tambang Dicabut

Muhclis Abduh - detikSulsel
Kamis, 14 Des 2023 15:35 WIB
Warga Pinrang berdialog di kantor Bupati Pinrang terkait penolakan tambang pasir.
Foto: Warga Pinrang berdialog di kantor Bupati Pinrang terkait penolakan tambang pasir. (Muhclis Abduh/detikSulsel)
Pinrang -

Sejumlah warga berunjuk rasa di Kantor Bupati Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Massa mendesak Pemkab Pinrang mencabut izin usaha pertambangan (IUP) 13 perusahaan tambang pasir yang akan beroperasi di sekitar Sungai Saddang.

"Tuntutan warga menolak tambang dan meminta izin 13 perusahaan tambang itu segera dicabut. Total lahan dari 13 perusahaan itu mencapai 480 hektare," kata staf Divisi Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel Apandi kepada detikSulsel, Kamis (14/12/2023).

Warga yang menggelar unjuk rasa berasal dari Desa Bababinanga dan Desa Salipolo, Pinrang. Mereka mendatangi Kantor Bupati Pinrang pada pukul 11.00 Wita pagi tadi untuk kembali menolak perusahaan tambang pasir beroperasi di wilayahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi penolakan warga ini sudah lama terjadi. Bahkan sejak tahun 2017 lalu dan itu sempat viral ada penolakan warga tahun 2019 lalu karena terjadi kericuhan," paparnya.

Apandi menyebut 13 perusahaan tambang yang sudah mengantongi IUP tersebut memang belum beroperasi. Warga pun melakukan penolakan sebagai bentuk antisipasi agar perusahaan tambang tersebut tidak jadi beroperasi.

ADVERTISEMENT

"Jadi ada kasus 2019 lalu ricuh tambang, jadi warga tidak mau itu terulang. Memang belum ada yang beroperasi lagi sebab syarat perizinan juga soal partisipasi publik tidak terpenuhi karena warga terus menolak sebagai dokumen untuk mengeluarkan izin UKL-UPL (pemantauan lingkungan terhadap usaha dan atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup)," tuturnya.

Apandi menuturkan warga juga khawatir perusahaan tambang tersebut merusak lingkungan dan sumber pendapatan mereka. Selama ini warga mengandalkan Sungai Saddang sebagai akses sekaligus sumber pendapatan.

"Di lokasi sungai itu ada aktivitas ekonomi. Dalam 3 bulan sekali mereka menangkap udang kecil atau balaeng. Itu pendapatannya sampai Rp 8 juta per malam. Ketika itu ditambang maka itu akan hilang dengan sendirinya," jelasnya.

Dia mengungkap bahwa Sungai Saddang yang lokasinya masuk ke Desa Bababinanga dan Desa Salipolo merupakan kawasan konservasi. Maka seharusnya yang dilakukan adalah melakukan mitigasi, bukan malah ditambang.

"Lokasi Sungai Saddang itu lokasi konservasi yang harus dipulihkan. Seharusnya pemerintah melakukan mitigasi bencana karena dalam setiap tahun lokasi itu terdampak banjir. Jadi itu dipulihkan bukan ditambang," tegasnya.

Terpisah, Kadis Lingkungan Hidup Pinrang, Sudirman mengatakan persoalan tambang bukan menjadi kewenangan Pemkab. Namun sudah diambil alih dari Pemprov Sulsel.

"Kami jelaskan bahwa persoalan tambang itu kewenangan tidak ada di kabupaten, semua sudah diambil alih provinsi," katanya.

Meski demikian, Sudirman mengaku akan menampung aspirasi warga yang menolak tambang pasir. Pihaknya akan menyurat ke Pemprov Sulsel untuk meninjau lokasi tambang di sepanjang pesisir Sungai Saddang.

"Jadi kami akan menyurat ke provinsi seperti tuntutan warga agar pihak dari Provinsi Sulsel yang turun dan melihat kondisi daerah yang akan ditambang," pungkasnya.




(hsr/sar)

Hide Ads