4 Alasan Apdesi Sulsel Tolak Dana Desa Dipakai Budi Daya Pisang

4 Alasan Apdesi Sulsel Tolak Dana Desa Dipakai Budi Daya Pisang

Ahmad Nurfajri Syahidallah - detikSulsel
Rabu, 18 Okt 2023 06:40 WIB
Ketua Apdesi Sulsel Andi Sri Rahayu.
Foto: Ketua Apdesi Sulsel Andi Sri Rahayu. (Ahmad Nurfajri Syahidallah/detikSulsel).
Makassar -

Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sulawesi Selatan (Sulsel) menolak penggunaan dana desa untuk program budi daya pisang yang diinisiasi oleh Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin. Pihaknya menegaskan kewenangan pengelolaan anggaran dikembalikan ke pemerintah desa masing-masing.

Diketahui, imbauan pengelolaan dana desa untuk budi daya pisang tertuang dalam surat edaran dengan nomor: 412.2/11938/DPMD tertanggal 9 Oktober 2023 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2024. Surat yang diteken Bahtiar itu dimaksudkan pengentasan kemiskinan, penanganan stunting/gizi buruk, ketahanan dan kedaulatan pangan, serta pengendalian inflasi.

"Dalam upaya percepatan akselerasi pembangunan di Perdesaan, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memprogramkan pemanfaatan lahan tidur sekitar 2 juta hektare untuk pengembangan budidaya pisang dalam program ketahanan pangan di desa dengan target 500 ribu hektare lahan yang tersebar di seluruh desa di Sulsel," tulis Bahtiar dalam edarannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu poin dalam edaran tersebut, pemerintah desa diminta mengalokasikan APBDesa sebesar 40% dari pagu anggaran dana desa dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Poin yang belakangan menuai sorotan, khususnya mendapat penolakan Apdesi Sulsel.

Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin pun mengundang Apdesi Sulsel untuk meluruskan polemik terkait hal tersebut di kantor Gubernur Sulsel, Senin (16/10). Setelah pertemuan itu, Apdesi Sulsel mengungkapkan sejumlah alasan menolak imbauan penggunaan dana desa untuk budi daya pisang:

ADVERTISEMENT

1. Pengelolaan Dana Diatur Kemendes

Ketua Apdesi Sulsel Andi Sri Rahayu mengatakan pengelolaan dana desa merujuk pada aturan Kementerian Desa (Kemendes). Pihaknya tegas tetap mengacu pada regulasi dari pemerintah pusat.

"Satu hal yang harus dipahami, terkait 40% dana desa itu kan yang seharusnya mengatur itu kan Kementerian Desa," tegas Rahayu kepada wartawan, Senin (16/10).

Rahayu mengatakan pihaknya pun sisa menunggu petunjuk teknis (juknis) pengelolaan dana desa. Regulasi yang diatur dalam peraturan kementerian desa (permendes).

"Terkait dana desa, silakan mengikuti apa yang menjadi arahan Kementerian Desa," tegasnya.

2. Dana Desa Otoritas Kades

Rahayu tidak ingin penggunaan dana desa terlalu jauh diatur Pemprov Sulsel. Dia menekankan pengelolaan anggaran sedianya menjadi otoritas kepala desa (kades).

"Pada prinsipnya kami menolak, karena itu dana rumah tangga kami. Yang mengerti dan paham itu kan kepala desa," sebutnya.

Menurutnya, rencana Pemprov Sulsel itu sebelumnya disosialisasikan lebih dulu. Pihaknya ingin aspirasi kades didengar lebih awal sebelum edaran tersebut diterbitkan.

"Seharusnya teman-teman kepala desa didudukkan dan menyampaikan aspirasi. Kemudian duduk bersama apakah ini berhasil atau tidak," tutur Rahayu.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

3. Alokasi 40% Dinilai Terlalu Besar

Rahayu juga beranggapan imbauan mengalokasikan 40% dari total pagu anggaran dana desa terlalu besar. Di satu sisi, tiap desa punya program sendiri yang disesuaikan kebutuhannya di wilayah masing-masing.

"40% itu cukup besar kisarannya," ungkap Rahayu.

Dia kembali menegaskan agar kewenangan pengelolaan dana desa diserahkan ke kades. Menurutnya kades lah yang lebih tahu kebutuhan daerahnya.

"Biarkanlah teman-teman kepala desa untuk menentukan kemana dana ini ingin digelontorkan," paparnya.

4. Dana Desa Dibahas di Musrembang

Rahayu mengatakan peruntukan dana desa dibahas lewat musyarwah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat desa. Dengan begitu, anggarannya tidak bisa serta merta dialokasikan tanpa pertimbangan lebih dulu.

"Itu harus melalui musyawarah desa, musrenbang desa. Tidak ada keputusan yang tertinggi dalam sebuah dana desa, kalau tidak dilakukan melalui musrenbang," sebutnya.

Rahayu menyadari budi daya pisang merupakan program positif demi mendukung ketahanan pangan. Di satu sisi, dia menilai desa punya program ketahanan pangan sendiri tergantung kondisi wilayahnya.

"Lagi-lagi saya ingin menyampaikan, bahwa terkait ketahanan pangan, ya, kembali pada wilayah desanya masing-masing. Apa yang dia butuhkan," imbuh Rahayu.

Pemprov Sulsel Sebut Cuma Imbauan

Menanggapi penolakan tersebut, Pemprov Sulsel berharap penggunaan dana desa untuk budi daya pisang tidak lagi berpolemik. Pihaknya menegaskan surat edaran terkait program ketahanan pangan itu sifatnya sekadar imbauan.

"Persoalan polemik terkait dengan surat edaran ini sudah clear. Artinya ini adalah bersifat imbauan karena ini kan bukan dasar hukum. Karena bukan keputusan gubernur, hanya surat edaran," jelas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sulsel Muh Saleh, Senin (16/10).

Saleh menuturkan penggunaan dana desa mengacu pada peraturan menteri desa (permendes). Dia meminta tiap pemerintah desa mengacu pada regulasi tersebut.

"Nah sekarang Pak Gubernur sudah mengatakan bahwa sambil menunggu peraturan menteri desa terkait dengan prioritas penggunaan dana desa 2024. Kita akan menyesuaikan nanti sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tuturnya.

Pihaknya pun mempersilakan pengelolaan dana dikelola sesuai dengan kebutuhan desa masing-masing.

"Jadi semua teman-teman kepala desa disilakan menggunakan dana desanya sesuai dengan aturan yang berlaku dan potensi yang ada di desanya," tandas Saleh.

Halaman 2 dari 2
(sar/hsr)

Hide Ads