DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) turut menanggapi aksi demonstrasi sejumlah kepala desa yang menolak program Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin soal budi daya pisang. Demo itu dianggap sesuatu yang normal.
"Adapun dengan dinamika (kepala desa demo tolak program budi daya pisang) tadi (ditanyakan), saya rasa itu normal," ujar Wakil Ketua DPRD Sulsel Syaharuddin Alrif alias Syahar kepada wartawan di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Kamis (12/10/2023) malam.
Syahar menilai penolakan wajar saja dilakukan oleh sejumlah kades. Namun dia turut menegaskan jika edaran Pj Gubernur terkait 40 persen dana desa untuk budi daya pisang hanya imbauan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya rasa tidak apa-apa menanyakan (edaran 40 persen dana desa untuk budi daya pisang). Tapi itu normatif. Tentu, karena ini mungkin seperti disampaikan gubernur tadi, ini imbauan. Bukan berarti wajib," bebernya.
Dia menuturkan Bahtiar berniat mengaktifkan lahan yang tidak produktif melalui program budi daya pisang tersebut. Sehingga Syahar menilai tak masalah jika para kepala desa enggan melakukannya.
"Imbauan sunah. Tidak dilaksanakan, tidak masalah. Sekarang, misi Pak Gubernur ini, bagaimana memanfaatkan tanah-tanah marjinal yang rakyat kita tanam pisang," tuturnya.
Legislator Fraksi NasDem ini mengatakan setidaknya ada 6 juta hektare lahan kosong yang tidak produktif di Sulsel. Lahan kosong itulah yang akan ditanami pisang hingga menjadi pendapatan baru bagi rakyat.
"Sementara tanah kita 6 juta hektar ini kosong bos. Ini yang mau diisi oleh Pak Gubernur. Supaya ada tambahan pendapatan baru bagi masyarakat," paparnya.
Menurut Syahar, budi daya pisang adalah sesuatu yang lazim terjadi sejak dahulu di Sulsel. Sehingga dengan program ini, Bahtiar disebut telah mengenali betul karakter orang Bugis-Makassar yang suka pisang.
"Ini (budi daya pisang) bukan hal baru, dari zaman kita kecil sudah ada pisangnya. Saya yakin Pak Gubernur tahu kita orang Sulsel, baru bangun pagi cari pisang goreng. Sampai tengah malam, cari pisang ijo, kita. Dari pagi sampai mau tidur, kita menunya pisang," sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bone menolak kebijakan Bahtiar soal penggunaan dana desa untuk program budi daya pisang. Mereka meminta kebijakan tersebut ditinjau ulang lantaran bukan termasuk prioritas di daerah mereka.
"Kami butuh beras, bukan pisang. Kami meminta agar surat edaran itu ditinjau ulang," ujar Ketua Apdesi Bone Andi Rasdi Sumange kepada wartawan, Kamis (12/10).
"Kami sepakat untuk menolak edaran gubernur untuk 40 persen dana desa untuk menanam pisang," lanjut Rasdi.
Rasdi mengatakan sejumlah pemerintah desa sudah mengatur Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Anggaran dana desa itu diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur.
"Kita ini sudah menyusun anggaran RPJMDes, dan disepakati melalui musyawarah untuk perbaikan jalanan, pembuatan embun, dan sumur bor. Ternyata dengan adanya edaran pj gubernur 40% menjadi hambatan. Padahal yang kita butuhkan ini adalah jalan,"tuturnya.
(asm/ata)