Perkara Istri Mendiang Sultan Ternate Lantik Perangkat Adat Berujung Somasi

Maluku Utara

Perkara Istri Mendiang Sultan Ternate Lantik Perangkat Adat Berujung Somasi

Nurkholis Lamaau - detikSulsel
Rabu, 26 Jul 2023 10:51 WIB
Istri mendiang Sultan Ternate ke-48 Mudaffar Sjah, Nita Budhi Susanti kembali melantik perangkat adat atau prajurit kesultanan di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan.
Foto: Istri mendiang Sultan Ternate ke-48 Mudaffar Sjah, Nita Budhi Susanti kembali melantik perangkat adat atau prajurit kesultanan di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan. (Nurkholis Lamaau/detikcom)
Ternate -

Istri mendiang Sultan Ternate ke-48 Mudafar Sjah, Nita Budhi Susanti disomasi gegara melantik perangkat adat Kesultanan Ternate. Nita disebut tidak lagi menyandang gelar boki atau permaisuri sultan sehingga dianggap mencederai adat yang berlaku di Kesultanan Ternate.

Pelantikan perangkat adat Kesultanan Ternate itu dilakukan Nita di Kedaton Ici, Kelurahan Bula, Kecamatan Ternate Barat, Maluku Utara pada Sabtu sore (22/7). Mereka yang dilantik adalah Sudarsono Saleh bin Ali sebagai Sangadji Mayor Ngofa Kiaha dan Sukiman Ali sebagai Kapita Baabullah Kalumata.

"Saya kumpulkan seluruh perangkat adat, walau pun perwakilan ya. Jadi paling tidak memberikan informasi ke mereka bahwa saya akan ikut hajatan pemilihan legislatif menjadi calon anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional," ujar Nita kepada detikcom, Sabtu (22/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nita menuturkan, kabar soal dirinya maju berpolitik sudah berembus sejak lama. Dia pun mengklaim rencana dirinya maju sebagai bacaleg dari PAN demi memperkuat adat Kesultanan Ternate.

"Informasi dari satu kampung ke kampung sudah ada bahasa, salah satunya adalah kalau untuk adat kita dukung Boki (ratu), tapi kalau Boki berpolitik tidak perlu didukung," tuturnya.

ADVERTISEMENT

"Awalnya waktu saya datang ke sini (Ternate) enggak terpikir DPR loh, justru akhirnya saya jadi berpikir ketika saya melihat kayaknya adat ini harus diperkuat. Dengan cara apa, ya saya harus masuk ke politik," imbuh Nita.

Nita kemudian menjelaskan bahwa posisi jabatan adat dengan jabatan dalam negara adalah dua hal yang berbeda. Dia pun yakin bisa berkontribusi banyak dalam Kesultanan Ternate jika lolos sebagai anggota DPR RI.

"Seandainya saya insyaallah terpilih menjadi anggota DPR RI, otomatis kan saya akan memiliki kewenangan untuk bisa mempengaruhi kebijakan politik yang bisa mendukung keputusan sultan yang sudah terjadi dan memang ini harus dijalankan," imbuhnya.

Nita menegaskan sudah lama terjun ke dunia politik. Hal itu bahkan dilakukannya sejak suaminya Sultan Mudaffar Sjah masih hidup.

"Sudah pernah menjadi anggota DPD RI, pernah juga RPR RI. Bahkan dengan sultan (almarhum Mudaffar Sjah) kan kita sama-sama kampanye, sosialisasi dari satu tempat ke tempat, dorugam sekaligus itu penguatan adat," ujar Nita.

Nita berharap dirinya maju dalam Pileg tidak dimanfaatkan oknum tertentu untuk memicu provokasi. Dia meminta agar masyarakat adat tetap solid menjaga ketertiban.

"Tidak terpancing oleh oknum-oknum yang mungkin ingin membenturkan satu sama lain. Apalagi ini kan tahun-tahun politik, tentunya kan kadang-kadang ada yang menginginkan satu trigger supaya ada keributan di satu wilayah," pungkasnya.

Somasi Kesultanan Ternate di halaman selanjutnya.

Kesultanan Terntate Somasi Nita Budhi Susanti

Tak lama setelah Nita melantik perangkat adat, Kesultanan Ternate langsung bereaksi. Nita disomasi karena dianggap mencederai adat yang berlaku di Kesultanan Ternate.

Kuasa hukum Kesultanan Ternate, Darwis Muhammad Said menjelaskan Nita tidak lagi menyandang gelar boki atau permaisuri sultan. Sebab Nita telah menikah lagi dengan orang yang tidak memiliki garis keturunan sultan.

"Karena boki adalah gelar bagi istri sultan menurut tradisi dan hukum adat yang berlaku di Kesultanan Ternate. Sedangkan Nita sudah menikah dengan orang yang tidak memiliki garis sultan," ujar Darwis kepada detikcom, Senin (24/7).

Selain itu lanjut Darwis, Nita yang mengaku sebagai wali sultan berdasarkan surat wasiat mendiang sang suami atas dua anak kembarnya bernama Ali Mohammad Tajul Mulk dan Gajah Mada Satria Nagara yang bergelar Kolano Madoru atau keturunan sultan, telah menabrak putusan Pengadilan Negeri Kota Ternate.

"Karena berdasarkan tes DNA, dua anak kembar itu bukan anak biologis dari Sultan Mudaffar Sjah dan Nita. Ini sesuai putusan Pengadilan Negeri Kota Ternate Nomor Putusan PN: 70/PID/.B/2016/N tertanggal 26/5/2016 Jo Nomor 12/PID/2016/PT.TTE," ungkap Darwis.

Lebih lanjut Darwis menjelaskan, atas dasar itulah Nita tidak diperbolehkan melakukan aktivitas seperti melantik perangkat adat dengan mengatasnamakan lembaga adat Kesultanan Ternate. Termasuk kegiatan seremonial maupun ritual.

"Jadi saudari Nita tidak boleh lagi bawa-bawa nama Kesultanan Ternate di mana pun dan kapan pun, baik dalam ruang lingkup wilayah hukum adat Kesultanan Ternate maupun di luar wilayah tersebut," tuturnya.

Menurut Darwis, pihaknya akan mengambil langkah hukum baik secara pidana maupun perdata apabila Nita mengabaikan somasi tersebut.

"Apabila di kemudian hari yang bersangkutan mengabaikan somasi ini maka kami selaku penasehat hukum mengambil langkah tegas, baik pidana maupun perdata," pungkas Darwis.

Tanggapan Nita disomasi di halaman selanjutnya.

Nita Heran Disomasi

Nita kemudian menanggapi soal somasi yang dilayangkan Kesultanan Ternate kepada dirinya. Nita mengaku heran dengan adanya somasi itu karena kegiatan yang dilakukannya ialah kegiatan adat dengan berdasarkan hukum adat Kesultanan Ternate.

"Yang disomasi apa? Adat kok disomasi. Ini kan hukum adat, terus mau disomasi pakai hukum apa, hukum negara apa hukum adat. Hukum negara pasal pidananya mana? Hukum adat tidak mengenal somasi," ucap Nita dalam konferensi pers, Selasa (25/7).

Nita lantas menanggapi soal dua anak kembarnya, Ali Mohammad Tajul Mulk dan Gajah Mada Satria Nagara yang bergelar Kolano Madoru atau keturunan sultan yang disebut bukan anak biologis dari Sultan Mudaffar Sjah, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Ternate Nomor Putusan PN: 70/PID/.B/2016/N tertanggal 26/5/2016 Jo Nomor 12/PID/2016/PT.TTE. Menurutnya, keabsahan putusan itu hanyalah hukum normatif, tapi bukan hukum adat di Kesultanan Ternate.

"Ya itu kan hukum negara. Dalam putusan pengadilan kemarin kan tidak menyebutkan bahwa itu akan berdampak juga pada hukum adat, kan enggak ada," ucapnya.

Nita juga menyampaikan hukum adat tertinggi di Kesultanan Ternate adalah jaib kolano. Sedangkan jaib merupakan keputusan sultan berdasarkan petunjuk dari Allah SWT sehingga tidak mudah diutak-atik.

"Jadi enggak gampang. Sederhana saja, kalau dia (Sultan ke-49 Hidayatullah Sjah) merasa sah kenapa khawatir? Poinnya itu aja. Kalau mengacu pada keputusan sultan, masa Sultan Mudaffar Sjah menipu masyarakat adat, kan gitu," ujarnya.

Selain itu, Nita juga menentang poin somasi tentang larangan menggunakan gelar boki karena sudah menikah dengan seseorang yang bukan dari garis keturunan sultan. Nita menyebut boki adalah gelar adat yang melekat secara spiritual.

"Namanya gelar boki itu jabatan adat dan adat itu lekat dengan spiritual, kearifan lokal. Sampai mati pun gelar itu akan terus terbawa," ucapnya.

"Ada cerita di Kesultanan Ternate itu namanya Boki Nukila dan Boki Nukila itu sudah menikah dua kali loh. Itu pun sampai meninggal dipanggil boki dan dianggap sebagai pahlawan. Anaknya Hidayat kan pakai (nama) boki juga toh. Siapapun mau pakai nama boki ya biarin aja dan kebiasaan masyarakat panggil boki salahnya di mana," cetusnya.

Lebih lanjut, Nita mengaku tidak ambil pusing soal larangan terhadap dirinya dalam melakukan kegiatan adat di Kedaton Ici, Kelurahan Bula, Ternate Barat dengan mengatasnamakan Kesultanan Ternate. Menurutnya, pecahnya kerajaan-kerajaan adalah hal biasa. Ia dan perangkat adatnya tetap berpegang teguh pada jaib kolano serta surat wasiat mendiang Sultan Ternate ke 48.

"Kan saya di Bula (Kedaton Ici), dia (Sultan Hidayatullah) di kedaton besar, ya sudah. Di kerajaan-kerajaan lain pecah-pecah itu biasa, toh. Terus yang bikin gaduh siapa? Kita santai-santai aja, kita ngerti adat," katanya.

"Karena pegangan saya adalah surat wasiat, amanah almarhum sultan. Saya akan tenang kalau amanah itu bisa saya jalankan. Perkara nanti gimana itu Allah SWT dan masyarakat yang menilai," tutur Nita.

Halaman 2 dari 3
(asm/ata)

Hide Ads