Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pendataan sejumlah aset negara di Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat Daya. Hasilnya, KPK menemukan 19 kendaraan dinas milik Pemkab Sorsel yang dikuasai mantan pejabat.
"Dari data yang dimiliki KPK, setidaknya 19 kendaraan dinas yang dikuasai oleh mantan pejabat atau ASN yang sudah mutasi," jelas Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK Dian Patria kepada detikcom, Jumat (19/5/2023).
Dian mengatakan total keseluruhan kendaraan yang dikuasai mantan pejabat senilai Rp 4 miliar. Menurutnya, pemerintah daerah telah berupaya meminta untuk dilakukan pengembalian secara sukarela, namun tak kunjung dikembalikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemda sudah menyurati secara resmi kepada pihak tersebut tapi belum juga dikembalikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Dian merinci, pejabat yang masih menguasai kendaraan aset Pemda Sorsel adalah keluarga Alm Dance Y Flassy (mantan Sekda Sorsel), Dance Nauw, Agustinus Wamafma, Ali Paus-paus, Yopi Sesa, Zadrak Kambuaya, Orgenes Antoh, Yampiter Bosawer, Frengky Krimadi, Max Saileleng, Angke Kailele dan sejumlah ASN lainnya.
Dian menegaskan bila aset tidak dikembalikan, pemerintah daerah harus melaporkan ke penegak hukum dengan dugaan penggelapan aset.
"Kami juga berkoordinasi dengan Pemprov Papua Barat Daya agar tidak menerima ASN mutasi yang belum mengembalikan BMD. Dan sudah disepakati oleh Pj Gubernur PBD," ungkap Dian.
Sebelumnya, KPK juga mengungkapkan tata kelola pemerintahan di lingkup Pemkab Sorsel menjadi yang terburuk kedua di Indonesia. Hal ini menjadikan daerah ini sangat rentan dengan praktek tindak pidana korupsi.
"Sorsel memiliki tata kelola pemerintahan yang buruk. Sorsel peringkat 541 dari 542 Pemda di Tahun 2022 dengan nilai 10 dari skala 100," ujar Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK Dian Patria kepada detikcom, Jumat (19/5).
Dian menjelaskan, tata kelola buruk terlihat dari lemahnya manajemen ASN dan minimnya peran pengawas internal Pemda. Hal ini berdampak pada rentannya praktek tindak pidana korupsi.
"Makanya, pengendalian korupsi dalam proses penyelenggaraan dan perencanaan APBD lemah dan ada potensi tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa serta layanan publik dan pemerintahan," ujarnya.
(ata/hsr)