Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkup pemerintahan Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat Daya. Hal itu disampaikan KPK setelah Bupati Sorsel Samsudin Anggiluli dan Ketua DPRD Sorsel Marthinus Maga belum menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2023.
"Bupati Samsudin Anggiluli, Ketua DPRD Sorsel Marthinus Maga dan pimpinan DPRD lainnya seperti Javries Nelson Kewetare dan Bartholomeus Dorowe, belum menyampaikan LHKPN," ujar Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK Dian Patria kepada detikcom, Jumat (19/5/2023).
Dian mengatakan hasil monitoring dan evaluasi di Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, sisi kepatuhan pelaporan LHKPN 2023 sangat rendah. Sejauh ini baru 30 persen eksekutif yang melapor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau legislatif hanya 1 dari 20 wajib lapor Sorsel yang sudah melapor. Tapi, tadi Wakil Bupati Alfons Sesa berjanji semua wajib lapor menyampaikan LHKPN paling lambat akhir bulan Mei 2023," ujarnya.
Lebih lanjut, Dian menduga pejabat yang enggan melaporkan LHKPN bisa saja terindikasi dengan tindak kejahatan. Terutama terkait TPPU.
"Bisa saja takut lapor, karena ada yang ditutup-tutupi. Besar kemungkinan ada kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara-cara wajar atau bahkan ada indikasi pencucian uang," ungkapnya.
Dian menambahkan, pelaporan LHKPN merupakan komitmen dari pejabat untuk bersikap transparan dan anti korupsi.
"Saat ini KPK mengembangkan instrumen deteksi korupsi dari LHKPN. Jangan sampai harta yang dilaporkan tidak benar. Gaya hidup tidak mencerminkan harta yang dilaporkan," tutupnya.
Sebelumnya, KPK juga mengungkapkan tata kelola pemerintahan di lingkup Pemkab Sorsel menjadi yang terburuk kedua di Indonesia. Hal ini menjadikan daerah ini sangat rentan dengan praktek tindak pidana korupsi.
"Sorsel memiliki tata kelola pemerintahan yang buruk. Sorsel peringkat 541 dari 542 Pemda di Tahun 2022 dengan nilai 10 dari skala 100," ujar Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK Dian Patria kepada detikcom, Jumat (19/5).
Dian menjelaskan, tata kelola buruk terlihat dari lemahnya manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dan minimnya peran pengawas internal Pemda. Hal ini berdampak pada rentannya praktek tindak pidana korupsi.
"Makanya, pengendalian korupsi dalam proses penyelenggaraan dan perencanaan APBD lemah dan ada potensi tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa serta layanan publik dan pemerintahan," ujarnya.
(ata/nvl)