Apakah Wanita Boleh Itikaf? Ini Hukumnya Menurut Mazhab Syafi'i

Apakah Wanita Boleh Itikaf? Ini Hukumnya Menurut Mazhab Syafi'i

Tim detikHikmah - detikSulsel
Sabtu, 08 Apr 2023 20:30 WIB
ilustrasi berdoa
Ilustrasi (Foto: Getty Images/AleksandarGeorgiev)
Jakarta -

Itikaf merupakan salah satu amalan di bulan Ramadan yang dilakukan di masjid pada penghujung Ramadan. Umumnya itikaf ini dilakukan oleh laki-laki.

Lantas, apakah wanita dibolehkan itikaf?

Dilansir dari detikHikmah, itikaf menurut bahasa artinya berdiam diri atau tetap di atas sesuatu. Sebutan bagi orang yang beritikaf adalah mu'takif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anjuran Itikaf

Merujuk dari Kitab Fiqh as-Sunnah li an-Nisa' karya Abu Malik Kamal Ibn Sayyid Salim, umat muslim baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.

Anjuran tersebut dimaksudkan agar mereka memperoleh kebaikan dan mendapatkan malam lailatul qadar. Bahkan, seorang laki-laki yang sudah beristri dianjurkan membangunkan istrinya pada malam-malam tersebut untuk melaksanakan salat malam.

ADVERTISEMENT

Suatu ketika, Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa beliau akan beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aisyah RA lalu meminta izin kepada untuk beritikaf dan Rasulullah saat itu mengizinkannya.

Aisyah juga berkata, "Nabi SAW melakukan itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau beritikaf sepeninggal beliau." (HR Bukhari dan Muslim)

Hukum Itikaf bagi Wanita

Dalam Kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi mengatakan, hukum itikaf menurut mazhab Syafi'i adalah sunnah muakkad, baik di bulan Ramadan maupun di bulan lainnya. Hukum ini bahkan lebih ditekankan lagi pada sepuluh hari yang akhir.

Sementara itu, ketika itikaf itu dinazarkan oleh seseorang makan hukum itikaf bisa menjadi wajib. Akan tetapi jika tidak dinazarkan, seluruh ulama sepakat bahwa hukum mutlak itikaf bagi perempuan maupun laki-laki adalah sunnah.

Menurut pendapat mazhab Syafi'i, jika seorang wanita beritikaf tanpa seizin suaminya, maka itikaf itu tetap sah namun dia dianggap telah melakukan perbuatan dosa. Bahkan disebutkan bahwa makruh hukumnya apabila wanita yang berparas cantik melakukan itikaf walaupun telah diizinkan oleh suaminya.

Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan hukum itikaf bagi seorang wanita:

1. Seorang wanita tidak boleh beritikaf kecuali dengan izin dari suaminya

Wanita hanya boleh keluar rumah dengan izin suaminya. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa Aisyah RA dan begitu pula Hafshah RA meminta izin dari Nabi Muhammad SAW untuk beritikaf.

2. Apabila seorang suami telah mengizinkan istrinya untuk beritikaf maka:

Jika itikafnya adalah itikaf sunnah, maka ia boleh mengeluarkan istrinya dari itikafnya itu. Ketika Aisyah RA meminta izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk beritikaf dan kemudian Zainab, beliau khawatir jika itikaf mereka itu tidak lagi didasari dengan keikhlasan, namun hanya karena ingin dekat dengan beliau, yang didorong oleh rasa cemburu mereka terhadap beliau, maka beliau mengeluarkan mereka dari itikaf mereka dan berkata, "... Apakah mereka benar-benar mengharapkan kebaikan? Aku tidak akan beritikaf...."

Dan apabila itikafnya adalah itikaf wajib (seperti untuk memenuhi nazar misalnya, maka nazarnya itu tidak terlepas dari dua macam: pertama ia bernazar untuk beritikaf secara berturut-turut (ia bernazar untuk beritikaf pada sepuluh hari terakhir), dan suaminya telah mengizinkannya, maka sang suami tidak boleh mengeluarkannya dari itikafnya itu. Namun jika dia tidak menyebutkan di dalam nazarnya untuk beritikaf secara berturut-turut, maka suaminya boleh mengeluarkannya, dan di kemudian hari ia dapat menyempurnakan nazarnya tersebut.

Syarat Itikaf

Masih di dalam buku yang sama, berikut beberapa syarat itikaf:

  • Beragama Islam.
  • Mumayiz, bisa membedakan antara yang benar dan salah.
  • Melaksanakannya di dalam masjid.

Berdasarkan pendapat mazhab Syafi'i dan Maliki, disebutkan bahwa niat merupakan salah satu rukun itikaf, bukan hanya sekadar syarat, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Sementara itu, mazhab Syafi'i berpendapat tidak disyaratkan berniat ketika seseorang sudah berdiam diri di dalam masjid.

Dengan demikian, apabila seseorang berniat untuk itikaf dalam keadaan datang dan pergi (bolak-balik) di masjid tersebut, maka niat itikafnya juga dianggap sah. Bahkan apabila ada orang yang hanya sekedar melewati masjid saja, kemudian meniatkan diri untuk beritikaf, maka niat dan itikafnya juga dianggap sah.




(urw/asm)

Hide Ads