Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Jamaluddin Jompa menyerahkan polemik pengunduran diri tujuh guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) kepada dekannya. Dia menyebut Dekan FEB memiliki otoritas untuk menyelesaikan polemik tersebut.
"Itu kita serahkan kepada dekan, dekan memiliki otoritas tim (guru besar) ini sebenarnya," ujar Jamaluddin saat konferensi pers di Gedung Rektorat Unhas, Jumat (4/11/2022).
Dia mengungkapkan pihaknya sudah melakukan mediasi bersama para guru besar tersebut. Dalam mediasi itu, enam dari tujuh guru besar hadir langsung bertemu dengan rektor.
Setelah itu, para guru besar lantas menyepakati dua hal. Pertama, masing-masing pihak sepakat untuk saling memaafkan. Kedua para pihak juga sepakat untuk mencari solusi di tingkat senat fakultas.
"Jadi kami juga telah menyampaikan kepada dekan tolong dalam rapat senat berikutnya agar ini dibahas secara internal," ungkapnya.
Jamaluddin menyadari persoalan ini tidak bisa dilepas begitu saja. Dia mengaku akan tetap bertanggung jawab menyelesaikan masalah ini mengingat dirinya merupakan pimpinan tertinggi di Unhas.
"Saya bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini dengan segala kemampuan dan juga otoritas pada rektor untuk menyelesaikan secara tuntas," tegasnya.
Minta Diselesaikan Secara Internal
Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa menyebut polemik 7 guru besar FEB akan diselesaikan secara internal. Dia juga menegaskan tidak ada intervensi ke dosen dalam memberikan nilai ke mahasiswa.
"Kalau boleh saya minta masalah ini kami akan selesaikan secara internal," ujar Jamaluddin Jompa.
Dia kemudian menjamin Unhas akan tetap menjalankan prinsip good university governance. Pihaknya menegaskan kampus tidak mungkin meluluskan mahasiswa yang tidak lulus.
"Tapi untuk (mahasiswa) yang bisa diproteksi kami akan proteksi untuk dia tetap bisa menjadi mahasiswa kami," katanya.
Selanjutnya, Jamaluddin juga menilai kasus dugaan intervensi dekan kepada dosen untuk meluluskan seorang mahasiswa S3 di FEB ini memiliki persoalan yang lebih kompleks. Masalah tersebut yakni mahasiswa yang bersangkutan terancam drop out jika dinyatakan tidak lulus dalam satu mata kuliah yang dijalaninya.
"Kasihan dia masa gara-gara tidak lulus satu mata kuliah sementara dosen lain kasih nilai 92 masa harus drop out?" ujarnya.
Maka dari itu, tutur Jamaluddin, dekan hanya mencoba untuk memproteksi mahasiswa tersebut melalui rapat bersama dosen yang bersangkutan. Hal itu dilakukan karena jika mahasiswa itu akhirnya di-drop out maka dia tidak bisa lagi mengikuti program doktoral di kampus manapun.
Dia lalu mengatakan yang paling penting dalam kasus tersebut ialah hasil akhirnya. Mahasiswa yang bersangkutan tetap tidak diluluskan.
"Hasil akhirnya tetap tidak lulus. Itu kan artinya dekan tidak bisa mengintervensi. Walaupun dia adalah dekan," tukasnya.
Mendikbud resah di halaman selanjutnya.
(asm/hmw)