Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe diminta diselesaikan secara hukum adat. Prosesnya akan ditangani para pemangku adat.
Kuasa hukum Lukas Enembe, Alloysius Renwarin menuturkan, penerapan hukum adat itu menyusul status kliennya sebagai kepala suku besar di Papua. Atas hal itu, kasusnya akan diambil alih dewan adat.
"Pak Lukas ditetapkan sebagai kepala suku besar dan mereka sudah mengambil alih persoalan Pak Lukas ke para-para adat," papar Alloysius kepada wartawan di Jayapura, Papua, Rabu (12/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penetapan tersangka Gubernur Papua oleh KPK tidak sesuai aturan yang berlaku, sehingga dewan adat memilih untuk menggunakan hukum adat. Hukum positif di Indonesia lewat Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak lagi menjadi dasar.
"Ya ini dari dewan adat mereka lihat bahwa hukum positif dijalankan, kemarin gubernur ditetapkan sebagai tersangka kan tidak sesuai dengan KUHP. Sehingga mereka mengalihkan ini ke adat," ungkapnya.
Alloysius beralasan hukum adat punya peran yang sama dengan hukum positif yang berlaku secara umum di Indonesia.
"Hukum adat ini juga tetap berperan untuk menyelesaikan masalah di Indonesia, termasuk di Papua masih kuat hukum adat, di Maluku pun masih kuat hukum adat," imbuhnya.
Alloysius juga mengaku, Lukas Enembe terikat akan hukum adat sebagai kepala suku besar di Papua. Keluarganya pun demikian, baik istri dan anak Lukas Enembe.
Atas hal tersebut, istri dan anak Lukas Enembe pun tidak bisa serta memenuhi panggilan KPK sebagai saksi atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua. Hukum adat melarangnya, di samping karena Lukas Enembe harus dijaga karena sakit.
"Karena mereka itu satu kesatuan, dengan Gubernur Papua Lukas Enembe, jadi tidak bisa dipisahkan," beber Alloysius.
Namun Alloysius berdalih, pihaknya akan tetap mengawal proses hukum kliennya yang ditangani oleh KPK. Di satu sisi juga mengawal penanganannya lewat hukum adat.
"Tetap kami akan dampingi hukum positif tetapi kami juga akan dampingi masalah yang diselesaikan di para-para adat," jelasnya.
Sementara Ketua Dewan Adat Papua Dominikus Sorabut menuturkan, perkara dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe akan dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku. Menurutnya, ada indikator-indikator yang mesti dilihat untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
"Kalau bicara soal korupsi itu normatif saja. Tapi kemudian ada hukum. Negara ini ada hukum. Di dalam hukum itu ada indikator-indikator bagaimana seseorang itu dijadikan tersangka itu sebetulnya ada aturan," ucap Dominikus dalam keterangannya yang diterima wartawan, Senin (10/10).
Dominikus lantas beranggapan ada kesan Lukas Enembe didiskriminasi. Gubernur Papua digiring dalam konteks negatif namun mengenyampingkan capaiannya yang dibuat untuk pembangunan Papua.
"Tapi kemudian apa yang dibuat Pak Gubernur selama ini, itu tidak taruh dalam positif thinking, tapi semua taruh dalam konteks negatif dan narasinya itu mendiskriminasi," paparnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Dalih Lukas Enembe Diangkat Kepala Suku Besar
Gubernur Papua Lukas Enembe dikukuhkan menjadi kepala suku besar di Papua berdasar atas capaiannya dalam pembangunan. Ketua Dewan Adat Papua Dominikus Sorabut menilai pengabdian Lukas Enembe di Tanah Papua dianggap tidak diragukan lagi.
"Dia betul-betul membuktikan bagaimana dia mencerdaskan anak bangsa, meningkatkan pembangunan kepada masyarakat adat. Kemudian membuka isolasi. Daerah-daerah yang terjauh pun dia mendekatkan pembangunan," beber Dominikus.
Untuk diketahui, Lukas Enembe dikukuhkan menjadi kepala suku besar Papua di kediaman pribadi Lukas Enembe di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Jayapura, Papua pada Minggu (9/10). Dominikus menekankan, penetapan ini lewat musyawarah mufakat Dewan Adat Papua di tujuh perwakilan wilayah.
"Ini adalah proses organisatoris. Kami sudah melakukan pleno resmi yang ke-11 di Jayapura. Tujuh wilayah semua hadir," jelasnya.