Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menggugat Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Kejati meminta PN Jaksel membekukan Yayasan ACT karena disinyalir masih melakukan pengumpulan uang dan investasi.
Dilansir dari detikNews, Minggu (11/9/2022), Kasi Penkum Kejati DKI Ade Sofyansyah mengatakan gugatan itu dilayangkan untuk meminta Badan Pengawas dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit terhadap ACT. Selanjutnya dilakukan pembekuan jika dugaan terbukti.
"Tujuannnya untuk meminta BPKP untuk melakukan audit terhadap ACT, kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membekukan itu," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejati DKI Jakarta mengendus informasi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) masih beroperasi melakukan pengumpulan uang dan investasi. Kuat dugaan itu disebut berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kejari Jaksel.
"Hasil konfirmasi saya ke teman-teman di Kejari Jakarta Selatan, berkenaan dengan gugatan ke ACT itu informasi yang diperoleh teman-teman, ACT itu disinyalir masih melakukan operasi pengumpulan dan masyarakat dan ini investasi juga," katanya.
"Jadi atas dasar itu, kemudian teman-teman (bidang) Perdata dan Tata Usaha (Kejari) Jakarta Selatan melakukan terobosan melakukan gugatan ke Pengadilan Jakarta Selatan itu," sambungnya.
Ade mengungkapkan gugatan tersebut sudah dilayangkan sejak Selasa (6/9) lalu. Kini gugatan tersebut telah terdaftar di Kejari Jaksel.
"Iya digugatnya Selasa 6 September," ungkap Ade.
Kemensos Cabut Izin ACT
Sebelumnya, Kementerian Sosial (Kemensos) RI telah menduga adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan ACT. Sehingga pihaknya mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan ACT tahun 2022.
Menurut keterangan Humas Kemensos RI, Pencabutan izin tersebut berdasarkan keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan ACT di Jaksel. Pencabutan izin itu ditandatangani oleh Mensos Ad Interim Muhadjir Effendi.
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Mensos Ad Interim Muhadjir Effendi dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (6/7).
Pada waktu yang sama, Kemensos juga telah mengundang pengurus Yayasan ACT guna memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat. Pertemuan itu dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan.
Selanjutnya, empat pengurus ACT terancam 20 tahun penjara...
Empat Pengurus ACT Terancam 20 Tahun Penjara
Kasus ACT terus bergulir sehingga Bareskrim Polri menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana donasi. Mereka terancam hukuman 20 tahun penjara.
"Kalau TPPU sampai 20 tahun," kata Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7).
Selain itu, dua tersangka lainnya yang turut terancam hukuman 20 penjara adalah Hariyana Hermain, yang merupakan salah satu Pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Juga Novariandi Imam Akbari (NIA), selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya disangkakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.
Selain itu, Ibnu Khajar dkk disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
PPATK Blokir 843 Rekening ACT
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir 843 rekening Yayasan ACT dan afiliasinya. PPATK menyebutkan sebanyak Rp 1,7 triliun uang mengalir ke ACT dari ratusan rekening tersebut.
"Jadi PPATK melihat ada Rp 1,7 triliun uang yang mengalir ke ACT," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kemensos, Jakarta, Kamis (4/8).
Ivan mengatakan, dari jumlah tersebut, sebanyak 50 persen dana yang diterima mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi dengan pihak pribadi di ACT. Dia menduga uang tersebut dipergunakan secara tidak akuntabel.
"Dan kita melihat lebih dari 50 persennya itu mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi gitu ya, dan itu kan angkanya masih Rp 1 triliunan ya yang kita lihat ya. Sementara ini masih kita duga dipergunakan oleh, secara tidak prudent-lah, tidak akuntabel," tutur dia.
Simak Video "Video: Berkas Perkara Nikita Mirzani Dilimpahkan ke Kejaksaan Besok Kamis"
[Gambas:Video 20detik]
(tau/asm)