Pemkab Tana Toraja mengkaji membuka seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk mengakomodir 1.000 honorer yang akan dihapus. Pemkab menilai tak sanggup mendanai honorer bila harus dialihkan menjadi outsourcing.
"Pastinya honorer kita akan dorong ke PPPK. Tapi kita lihat lagi formasinya ada tidak," ungkap Bupati Tana Toraja Theofilus Allorerung kepada detikSulsel, Kamis (23/6/2022).
Namun pihaknya akan melihat dulu kemampuan keuangan daerah. Ini lantaran PPPK juga dibebankan ke daerah. Tahun lalu, ada 322 PPPK yang lulus namun kemampuan anggaran hanya Rp 5 miliar untuk menggaji hingga Desember 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paling penting kesiapan APBD kita, karena PPPK digaji dari sana. Jadi kita sulit ini memastikan itu (buka penerimaan PPPK)," jelasnya.
Untuk mengalihkan semua honorer menjadi outsourcing disebut Theofilus sulit dilakukan. Ini lantaran tenaga outsourcing harus digaji dengan upah minimum regional (UMR). Sementara APBD punya program lain yang harus didanai.
"Kalaupun ada jasa itu (outsourcing) saya rasa kita tidak bisa bayar secara UMR. Ya mau tidak mau seperti itu," tuturnya.
Pihaknya mengkritisi kebijakan pemerintah pusat terkait penghapusan honorer ini. Pihaknya mengaku bingung memikirkan nasib honorer yang cukup banyak. Kebijakan ini disebut menyulitkan daerah.
"Harusnya yang di atas (pemerintah pusat) melihat kondisi masing-masinglah. Jangan digeneralkan semua daerah. Beda kondisi di Jakarta, Makassar dengan di Toraja. Kalau begini, jadinya pemerintah daerah tersudutkan dan serba salah jadinya," tandas Theofilus.
(tau/nvl)