Tetap Sakral Ritual Rambu Solo Warga Muslim Toraja yang Pertama Kali Terjadi

Tetap Sakral Ritual Rambu Solo Warga Muslim Toraja yang Pertama Kali Terjadi

Tim detikSulsel - detikSulsel
Senin, 13 Jun 2022 06:30 WIB
Pesta rambu solo yang digelar warga muslim di Toraja
Pesta adat Rambu Solo, ritual kematian di Toraja yang ikut dilaksanakan warga muslim (Foto: Rachmat Ariadi/detikSulsel)
Tana Toraja -

Ritual Rambu Solo yang sakral menyita perhatian karena pertama kali digelar warga Muslim di Kelurahan Tangko, Kecamatan Makale, Tana Toraja. Sejumlah rangkaian ritual yang bertentangan dengan syariat Islam ditiadakan.

"Ini (ritual Rambu Solo) sebagai bentuk penghargaan atau penghormatan kami kepada almarhum Ahmad Dalle Salubi, yang selama ini telah mendidik dan membesarkan kami," kata salah seorang keluarga almarhum Fatimah Rantelino, Jumat (10/6/2022).

Dia menuturkan jenazah almarhum sudah lama dikuburkan. Sehingga ini berbeda dengan Rambu Solo pada umumnya yang menyimpan mayat atau jenazah hingga pelaksanaan Rambu Solo digelar. Pelaksanaan ritual adat yang baru belakangan dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada almarhum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jenazah telah dikuburkan lebih dulu sesuai ajaran Islam pada Februari 2021 lalu. Ini cuma acara adat untuk penghormatan saja," jelas Fatimah.

Selain itu, jika umumnya ritual adat kematian Rambu Solo mengurbankan kerbau dan babi maka pada ritual yang digelar warga Muslim ini tak melakukannya. Hanya ada 54 kerbau dan 1 kuda putih yang halal untuk disembelih.

ADVERTISEMENT

"Keluarga sebagian besar beragama Islam. Sehingga tidak menyembelih babi," ungkapnya.

Peti mayat yang digunakan juga menyita perhatian. Jika umumnya menggunakan peti polos, pada Rambu Solo yang digelar warga Muslim ini, peti mati berhias ukiran kaligrafi.

Beberapa rangkaian ritual juga disesuaikan dengan syariat Islam. Misalnya untuk Ma'popengkaloa atau Ma'mopengkalo Alang yaitu pemindahan peti berisi mayat ke lumbung persemayaman tidak menyertakan mayat. Diganti dengan batu nisan karena sudah dikubur sebelumnya.

Sementara untuk Ma'pasonglo yaitu arak-arakan jenazah ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian juga ada penyesuaian. Peti berisi batu nisan hanya diarak di sekitar lokasi acara Rambu Solo.

Mappasilaga Tedong atau adu kerbau ditiadakan karena dianggap bertentangan ajaran Islam. Kerbau-kerbau yang akan disembelih hanya dijejer di tempat yang sudah disediakan.

Kemudian ritual Mantunu, ada kerbau yang ditumbangkan dengan sekali tebas juga tak diselenggarakan. Kerbau pada pesta Rambu Solo yang digelar warga Muslim tak ditebas namun disembelih sesuai syariat Islam.

Bagi warga Muslim, makna Rambu Solo juga berbeda. Ritual Rambu Solo digelar karena dianggap sebagai bentuk penghormatan untuk almarhum. Bukan untuk bermewah-mewahan.

"Ini bukan sebagai bentuk untuk menghambur-hamburkan uang. Melainkan untuk sedekah dan dakwah, sesuai ajaran dalam agama Muslim," klaim Fatimah.




(tau/asm)

Hide Ads