Serba-serbi Sesar Walanae, Pemicu Tanah Retak 2 Km di Pinrang Sulsel

Serba-serbi Sesar Walanae, Pemicu Tanah Retak 2 Km di Pinrang Sulsel

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Senin, 16 Mei 2022 12:45 WIB
Tanah retak sepanjang 2 kilometer dengan kedalaman hingga 1 meter terjadi di Kampung Ratte, Desa Suppirang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang,
Tanah retak sepanjang 2 kilometer di Pinrang yang diakibatkan sesar Walanae. Foto: (dok. istimewa)
Makassar -

Tanah retak dengan panjang sekitar 2 kilometer, lebar 30 sentimeter, dan kedalaman hingga 1 meter terjadi di Kampung Ratte, Desa Suppirang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Fenomena ini terjadi karena berada pada jalur patahan Sesar Walanae.

Pakar Geologi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Adi Maulana menjelaskan terbentuknya sesar Walanae berawal dari titik pertemuan tiga lempeng besar bumi di pulau Sulawesi. Ketiganya yakni Lempeng Pasifik, Lempeng Australia, dan Lempeng Eurasia. Dari pertemuan lempeng ini menghasilkan patahan-patahan atau sesar di pulau Sulawesi, salah satunya Sesar Walanae di Sulawesi Selatan.

"Pulau Sulawesi memiliki bentuk huruf K karena menjadi titik pertemuan 3 lempeng besar tadi itu. Kemudian di pulau Sulawesi sendiri ada beberapa bagian-bagian yang disebut patahan. Patahan muncul karena ada lempeng yang bergerak sehingga ada pergesekan dan tumpang tindih. Itulah yang terjadi di pulau Sulawesi. Salah satu patahan atau sesar yang ada di Sulawesi Selatan itu Sesar Walanae," jelas Prof Adi kepada detikSulsel pada Senin (16/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prof Adi menjelaskan bahwa sesar walanae terbentuk dari pergerakan lempengan akibat adanya proses tektonik. Gerakan tersebut berasal dari gaya yang berasal dari dalam bumi, disebut endogen.

"Bumi ini kan disusun dari lempeng-lempeng. Kemudian ada yang disebut dengan dinamika bumi. Artinya bumi itu bergerak yang berasal dari gaya yang berasal dari dalam bumi yang disebut dengan endogen," urainya.

ADVERTISEMENT

Pergerakan tiga lempengan itu kemudian yang kemudian menyebabkan terjadinya pergerakan secara lokal. Hal ini yang menciptakan patahan, salah satunya Sesar Walanae.

Sesar Walanae Membentang dari Selat Makassar Hingga Teluk Bone

Prof Adi menjelaskan, patahan sesar Walanae memanjang dari arah selat Makassar hingga teluk Bone. Sesar ini melewati Kabupaten Pinrang, Sidrap, Bone, Sungai Walanae sampai dengan teluk Bone.

"Patahan Walanae itu memanjang dari arah Selat Makassar, kemudian melewati Pinrang, lalu ke arah Tenggara menuju Sidrap, ke arah Bone, kemudian ke arah sungai (Walanae) sampai dengan teluk Bone. Dia (patahan) itu membelah Sulawesi Selatan di tengah-tengah," urainya.

Sementara itu, panamaan sesar Walane diambil dari nama salah satu sungai di Sulawesi Selatan yang menjadi jalur patahan. Nama tersebut disematkan karena patahan ini membentang sepanjang Sungai Walanae.

"Disebut Walanae, karena nama sungai yang kemudian diberikan pada patahan itu. Karena memanjang di sepanjang sungai walanae. Makanya patahannya disebut dengan patahan Walanae," jelasnya.

Sesar Walanae Membentuk Danau Sindenreng dan Danau Tempe

Posisinya yang membelah Sulawesi Selatan, Sesar Walanae memiliki peran dalam membentuk danau-danau di jalur tersebut. Antara lain Danau Sidenreng di Kabupaten Sidrap dan Danau Tempe di Wajo.

"Patahan ini itu sebenarnya cukup mempunyai peranan yang sangat penting di Sulawesi Selatan. Karena patahan inilah yang membentuk beberapa danau-danau, seperti Danau Sidenreng, Danau Tempe, itu semua terbentuk akibat aktifnya ini patahan," jelas Prof Adi.

Prof Adi menambahkan, Sesar Walanae merupakan jenis sesar mendatar. Artinya, pergerakan patahan mendatar. Namun, ada beberapa titik yang memiliki juga memiliki pergerakan menurun.

"Sesar walanae itu sesar mendatar. Artinya pengerjaannya itu mendatar, bergeraknya secara horisontal. Di beberapa bagian ada juga yang menurun. Ada di beberapa titik-titik itu dia ada menurun sambil mendatar," jelasnya.

Potensi Bencana dari Pergerakan Sesar Walanae

Prof Adi menyebutkan Sesar Walane bergerak aktif. Pergerakan ini tidak dirasakan oleh manusia. Namun, ketika energi pergerakan terakumulasi, di atas 5 Magnitudo, baru terasa dengan terjadinya gempa.

"Patahan ini kan bergerak terus cuma tidak kita rasakan, nanti ketika kemudian pergerakannya itu katakanlah besar, seperti di atas 5 Magnitudo, baru kita merasakan. Patahan itulah yang sering kita rasakan dalam wujud gempa bumi. Seperti gempa bumi yang terjadi di Pinrang, di Parepare pada tahun 1997, nah itu diakibatkan oleh bergeraknya patahan ini," paparnya.

Selain gempa, patahan ini juga berpotensi mengakibatkan longsor, terutama pada daerah lereng gunung. Prof Adi menjelaskan gerakan aktif patahan lokal ini kemudian menghasilkan rekahan-rekahan di dalam tanah, biasanya hanya sepanjang 1 cm.

Namun, rekahan tersebut dapat memanjang karena pergerakan atau pun terisi air hujan. Hal ini yang kemudian menciptakan retakan permukaan tanah, seperti yang terjadi di Pinrang, hingga berisiko terjadi longsor.

"Patahan ini jika bergerak menghasilkan rekahan-rekahan di dalam tanah. Awalnya kecil mungkin 1 cm, tapi lama kelamaan, seperti terisi air hujan kemudian dia bergerak terus, apalagi di daerah lereng tentu saja nanti rekahan ini bisa memicu terjadinya longsor. Itulah yang terjadi di Pinrang ada retakan-retakan di situ," jelasnya.

Antisipasi dan Mitigasi Dampak Bencana Akibat Pergerakan Sesar Walanae

Prof Adi mengatakan perlu melakukan langkah antisipasi dan mitigasi di area patahan Sesar Walanae tersebut. Langkah mitigasi dilakukan dengan melakukan pemetaan penyebaran rekahan dari patahan Sesar Walanae.

"Mitigasinya kita petakan dulu dimana saja penyebaran dari rekahan-rekahan tersebut, kalau misalnya masuk di wilayah pemukiman, tentu saja kita harus melihat apakah dimensinya besar, apakah dapat menyebabkan kerusakan pada rumah atau infrastruktur lainnya," tuturnya.

Dia menambahkan, jika rekahan memiliki dimensi yang cukup besar dan tidak mampu ditanggulangi, seperti ditimbun maka permukiman warga harus dipindahkan.

"Kalau tidak bisa ditanggulangi, misalnya tidak bisa ditimbun karena terlalu besar atau terlalu dalam tentu saja kita harus evakuasi, harus kita pindahkan permukiman warga," kata Prof Adi.

Selain itu, Prof Adi menegaskan warga harus diberikan edukasi tanda-tanda pergerakan patahan yang berpotensi bencana. Seperti ketika mendengar gemuruh, atau terjadi hujan dengan intensitas tinggi.

"Jika terjadi hujan deras dalam kurung waktu cukup lama durasinya, nah itu itu mereka harus waspada, harus diajari bagaimana melakukan evakuasi. Dimana titik-titik kumpul," ujarnya.

Dikhawatirkan, ketika hujan dengan intensitas tinggi rekahan tanah bagian akan terisi air sehingga penuh dan jenuh. Maka tanah tersebut akan menjadi berat, hal ini akan memicu longsor pada kawasan lereng gunung.

Diberitakan sebelumnya, Prof Adi menjelaskan bahwa fenomena tanah retak di Kabupaten Pinrang, Sulsel karena berada di jalur patahan yang aktif yang disebut sesar Walanae. Retakan tanah tersebut awalnya kecil, tetapi karena intensitas hujan yang tinggi sehingga air hujan masuk ke retakan dan memperbesar dimensi dari retakan. Akibatnya, retakan bisa melebar hingga 30 cm dan sepanjang 2 km.

Dia mengaku pihaknya pernah melakukan pemetaan jalur yang dilalui sesar Walanae. Memang ditemukan bahwa Kabupaten Pinrang merupakan daerah yang berpotensi terkena dampak sebab masuk jalur sesar Walanae.

Prof Adi menyarankan agar segera mungkin dilakukan tindakan pencegahan terhadap retakan yang sudah ada. Caranya dengan melakukan penimbunan material.

"Ditimbun rekahan tanah itu agar jangan membesar saat hujan datang. Bisa juga membuat alur air. Kalau hujan masuk ke rekahan maka tanah akan berat dan bisa terjadi longsor," imbuhnya.

Ia pun meminta perlunya mitigasi segera dilakukan. Melihat sejauh mana retakan tersebut dan potensi dampaknya. Termasuk memastikan apakah masyarakat aman untuk bermukim atau sudah harus dipindahkan secara permanen.

"Itu tadi saya bilang, perlu ada pemetaan atau mitigasi. Kalau ditutupi material itu hanya sementara, jika ternyata rekahan sangat parah, maka perlu dipikirkan untuk warga dipindahkan secara permanen," jelasnya.




(nvl/nvl)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksulsel

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads