5 Potensi Bencana Sesar Walanae yang Membelah Sulsel, Ini Cara Mitigasinya

5 Potensi Bencana Sesar Walanae yang Membelah Sulsel, Ini Cara Mitigasinya

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Sabtu, 21 Mei 2022 09:59 WIB
Tanah retak sepanjang 2 kilometer dengan kedalaman hingga 1 meter terjadi di Kampung Ratte, Desa Suppirang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang,
Tanah retak di Pinrang akibat aktivitas Sesar Walanae Foto: (dok. istimewa)
Makassar -

Patahan Sesar Walanae memanjang dari arah Selat Makassar hingga Teluk Bone. Sesar ini membentang sepanjang Sungai Walanae dan melewati Kabupaten Pinrang, Sidrap, Bone, sampai Teluk Bone. Sehingga Sesar Walanae jika digambarkan akan membelah wilayah Sulawesi Selatan.

Sesar Walanae merupakan salah satu patahan lokal yang terjadi akibat pertemuan tiga lempeng besar bumi di pulau Sulawesi, antara lain Lempeng Pasifik, Lempeng Australia, dan Lempeng Eurasia. Sesar Walanae terbentuk dari pergerakan lempengan akibat adanya proses tektonik. Gerakan tersebut berasal dari gaya yang berasal dari dalam bumi, disebut endogen.

Tanah retak dengan panjang sekitar 2 kilometer dan lebar 30 sentimeter terjadi di Kampung Ratte, Desa Suppirang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) salah satu contoh karena aktivitas Sesar Walanae. Fenomena ini terjadi karena wilayah tersebut berada pada jalur patahan Sesar Walanae ditambah intensitas hujan tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesar Walane merupakan sesar aktif berjenis sesar mendatar, yakni memiliki pergerakan horisontal. Meski begitu terdapat beberapa titik yang mengalami gerakan penurunan. Daerah yang menjadi lintasan sesar Walanae memiliki sejumlah potensi bencana.

"Ada banyak potensi bencana yang bisa saja terjadi di daerah pada jalur Sesar Walanae, terutama saat ada pergerakan aktif dengan kekuatan tinggi tentu akan mengakibatkan gempa," jelas Pakar Gelologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Adi Maulana saat dihubungi pada Selasa (18/5/2022).

ADVERTISEMENT

Berikut beberapa potensi bencana akibat Sesar Walanae di Sulawesi Selatan:

1. Sesar Walanae Bisa Picu Gempa 6,0 Magnitudo

Salah satu bencana yang rentan terjadi di jalur Sesar Walanae adalah gempa bumi. Prof Adi mengatakan sebenarnya beberapa gerakan aktif Sesar Walanae sering terjadi. Hanya saja tidak dirasakan oleh manusia. Gerakan tersebut dapat dirasakan dengan kekuatan yang cukup tinggi yang akhirnya mengakibatkan gempa bumi.

"Pertama itu, tentu saja gempa bumi. Kalau sesar itu aktif tentu saja manifestasi-nya itu berupa gerakan-gerakan yang kemudian kita kenal dengan gempa bumi," jelasnya.

Tercatat gempa yang terbesar akibat Sesar Walanae yang terjadi di Sulawesi Selatan pada tahun 1997. Yakni berkekuatan 6,0 Magnitudo yang terjadi di Kabupaten Pinrang.

"Catatan terakhir 1997 itu bisa bisa mencapai 6,0 magnitude. Itu cukup besar bisa dirasakan sampai kota Makassar," ungkap Prof Adi.

2. Bencana Longsor Akibat Sesar Walanae

Jalur sesar Walanae, utamanya di daerah lereng gunung, berpotensi besar untuk terjadi longsor atau landslide. Hal ini karena pergerakan sesar Walanae dapat menimbulkan rekahan-rekahan pada tanah.

"Patahan ini jika bergerak menghasilkan rekahan-rekahan dalam tanah. Awalnya kecil, mungkin 1 centimeter. Tapi lama-kelamaan terisi air hujan kemudian dia (Sesar Walanae) bergerak terus," jelas Prof Adi.

Jika rekahan-rekahan tersebut penuh dan jenuh oleh air hujan, maka bagian tanah akan berat. Hal ini tentu akan memicu longsor utamanya pada daerah lereng gunung.

"Jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi, air hujan masuk ke dalam rekahan tersebut, nanti rekahan tersebut akan penuh dan jenuh kemudian akan menjadi berat. Kalau di lereng maka tentu saja akan terjadi longsor," imbuhnya.

3. Sesar Walanae Bisa Akibatkan Likuifaksi

Prof Adi menjelaskan bahwa daerah-daerah yang sepanjang jalur Sesar Walanae memiliki potensi terjadi bencana likuifaksi, seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi tengah, pada tahun 2018 silam.

"Di daerah-darah di sepanjang sesar Walanae itu ada kemungkinan terjadi likuifaksi," ungkap Prof Adi.

Bencana ini berpotensi terjadi, jika pergerakan sesar Walanae memiliki kekuatan tinggi. Kemudian tanah yang menjadi pondasi berada dalam kondisi labil.

"Ini bisa terjadi jika pergerakannya besar, dan tanah pondasinya itu kemudian terdiri dari tanah yang kondisinya labil, seperti yang terjadi di Palu kemarin," jelasnya.

Diketahui, likuifaksi merupakan fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan. Salah satunya dipicu getaran gempa bumi. Sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan atau air berat.

4. Tsunami Akibat Sesar Walanae

Jalur sesar Walanae juga memiliki potensi bencana tsunami. Tepatnya di Selat Makassar dan Teluk Bone.

"Potensi bencana selanjutnya adalah tsunami. Terutama daerah-daerah sesar walanae yang kemudian ada di perairan, di Teluk Bone ataupun di Selat Makassar," ujar Prof Adi.

Pergerakan aktif sesar Walanae dalam kekuatan yang cukup besar di wilayah perairan, dapat memicu tsunami. Catatan sejarah bencana sesar Walanae terdapat beberapa kali mengakibatkan gelombang tsunami. Meskipun berpusat di jalur pada luar wilayah Sulawesi Selatan.

"Itu (pergerakan sesar Walanae) sangat bisa untuk kemudian men-generate gelombang tsunami," imbuh Prof Adi.

5. Pergerakan Sesar Walanae Bisa Akibatkan Kebakaran Lahan atau Hutan

Akibat lainnya yang mungkin timbul akibat pergerakan sesar Walanae adalah kebakaran hutan dan lahan. Prof Adi menjelaskan bahwa, pergerakan tanah akan berdampak pada pipa-pipa maupun kabel-kabel di dalam tanah. Hal ini berpotensi untuk menciptakan percikan api.

"Gempa bumi itu ada pergerakan di tanah. Di situ ada pipa dan kabel-kabel yang kemudian terganggu karena adanya pergerakan itu dan bisa saja menyebabkan adanya percikan api," jelasnya.

Jika kondisi ini terjadi saat musim kemarau, dimana lahan dan hutan dalam kondisi kering, maka akan memicu terjadinya kebakaran hutan ataupun lahan.

"Misalnya percikan itu ada di lahan hutan yang kering itu bisa men-generate kebakaran hutan dan lahan," jelas Prof Adi.

Langkah Mitigasi Potensi Bencana di Jalur Sesar Walanae

Prof Adi menyebutkan langkah mitigasi paling utama yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan atau maping pada jalur sesar Walanae. Hal ini untuk mengetahui daerah-daerah dengan resiko tinggi pada rute sesar Walanae.

"Jadi ada peta yang kemudian bisa diklasifikasikan yang mana tingkat kerentanannya tinggi, mana yang menengah. Kalau kita sudah punya peta kita bisa melakukan upaya-upaya mitigasi selanjutnya secara struktural maupun non struktural," jelasnya.

1. Bangun Infrastruktur Peringatan dan Evakuasi

Prof Adi mengatakan secara struktural mitigasi dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur yang dapat meminimalisir dampak bencana di jalur Sesar Walanae. Seperti untuk bencana gempa akibat Sesar Walanae yakni memasang papan petunjuk rute evakuasi bagi masyarakat.

"Pencegahan struktural itu seperti mendirikan infrastruktur. Kalau gempa bumi kita pasang rute-rute evakuasi," jelasnya.

Kemudian disediakan kawasan titik kumpul bagi masyarakat jika bencana gempa akibat pergerakan Sesar Walanae terjadi. Sehingga masyarakat tahu tujuan evakuasi saat ada tanda-tanda bencana.

Selain itu, dibangun pula infrastruktur peringatan bagi masyarakat. Daerah di jalur sesar Walanae dengan potensi bencana dan memiliki kerentanan yang tinggi diberi papan-papan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan.

"Misalnya di daerah rawan gempa bumi itu paling tidak ada papan-papan peringatan. Seperti daerah yang rawan longsor diberi papan peringatan 'Daerah Rawan Longsor'," jelas Prof Adi.

2. Edukasi Masyarakat di Daerah Jalur Sesar Walanae

Langkah mitigasi non struktural salah satunya dilakukan dengan mengedukasi masyarakat terkait peringatan dini dan meningkatkan kewaspadaan. Edukasi ini diberikan melalui pelatihan-pelatihan.

"Meningkatkan early warning sistem atau sistem peringatan dini. Seperti daerah yang rawan longsor warning-nya bisa saat hujan deras masyarakat harus monitoring apakah terjadi pergerakan di atas permukaan tanah atau tidak," jelas Prof Adi.

3. Pantau Prakiraan Cuaca BMKG

Selain itu, Prof Adi mengatakan masyarakat juga diberi edukasi untuk memantau prakiraan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG. Jika berpotensi hujan dengan intensitas tinggi di wilayah jalur sesar Walanae maka masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan.

"Kemudian bisa juga melihat peringatan dini dari BMKG. Di BMKG itu kan ada namanya prediksi hujan, intensitasnya, itu nanti bisa diambil informasi tersebut agar masyarakat bisa mengetahui sejak dini, oh mereka harus bersiap-siap kalau misalnya malamnya terjadi hujan," pungkas Prof Adi.




(tau/ata)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksulsel

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads