Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi resmi membuat kebijakan untuk menghentikan sementara pengeluaran izin pembangunan rumah/perumahan se-Jawa Barat. Hal ini menuai berbagai respons, mulai dari pengembang yang kaget hingga konsumen yang panik.
Pada pekan lalu, Dedi baru saja mengeluarkan kebijakan serupa yang berlaku di Bandung Raya. Namun beberapa hari lalu, ia memperluas cakupan kebijakan itu menjadi se-Jawa Barat yang tertuang pada Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 180/HUB.03.08.02/DISPERKIM tentang Penghentian Sementara Penerbitan Izin Perumahan di Wilayah Provinsi Jawa Barat yang diterbitkan pada 13 Desember 2025.
Dalam surat edaran itu, Dedi menegaskan bahwa ancaman bencana hidrometeorologi tidak hanya terjadi di Bandung Raya, tetapi hampir merata di seluruh wilayah Jawa Barat. Potensi bencana seperti banjir bandang dan tanah longsor dinilai semakin tinggi akibat tekanan pembangunan dan perubahan fungsi lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Potensi bencana alam hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor bukan hanya terjadi di wilayah Bandung Raya, tetapi juga di seluruh wilayah Jawa Barat," tulis surat edaran tersebut sebagaimana dikutip detikJabar, Senin (15/12/2025).
Tunggu Kajian Risiko dan Penyesuaian RTRW
Melalui kebijakan ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menghentikan sementara penerbitan izin perumahan hingga masing-masing kabupaten/kota menyelesaikan kajian risiko bencana dan melakukan penyesuaian rencana tata ruang wilayah (RTRW).
"Menghentikan sementara penerbitan izin perumahan sampai dengan adanya hasil kajian risiko bencana masing-masing Kabupaten/Kota dan/atau penyesuaian kembali rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota," bunyi poin pertama surat edaran tersebut.
Setiap Pembangunan Wajib Punya PBG
Dalam surat edaran tersebut, Dedi menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap pembangunan rumah, perumahan, dan bangunan gedung. Seluruh pembangunan diwajibkan sesuai dengan peruntukan lahan dan rencana tata ruang, tidak menurunkan daya dukung lingkungan, serta memenuhi kaidah teknis konstruksi.
Setiap pembangunan juga wajib memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pemerintah daerah diminta melakukan penilikan teknis secara konsisten agar pelaksanaan pembangunan sesuai dengan dokumen teknis yang telah disetujui.
"Memastikan seluruh pembangunan rumah/perumahan dan bangunan gedung telah memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Melaksanakan penilikan teknis secara konsisten untuk memastikan pelaksanaan pembangunan sesuai dokumen teknis PBG," bunyi Surat Edaran tersebut pada poin empat dan lima.
Tak hanya itu, kebijakan ini juga menekankan kewajiban pemulihan lingkungan. Setiap kegiatan pembangunan diwajibkan melakukan penghijauan kembali terhadap lingkungan yang rusak.
Wajib Tanam Pohon
Pengembang perumahan juga diwajibkan menanam dan memelihara pohon pelindung di kawasan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan ekosistem.
Pemerintah daerah juga diminta meninjau kembali lokasi pembangunan yang terbukti berada di kawasan rawan bencana, seperti daerah rawan longsor dan banjir, persawahan, perkebunan, serta wilayah yang memiliki fungsi penting bagi lingkungan seperti daerah resapan air, kawasan konservasi, dan kawasan kehutanan.
Pengawasan terhadap pembangunan rumah, perumahan, dan bangunan gedung juga diperketat. Seluruh pembangunan harus sesuai dengan peruntukan lahan dan rencana tata ruang, tidak menurunkan daya dukung serta daya tampung lingkungan, dan memenuhi kaidah teknis konstruksi demi menjamin keandalan bangunan.
Pengembang Kirim Surat ke Kementerian PKP
Ketua Umum Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas) M. Syawali mengungkapkan beberapa pengembang sudah mengirimkan surat kepada Kementerian PKP mengenai kebijakan tersebut karena dianggap telah melanggar beberapa aturan, seperti berbenturan dengan Perda Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2022 hingga Program 3 Juta Rumah.
"Saya sudah sampaikan ke Pak Menteri, dan Pak Menteri PKP menginisiasi mengundang Menteri Hukum, Menteri ATR/BPN, Mendagri. Langkah konkret untuk di minggu ini, Dirjen PKP sudah mengundang Sekda-nya Jawa Barat untuk berdialog menanyakan perihal surat edaran ini," katanya ketika dihubungi detikProperti, Selasa (16/12/2025).
Senada, Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional Jaya (Appernas Jaya) Andriliwan Muhammad atau yang kerap disapa Andre Bangsawan mengaku bersama asosiasi pengembang lainnya sudah berkoordinasi dengan Kementerian PKP untuk berdialog dengan Sekretaris Daerah Jawa Barat dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan untuk mencari titik temu antara pengembang dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Kami menilai ini secara dari ekosistem, menjaga lingkungan, itu bagus. Tapi jangan ujug-ujug ngeluarin surat. Minimal kami dari asosiasi itu dilakukan pemberitahuan," katanya kepada detikProperti.
Andre mengaku kaget saat mengetahui bahwa penghentian sementara izin pembangunan rumah diperluas menjadi se-Jawa Barat karena sebelumnya hanya di Bandung Raya.
Konsumen Mulai Panik
Andriliwan mengatakan, ada beberapa proyek perumahan yang sudah dihentikan semenjak munculnya kebijakan itu. Namun masih belum didata berapa proyek yang berhenti.
"Yang bikin khawatir itu orang yang sudah menerima dokumen, berkas, terus tiba-tiba diberhentikan berkasnya. Itu pasti konsumen juga panik, dia udah setor berkas apalagi kalau misalnya sudah mendekati akad, nah itu yang dikhawatirin," ungkapnya kepada detikProperti.
Proyek Pembangunan Perumahan Berhenti
Penghentian proyek juga sudah dirasakan pengembang ketika surat edaran pertama terbit, soal penghentian sementara pengeluaran izin pembangunan rumah di Bandung Raya. Syawali mengungkapkan salah satu proyek anggotanya di Purwakarta sudah dihentikan buntut adanya kebijakan tersebut.
Ia sempat menghubungi Bupati Purwakarta untuk melakukan audiensi terkait penghentian sementara izin bangun rumah di Bandung Raya, sebelum surat edaran terbaru ini terbit. Tapi sampai sekarang belum jadi dilakukan audiensi karena Bupati Purwakarta sedang ada agenda lain.
"Karena (proyek) anggota saya di Purwakarta dihentikan, terhenti pembangunan rumahnya. Terus saya inisiasi bertemu ke bupati," katanya kepada detikProperti.
Setelah melakukan rapat internal, Asprumnas akan melakukan audiensi ke DPRD Tingkat II Jawa Barat. Pertemuan akan dilakukan pada pekan ini.
Ia juga mengaku konsumen mulai khawatir untuk membeli rumah karena ada kebijakan tersebut, belum lagi perbankan mulai menghentikan pinjaman yang diberikan.
"Ini membuat rugi pihak pengembang. Ini kan harusnya ditinjau plus minusnya, bukan hanya sepihak," tuturnya.
Kebijakan Rugikan Pengembang
Menurut CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda, kebijakan yang dikeluarkan Dedi Mulyadi ini dianggap kurang 'market friendly' di saat seperti ini. Ia menilai, kebijakan seharusnya tidak hanya ditujukan pada pengembang perumahan saja tetapi perlu pembasmian tuntas praktik korupsi dan pungli dari oknum di pemerintah daerah setempat. Hal-hal tersebut menurutnya juga membuat pengembang kesulitan.
"Kebijakan evaluasi ini harusnya dibuat tidak menyeluruh seperti ini, ada baiknya pemda melihat wilayah-wilayah yang rawan bencana sebagai prioritas," katanya kepada detikProperti.
Menurutnya, pengembang saat ini sudah resah karena izin persetujuan bangunan gedung (PBG) akan terhambat, termasuk juga izin-izin yang sedang berlangsung. Ia khawatir adanya kebijakan ini juga bisa menghambat Program 3 Juta Rumah, apalagi pasar properti di Jawa Barat sangat besar. Walau demikian, adanya penghentian sementara pemberian izin pembangunan rumah tidak akan membuat harga rumah naik justru akan melambat.
"Masyarakat tidak terlalu pengaruh karena ini dampaknya langsung ke pengembang. Masyarakat kalau nggak ada rumah, mereka juga akan menunggu," tuturnya.
Pengembang Perlu Evaluasi
Ahli Tata Kota dan Permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merupakan hasil evaluasi dari kasus-kasus bencana sebelumnya seperti banjir dan tanah longsor. Evaluasi yang dilakukan bukan hanya dilakukan dalam cakupan perumahan, properti dan sejenisnya melainkan wilayah.
Apalagi penduduk Jawa bagian barat seperti Bogor, Bekasi, Depok ini cukup padat. Adanya kebijakan itu untuk mencegah pembangunan rumah di wilayah yang tidak seharusnya, seperti di bantaran sungai maupun di perbukitan.
"Ini masalahnya bukan lagi bisnis properti, bukan lagi bangun perumahan, isu yang ditangani KDM adalah isu kelestarian wilayah, bahkan kelestarian Indonesia karena di Jawa bagian barat ini terletak ibu kota negara, ada kawasan yang tumbuh paling cepat yaitu Jabodetabek," tuturnya kepada detikProperti.
Maka dari itu para pengembang properti perlu melakukan moratorium dan refleksi secara luas dalam skala wilayah. Selain itu, perlu juga evaluasi total penataan ruang.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)










































