×
Ad

Menteng Bukan Hanya Elite! 24 Ribu Warganya Hidup di Kawasan Padat dan Kumuh

Danica Adhitiawarman - detikProperti
Senin, 17 Nov 2025 19:27 WIB
Rumah Tidak Layak Huni di Kelurahan Menteng Foto: Danica Adhitiawarman/detikcom
Jakarta -

Menteng umumnya dikenal sebagai kawasan elite yang bangunan rumahnya megah dan mewah. Di sisi lain, kawasan ini juga punya permukiman padat penduduk dan kumuh sehingga tampak jelas kesenjangan sosialnya.

Menurut Lurah Menteng Indrawan Prasetyo, memang ada kesenjangan di Menteng, khususnya dari segi hunian. Sebagian kawasan berupa perumahan elite dengan bangunan besar, sedangkan kawasan lainnya lebih padat dan kumuh.

"Kalau dibicarakan kesenjangan ya kelihatan banget gitu. Padahal memang ya menurut saya nggak yang padat parah banget gitu. Tapi ya memang termasuk kesenjangannya kelihatan, karena rumah gede dengan rumah yang padat banget," ujar Indrawan saat dihubungi detikProperti, Senin (17/11/2025).

Ia menyebut Kelurahan Menteng terdiri dari 10 Rukun Warga (RW). Sebanyak 4 RW (RW 04, 05, 06, 07) merupakan kawasan elite yang berisi 5.473 orang. Lalu, 6 RW lainnya (01, 02, 03, 08, 09, 10) cenderung padat, bahkan ada yang kumuh, dihuni oleh 24.142 orang.

Indrawan menyebut permukiman padat di Kelurahan Menteng sebenarnya tidak begitu parah. Permukiman padat di sini masih cenderung lebih tertata dibandingkan beberapa kelurahan lain. Kelurahan Menteng tingkat permukiman kumuh tergolong sedang hingga sangat ringan.

"Karena perbandingannya, Kelurahan Menteng kan ingetnya orang elite ya, ingetnya rumahnya gede-gede. Jadi normal sih kalau dibicarakan kesenjangan," katanya.

Dari segi jalanan, kondisi permukiman padat dan daerah elite Menteng sama-sama sudah beraspal. Namun, pembedanya lebih ke ukuran jalan. Kawasan elite jalanannya lebih lebar, sedangkan kawasan padat lebar jalannya paling kecil sekitar 1,5 meter.

Selain itu, rumah-rumah lama di kawasan padat Kelurahan Menteng masih ada yang kurang layak. Akan tetapi, pembeli rumah yang cukup baru ada yang merenovasi menggunakan jasa arsitek sehingga bangunannya lebih layak.

"Memang rata-rata mereka tuh bangunnya dengan pengetahuan mereka sendiri. Dan mungkin itu kayunya tidak kuat, mereka bilang kuat. Terus rata-rata pake seng semua untuk penutupnya, dan atasnya itu juga kadang-kadang masih ada yang pake bambu," jelasnya.

Asal Usul Kesenjangan Hunian di Menteng

Menurut Indrawan, kawasan Menteng yang elite sudah tertata sejak zaman kolonial Belanda. Sementara itu, kawasan padat seperti RW 01 dulu merupakan daerah perairan atau rawa.

Sejak dahulu memang sudah ada permukiman di sana, tetapi semakin padat karena banyaknya pendatang memadati kawasan perairan tersebut. Bahkan sekarang masih ada bangunan yang berdiri sejak sekitar 1950-1960.

"Banyak orang pedagang kan dan rata-rata banyak kosan juga. Ya memang di situ banyak orang yang mengadu nasib untuk kerja di Jakarta untuk sekarang ya. Kalau untuk dulunya sama juga kayak gitu rata-rata memang pendatang yang mungkin bekerja di lingkungan elite Belanda," tuturnya.

Beberapa rumah ada yang kondisinya kumuh. Menurutnya, hal itu karena belum ada penataan dan penduduk membangun rumahnya sendiri tanpa mengikuti standar atau menggunakan jasa arsitek. Lalu, kesulitan ekonomi juga membuat pemilik rumah lebih memprioritaskan dana untuk kehidupan sehari-hari daripada memperbaiki rumah.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mendatangi dua rumah tak layak huni di RT 015 RW 001 Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Ia mendapati rumah tersebut rusak, terutama pada bagian atap dan lantai. Pihaknya pun akan merenovasi dua rumah itu secara gotong royong tanpa menggunakan uang negara.

"Ini kelurahan menteng yang daerah kesenjangannya tinggi sekali. Saya juga tinggal di sini, Wapres tinggal di sini, Gubernur tinggal di sini, Panglima TNI di sini. Begitu banyak orang hebat tinggal di sini, kita mulai lah berbuat sesuatu," ujar Ara di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).

detikProperti sudah mengunjungi rumah pertama milik Rukmini (81). Ia sudah tinggal di sana sejak rumah itu dibangun pada 1968. Rumah seluas 74 meter persegi itu dihuni oleh 8 orang. Terdapat 3 kamar tidur dan satu kamar mandi.

Rukmini mengatakan rumahnya sering bocor ketika hujan sehingga terpaksa tidur di atas kasur yang basah. Untuk menadah tetesan air hujan, ia menggunakan panci dan mangkuk penanak nasi.

"Saya kalau hujan, kehujanan, tidur sampai digelar pakai karpet. Tempat tidur, lemari, jalanan basah," kata Rukmini kepada detikcom, di Jl. Menteng Jaya, Menteng, Jakarta Pusat.

Terpisah, rumah kedua adalah milik Tatang (71). Rumahnya dua tingkat berukuran 3x4 meter tanpa kamar dan dihuni oleh 10 orang.

Ia mengeluh rumahnya sering kali bocor saat hujan dan kepanasan saat terik. Atap dan dindingnya terbuat dari seng dan dilapisi triplek.

"Rumah keadaannya begini, biasanya pada bocor di atas," ucap Tatang.

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini




(dhw/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork