Pengembang mengkritik rencana batasan minimal luas rumah subsidi yang diperkecil menjadi 18 meter persegi dari yang semula 21 meter persegi. Pengembang menyebut luas tersebut bagaikan gudang dan apartemen studio yang tak punya kamar.
Menanggapi hal ini, Direktur Jendral Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati mengatakan, pihaknya tengah membahas lebih lanjut masukan-masukan dari pengembang.
"Ini sedang bahas masukan pengembang," kata Sri melalui pesan singkat kepada detikcom, Kamis (5/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembangan dan Pemasaran Rumah Nasional (Asprumnas) Muhammad Syawali Pratna mengatakan bangunan seluas 18 meter persegi terlalu kecil untuk ditinggali keluarga yang memiliki anak. Rumah tipe 18 menurutnya mirip dengan gudang dan apartemen studio yang tidak memiliki kamar.
"Bagaikan gudang ya. Gudang kan karena gini, kamar mandi kan juga harus ada sekatnya. Masa kamar mandi, nggak ada sekat? Sekat itu kan membatasi ruang," ucapnya pada Selasa (3/6/2025) lalu.
Satu-satunya ruangan di dalam rumah tersebut adalah kamar mandi. Luasnya juga tidak begitu besar hanya sekitar 1,2x1,5 meter. Kemudian dapur akan berada di belakang berbagi ruang dengan area jemuran.
Untuk memiliki kamar tidur, menurut Syawali luas minimal rumah tersebut adalah 21 meter persegi. Luas kamarnya pun hanya sekitar 2,5 x 2,5, 6 meter. Selain kamar, masih ada ruang tersisa di rumah tersebut untuk membuat ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, ruang jemur, tempat memasak nasi, dan setrika.
Pertanyaan mengenai kelayakannya juga disuarakan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah. Menurutnya, rumah dengan ukuran sekecil itu lebih cocok untuk apartemen, kontrakan, rumah singgah, kost, dan rumah yang sifatnya sementara bukan jangka panjang.
Terpisah, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan, rumah berukuran 18 meter persegi terlalu kecil menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ia lebih menyarankan rumah tipe 18 meter persegi lebih cocok untuk model hunian vertikal.
"Kalau secara standar SNI atau WHO kan, itu juga harus dipikirkan sehingga kebijakan menjadi proper lah. Sehingga ada kajian yang mendasari hal itu," kata Joko kepada detikProperti, Sabtu (31/5/2025).
"Saya sebagai Menteri sangat terbuka soal draft Peraturan Menteri PKP itu. Saya nggak membatasi silakan kalau mau kritik dan saran. Adanya kritik di depan makin bagus sehingga kerja kami nyaman," ujarnya seperti yang dikutip detikcom dari keterangan tertulis pada Selasa (3/6/2025) lalu.
Ara menilai luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu luas sangat sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Ia meyakini rumah subsidi dengan desain yang baik bisa dibangun bertingkat dan sesuai kebutuhan konsumen walaupun lahannya terbatas.
"Sekarang saya mau lihat desain-desainnya. Bisa buat tingkat nggak? Soalnya tanahnya kan mahal. Masa kita kalah dari masalah? Kalau tanahnya mahal, selama ini ruang bisa dibangun tingkat jadi kita jangan mau kalah dari masalah? Desain-desain rumahnya dari dulu gitu-gitu aja. Kita bikin desain yang bagus. Nanti tunggu kejutannya. Saya akan expose desain-desain rumah yang bagus," ungkapnya.
(aqi/das)