Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berencana untuk memperkecil luas minimal tanah dan tapak rumah subsidi. Pengembang pun menyarankan hal yang sedikit berbeda.
Dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 disebutkan luas bangunan minimal untuk rumah subsidi 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi, sementara luas tanah minimalnya 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.
Sementara itu, pengembang mengusulkan agar luas minimal rumah subsidi tetap 21 meter persegi seperti yang tertera pada Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023. Lalu untuk luas tanahnya, apabila memang ingin diperkecil, pengembang menyarankan di angka 30 meter persegi, bukan 25 meter persegi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Joko Suranto. Joko mengatakan, para pengembang perumahan sempat berkumpul dengan Menteri PKP Maruarar Sirait saat berkunjung ke Bandung, Jawa Barat pekan lalu untuk membahas berbagai hal, salah satunya terkait draf aturan minimal luas rumah subsidi.
"Kalau kita menyarankan untuk tanahnya minimal 30 (meter), syukur-syukur bisa 36 (meter). Kalau luas bangunannya minimalnya 21 (meter)," ungkap Joko kepada detikcom, Senin (9/6/2025).
Selain itu, Joko berpendapat pemerintah harus benar-benar memikirkan aturan tersebut akan berlaku di kota mana saja serta dari sisi keterjangkauan, baik dari sisi kemampuan masyarakat dan juga likuiditas perbankan.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan bahwa kelayakan hunian subsidi harus dipertimbangkan. Apalagi di Indonesia memiliki kultur bertamu sehingga jangan sampai karena keterbatasan ruang membuat kultur tersebut hilang.
"Harus juga didefinisikan masyarakat yang mana ini (yang beli rumah subsidi dengan luas minimal 18 meter persegi), untuk siapa, kan begitu. Karena kalau nggak jelas kan ini kan bisa terjadi dispute terhadap ekosistem yang ada terhadap FLPP kan juga bisa terganggu," paparnya.
Ia menyarankan agar pemerintah membuat aturan yang tepat terkait rumah subsidi, terlebih lagi soal renovasi rumah subsidi. Apabila rumah subsidi dengan luas tapak 18 meter persegi perlu direnovasi, maka hal itu perlu diatur. Selama ini, apabila renovasi tanpa mengubah fondasi utama dan fasad rumah masih diperbolehkan, namun jika mengubah struktur dasarnya tidak diperbolehkan.
Joko menyarankan, alih-alih membahas rencana perubahan luas minimal rumah subsidi, sebaiknya pemerintah lebih fokus ke strategi penyerapan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang tahun ini kuotanya ditambah hingga 350.000 unit rumah. Tak hanya itu, pemerintah juga sudah harus mulai fokus pada Program 3 Juta Rumah, terutama 2 juta rumah di perdesaan dan pesisir agar pertumbuhan ekonomi di desa bisa tersebar merata hingga terciptanya lapangan kerja.
"Makanya stimulus ekonominya kan akan lebih bisa berjalan, lebih bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Saya pikir bisa sampai 1 persen dari sektor ini," tuturnya.
Di sisi lain, Joko mengungkapkan bahwa pertemuan antara pihak pengembang dengan Kementerian PKP di Bandung juga membahas mengenai standar hunian yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) ada yang harus diperbaharui karena sudah tidak relevan.
"Karena di BSN pun banyak hal-hal yang sudah tidak relevan yang harus diperbaiki. Misalkan, harus ada telepon umum. Ini yang sesuatu sekarang kan sudah tidak relevan lagi. Kemudian banyak hal baru yang harus disesuaikan, kan, begitu. Sehingga Pak Menteri juga setuju dengan harus proper secara regulasi," ujarnya.
Para pengembang juga memberikan masukkan terkait perubahan Undang-undang tentang Perumahan yang diajukan oleh pemerintah. Ia juga berharap permasalahan terkait dengan ketersediaan lahan untuk perumahan bisa ada jalan keluar. Hal itu karena ketersediaan lahan yang ada terbagi untuk ketahanan pangan, Program 3 Juta Rumah, Lahan Sawah Dilindungi (LSD), maupun Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
"Ada beberapa teman ini sudah mengambil yang dulunya secara RTRW, setara RDTR itu kuning, sudah bisa dibangun pemukiman, ternyata pada akhirnya itu tidak bisa. Ini kan sudah banyak teriakan-teriakan teman-teman itu, otomatis harus ada akomodasi, harus ada exit-strategic lah, sehingga ini bisa sama-sama berjalan, setidaknya kepastian usaha itu bisa terjaga," tuturnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/das)