Banjir besar minggu lalu akibat hujan deras melanda berbagai daerah terutama di Jabodetabek. Tidak terkecuali daerah rumah milik Marie, pemilik rumah panggung yang sempat viral di sosial media karena bentuk rumahnya.
Marie mengungkapkan banjir yang terjadi rumahnya pada Selasa (4/3/2025) lalu setinggi betis orang dewasa. Air menggenang dari area jalan depan hingga ke kolong bawah rumahnya.
"Tahun ini, aku belum dengar kabar-kabar berita segala macem (soal banjir). Baru nyampe Indonesia, terus baru mau kepikiran besok mau belanja, mau rapihin rumah dan lain-lain. Terus tiba-tiba kayak gini (banjir). Jadi stok makanan nggak banyak. Itu di luar prediksi aku sih," ungkap Marie saat dihubungi detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ia menyampaikan selama 2 hari air menggenang di bawah, bagian utama rumahnya tidak tersentuh sama sekali. Hal ini dikarenakan ketinggian area kolong ke bangunan utama sekitar 2,5 meter. Area kolong juga bisa menyerap air karena fungsinya memang sebagai area resapan.
"Itu tuh nggak cuma batu. Dikasih pasir dulu, disebar, terus dikasih kayak jaring-jaring, baru ditumpuk sama batu," jelas Marie menjelaskan komposisi tanah di area resapan di kolong rumah panggungnya.
Marie mengungkapkan alasan dirinya membangun rumah panggung adalah mengantisipasi banjir yang selalu datang setiap tahun. Ia mengatakan banjir terparah yang pernah ia alami terjadi pada 2020. Pada saat itu, ketinggian air hingga seleher orang dewasa. Sementara, rumahnya masih terdiri dari satu lantai dengan kondisi lahan yang tidak begitu tinggi.
Ia menyebut setiap banjir terjadi kerugian per tahunnya bisa mencapai ratusan juta. Setelah banjir ia harus membeli kasur baru, mencoba memperbaiki barang elektronik, mengganti pintu, jendela, dinding, hingga atap.
Sekitar tahun 2021 akhirnya ia mendapat saran dari arsiteknya untuk membangun rumah panggung daripada menguruk tanah.
"Dan akhirnya makanya muncul ide untuk bangun rumah panggung yang ada kolongnya. Jadi kalau nggak banjir bisa buat parkiran. Dan kalau lagi banjir ya udah jadi area mati dan resapan," jelas Marie.
Pengerjaan rumah ini memakan waktu sekitar 6 bulan dengan luas lahan 105 meter persegi dan bangunannya terdiri dari tiga lantai. Ia menyebut kunci penting dari konstruksi rumahnya adalah pada bagian kaki-kaki di bagian kolong. Tiang-tiang kaki juga telah diperhitungkan dengan matang dan cermat oleh arsitek dan ahli bangunan.
"Sebenarnya yang bikin rumah ini kuat dan tahan, misalnya tahan, ya nggak gampang ambruk gitu ya strukturnya itu sendiri," ujarnya.
Kaki-kaki bangunan tersebut, kemudian dicat warna putih agar setiap rumahnya tergenang ada bekas banjir yang tercetak di tiang tersebut. Ia bisa membandingkan ketinggian air setiap rumahnya terendam banjir.
Setelah rumahnya dibangun dengan model rumah panggung, Marie tidak pernah mengeluarkan uang untuk mengganti perabotan dan memperbaiki rumah yang rusak. Bahkan ia sekarang sudah lebih tenang untuk membeli perabotan dari kayu. Sebelumnya bahan kayu rentan rusak jika terendam air.
"Kalau untuk yang (rumah) 1 lantai, itu awalnya mungkin besar, di ratusan juta. Tapi setelah itu kan udah tahu nih, oh ternyata banjir mulu gitu. Jadi kita beli perabot-perabotan yang emang bukan kayu, kayak plastik, atau bahkan besi aluminium. Jadi kita antisipasi dengan beli perabot-perabot yang bukan bahan kayu. Itu (barang-barang dari plastik dan besi) masih ada di rumah sekarang," jelasnya.
Marie menambahkan ia tidak berniat untuk pindah ke tempat lain karena itu adalah rumah masa kecilnya. Selain itu, daerah rumahnya juga strategis, dekat dengan pusat kota dan tempat kerjanya.
"Mungkin setiap orang punya pilihan untuk pindah dari lahan itu, kenapa nggak dijual dan lain-lain. Tapi kalau aku pertahankan karena aku udah nyaman dengan area dan ini rumah masa kecil, jadi rumah ini punya valuenya sendiri untuk aku," tuturnya.
(aqi/das)